Showing posts with label flashback. Show all posts
Showing posts with label flashback. Show all posts

Wednesday, January 10, 2024

Insiden Kelinci Bukan Disebabkan oleh Autisme!

Catatan 10 Januari 2024

"An autistic person may have difficulty in communication; both the physical act and the meta-knowledge of the purpose of communication. People with more severe autism often have highly restricted vocabularies and subjects they are able to communicate about. They will typically not ask questions or initiate communication with others. A person with autism may develop an interest in a narrow range of subjects, and limit their communication almost exclusively to these things."


Ketika kecil, aku dulunya dianggap pengidap autisme karena sering menunjukkan tindak-tanduk yang aneh dan tidak umum seperti memerhatikan sesuatu selama berjam-jam, misalnya mainan. Lalu masuk SD inklusi, aku mulai mengenal anak-anak yang tulen menderita autisme. Ternyata dari segi perilakunya, mereka sangat berbeda denganku sehingga tidak perlu pihak sekolah menyediakan guru pendamping untukku. Akan tetapi, dengan obsesiku akan Danny Phantom menjelang usia akhir anak-anak alias pra-remaja, aku jadi semakin dicurigai sebagai seorang anak autis.

Aku sering bertanya mengenai my mental health, apakah iya aku anak autis atau bukan? Kata Mamah, penderita autisme secara umum tidak akan menanyakan hal seperti itu tentang dirinya. Bahkan menurut kutipan artikel di atas, penderita versi terparah dari autisme tidak akan bertanya apapun sama sekali. Hal itu disebabkan oleh ketidakmampuan mereka untuk berkomunikasi, sedangkan anak dengan spektrum autisme yang lebih ringan biasanya terus menerus membahas mengenai topik kesukaannya kepada orang lain.

Walaupun ciri khas autisme pada kalimat terakhir paragraf di atas juga timbul di dalam diriku, ternyata tetap ada perbedaan yang jelas antara aku dan mereka. Penderita autisme seperti itu tidak akan pernah bertanya duluan kepada orang lain, mereka akan berbicara secara satu arah. Ini jelas adalah sebuah kontras dengan Insiden Kelinci! Meskipun terdengar sebodoh apapun kalimat yang kuucapkan waktu itu, insiden tersebut terjadi justru karena aku bertanya kepada Papah yang ternyata pertanyaannya menyinggung perasaan beliau dan tidak lazim. 

Meskipun kontennya terdengar absurd dan tidak menggunakan logika, kalimat yang kuucapkan berupa kalimat tanya. Dulunya aku curiga kalimat tanya tersebut terlontar begitu saja dari mulutku karena aku ini adalah salah seorang penderita autisme. Kini, kecurigaan itu terpatahkan sudah karena anak autis tidak ada inisiatif apapun untuk mencari tahu akan suatu hal dengan bertanya kepada orang lain! Hasil pemeriksaan psikolog dan psikiater juga telah mementahkan asumsi orang-orang atas diriku. 

Penderita autisme biasanya tidak peka akan sekelilingnya. Menurut salah satu dari tiga psikolog tempatku terapi, penderita kelainan mental seperti itu malahan tidak akan merespon apabila dikejutkan. Insiden kelinci terjadi karena aku noticed sikap orang banyak itu berbeda denganku dalam menanggapi kabar dari Eyang Putri (yang menurutku adalah kabar duka). Jika aku mempertanyakan sikap orang-orang, itu artinya aku memerhatikan sesuatu yang terjadi di antara kami.

"Anak autis itu gak akan ngeh jika sikapnya mereka itu tidak wajar atau jika mereka tidak memahami banyak hal, mereka tidak akan peduli dengan apapun yang terjadi di sekelilingnya," jelas Mamah ketika aku masih SD dulu. 

Kejanggalan pemikiranku sudah clear bahwa bukan disebabkan oleh faktor autisme. Sempat psikolog di kampusku menduga bahwa aku pengidap ADHD, tetapi psikiater tidak mengatakan hal yang sama. Beliau mendiagnosa aku mengidap anxiety atau kecemasan. Gejala-gejala mirip autisme yang muncul pada diriku sebenarnya mungkin lebih tepat jika disebut sebagai gejala salah satu gangguan kecemasan.

