Sebagai seseorang yang memiliki cara pandang tersendiri yang berbeda dengan orang pada umumnya, untuk beberapa topik tertentu aku butuh waktu untuk memahaminya. Contoh yang paling besar dan paling kontroversial adalah insiden kelinci. Padahal bagi orang lain, topik-topik yang kuanggap sulit itu justru no effort untuk mengerti! Walaupun demikian keadaannya, setidaknya masih ada proses menemukan pemahaman.
Ketika aku masih berusia empat tahun, suatu pagi sebuah bola kaca berisi bunga plastik di kantor Eyang Putri pecah! Pasalnya, seekor kucing terkurung dalam ruangan kantornya nenek dari Mamah dan memecahkan bola kaca tersebut pada tadi malamnya. Bagi orang biasa, jelas tidak sulit untuk memahami mengapa bola kaca tersebut dapat dipecahkan oleh seekor kucing yang terkurung. Saat itu, konsepku malah sangat berbeda dengan yang seharusnya, sehingga malah bingung dengan keterangan seperti itu.
"Mengapa kucing dapat terkurung dan memecahkan bola kaca?" itu pertanyaan yang timbul dalam kepalaku saat umurku masih dalam kategori balita itu.
Dalam pikiranku, entah mengapa malah tercerna menjadi sangat aneh seperti ini : seekor kucing terkurung dalam bola kaca yang berisi bunga plastik, sehingga dia membebaskan dirinya dari bola kaca tersebut, sehingga bola itu pecah bersamaan dengan keluarnya kucing tersebut darinya. Seekor kucing tidak mungkin dapat masuk ke dalam bola kaca yang ukurannya kecil dan juga benda itu tidak memiliki lubang untuk dimasuki oleh hewan apapun selain semut, karena bagian bawah bola kaca itu adalah mesin untuk memutarkan musik! Makanya aku ketika itu malah bingung, bagaimana hewan yang biasa lewat di sekitar kita itu dapat masuk ke dalam bola kaca yang tidak memiliki akses untuk dimasuki hewan mamalia? Kira-kira sepuluh tahun kemudian, barulah aku dapat memahami konsep yang sesungguhnya : kucing tersebut terkunci di dalam ruangan kantornya Eyang Putri, karena dia panik jadinya dia berlarian di dalamnya dan menyenggol bola kaca itu hingga jatuh dan pecah.
Dengan keadaan mentalitas seperti ini, tidak jarang aku merasakan insecure. Untuk mengatasi perasaan tersebut, aku mestilah merasa bangga dengan prosesku memahami banyak hal. Selama tiga tahun pertama setelah insiden kelinci, hanya bagiku lumayan sulit untuk memahami sebab Papah yang tersinggung, karena bagiku sendiri hal seperti itu tidaklah berdampak demikian. Meski dibilang terlambat, akhirnya aku mengerti juga sudut pandang orang lain (dalam kasus ini, Papah) akan insiden tersebut.
Perasaan rendah diri dan anggapan miring dari banyak orang yang merendahkanku, kuakui cukup membuatku sedih, tetapi aku harus yakin keadaanku yang seperti ini suatu saat akan dapat berdampak positif.
No comments:
Post a Comment