Apakah Insiden Kelinci yang terjadi ada kaitannya dengan anxietas? Aku hanya berharap akan mendapatkan jawabannya dari sesi terapi selanjutnya dengan psikolog di kampusku. Pastinya insiden pada tanggal 1 Ramadhan 1429 dipicu sekitar satu atau dua bulan sebelumnya. Setelah adikku wafat, keluargaku berkunjung ke rumah Wa Aden(abang Papah) di Cirebon, lalu satu tahun setengah kemudian kami mengunjungi rumah yang sama untuk mengadakan khitanan bersama, dan kelinci itu diberikan oleh keluarga tersebut ketika mereka gantian mengunjungi keluargaku di Bandung. 

Sebenarnya hal yang membuatku teringat kembali memori kelam adikku itu bukanlah kematian kelincinya, tetapi semua hal tentang keluarga abangnya Papah(?) 

Friday, January 5, 2024

Support System dari Diri Kita Sendiri

Catatan 5 Januari 2024

Tahun sudah berganti, tetapi Insiden Kelinci masih juga bercokol di dalam hati. Kesekian kalinya sudah kukatakan, aku bukannya sakit hati atau dendam. Rupanya ini adalah kasus khusus di mana ini adalah sebuah kesedihan yang tidak cukup dihapus hanya dengan melakukan hiburan-hiburan kecil atau bahkan juga yang besar. Aku membutuhkan penanganan khusus supaya bisa melupakan kesedihan ini!

Ingat deh ketika usiaku masih sebelas tahun pada tahun 2008, aku pernah menyadari bahwa teman curhat itu sangat penting. Saat itu, Insiden Kelinci sudah berlalu agak lama, kurleb dua bulanan. Kusadari bahwa sudah terlalu lama untuk merasakan sedih atas insiden itu dan hal yang paling membuatku sedih bukanlah kematian sang kelinci piaraan. Butuh sekali aku untuk curhat, sayangnya belum tahu kepada siapa karena insiden ini menyangkut adikku yang khawatirnya mereka akan juga tersinggung seperti Papah.

Di saat dulu itu aku sedang bingung akan curhat kepada siapa, aku teringat seorang saudara di keluarga besar Eyang Putri. Mundur sekitar tiga tahun sebelum insiden itu yaitu hingga pada awal tahun 2005, Eyang Putri memiliki seorang adik perempuan yang biasa menemaniku ketika di rumah. Berarti beliau adalah tantenya Mamah, sang Tante Mamahku ini mengisi kelas Kursus menjahit yang diselenggarakan di garasi rumah tempatku tinggal. Aku biasa curhat banyak hal kepada beliau, sayangnya takdir memaksaku dan juga seluruh keluarga besarku, untuk berpisah dengan beliau pada pertengahan tahun yang sama (beliau bahkan tidak sempat mengasuh almarhum adikku yang tengah).

Setelah tantenya Mamah itu wafat karena sakit, tidak ada lagi orang yang dapat kuajak curhat. Tidak ada pula orang lainnya di sekitar yang dapat menggantikan beliau terkait kedekatannya denganku. Kelas kursus menjahit itu untungnya masih memiliki pengajar yang lainnya, sehingga orang-orang yang ingin belajar menjahit dengan kami masih ada. Ketika sedang sedih-sedihnya akibat miskomunikasi dengan Papah dalam Insiden Kelinci itu, aku dilanda kebingungan harus curhat kepada siapa lagi.

Dahulunya, aku hanya mengobrol dengan tantenya Mamah itu seputar topik-topik ringan seperti tokoh-tokoh komik. Kalaupun aku saat itu sedang ada masalah dan butuh curhat dengan beliau, palingan karena berantem dengan adikku yang besar. Usiaku masih tujuh tahun setengah saat "eyang dari pinggir" wafat , sehingga belum pernah kami melakukan deep talk. Begitu usiaku sudah melebihi sepuluh tahun dan pengalaman yang cukup pelik ini terjadi, barulah aku merasakan kehilangan yang teramat sangat. 

Ketika usiaku sudah mencapai remaja hingga dewasa awal, barulah aku berani untuk membuka diriku berbagi kisah Insiden Kelinci ini dengan banyak orang. Jika di dunia nyata insiden tersebut masih dianggap sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan akal sehat, ternyata ada pula para netizen yang memiliki kisah hidup serupa mengenai hewan peliharaan. Pertemuanku dengan para peserta terapi crafting tiga tahun yang lalu, terutama dengan Mbak Icha dan Mas Daniel, benar-benar banyak membantuku mencapai mental health yang lebih baik. Tujuanku curhat mengenai insiden ini supaya orang lain memahami bahwa niatku itu tidak buruk ketika membandingkan reaksi orang lain antara dua peristiwa kematiannya makhluk hidup yang berbeda, walaupun ternyata terdapat kesalahanku dalam membuat kalimat tanya.

Pengalaman ini mengajarkanku, support System haruslah berasal dari diriku sendiri. Terkadang kita membutuhkan seseorang, tapi ternyata dia tidak ada untuk kita. Arti dari "tidak ada" ini bukan selalu karena orang yang kita butuhkan tidak mau men-support kita. Bisa jadi juga artinya orang yang selama ini memberikan dukungan untuk kita, ternyata takdir mengharuskannya berpisah dengan kita.

Saturday, December 30, 2023

Duka dan Luka dalam Hatiku yang Masih Ada Tetapi Membeku

Catatan 30 Desember 2023

Akhir tahun ini seharusnya aku hepi seperti kebanyakan orang. Apalagi temanku mengajakku untuk rame-rame ngaliwet bareng keluarganya di tahun baru besok! Bukannya aku tidak merasa senang dengan ajakannya itu ya, tapi beberapa hari terakhir ini ada terselip perasaan sedikit sedih. Setiap hari-hari terakhir dari satu tahun, aku selalu teringat akan wafatnya adikku yang tengah dan tempo hari aku sudah membuat hipotesis tentang apa sebenarnya yang memicu konflik dalam Insiden Kelinci. 

Kalimat yang lebih tepatnya, apa sebenarnya yang memunculkan kembali ingatanku akan wafatnya adikku ketika dikabarkan kelinci itu mati. Insiden tersebut terjadi pada tanggal 1 September 2008 yaitu hari pertama bulan puasa pada tahun itu, kelinci itu diberikan satu minggu sebelum puasa oleh Wa Aden abangnya Papah. Kira-kira keluarga beliau datang dari Cirebon ke Bandung tempatku tinggal pada tanggal 24 Agustus 2008. Setelah aku merenung beberapa hari yang lalu pada akhir tahun 2023 ini, barulah kusadari bahwa pertemuanku dengan keluarga tersebut yang membuatku ingat lagi dengan almarhum adikku itu! 

Tidak mau terkesan menyalahkan saudara sepupuku itu, lalu aku menelusuri juga serangkaian kejadian sebelum keluarga Cirebon itu membelikan kelinci untukku dan adikku yang besar. Kira-kira satu bulan lebih sebelum kedatangan mereka itu ke Bandung itu, keluargaku yang datang duluan ke rumah mereka di Cirebon. Tujuannya kami itu bukan hanya untuk liburan kenaikan kelas, melainkan agar adikku yang besar tersebut itu khitanan bersama dengan kedua anak lelakinya abang Papah pada akhir Juni 2008. Acara khitanan bersama ini berlangsung sederhana, tetapi memberikan kebahagiaan selamanya dan kesan yang mendalam, terutama bagiku.

Sebelum acara khitanan gabungan ini, terakhir keluargaku mengunjungi rumah keluarga Cirebon itu ketika akhir Desember 2006 hingga Tahun Baru 2007. Kami datang ke sana beberapa hari sambil menginap setelah wafatnya adikku yang tengah. Mungkin saja ketika kami datang kembali ke rumahnya Wa Aden itu, tanpa sadar memoriku terbuka sedikit tentang tragedi yang terjadi sebelumnya. Ternyata ini alasannya kenapa sih kelinci yang mati doang kok bisa ya bikin keinget meninggalnya adikku. 


Jarak waktu satu tahun setengah dari satu kunjungan ke kunjungan lainnya berhasil membuatku jadi lupa dengan satu tragedi bagi keluargaku. Rasa kehilangan satu adikku memang tidak akan pernah hilang dari hatiku, tetapi perlahan kesedihan itu pulih dengan lahirnya adikku yang bungsu pada 30 Maret 2007 dan Tante menikah pada 15 Desember tahun yang sama. Tidak pernah lagi aku kepikiran kedukaan itu, karena sudah sibuk dengan urusan sekolah dari hari ke hari. Hingga pada hari pertama bulan puasa 2008, aku sadar masih ada perasaan sedih dalam hatiku. 

Kedukaan itu membeku dalam diri, sayangnya tidak semua orang dapat menangkap ini. Hampir semuanya "kegocek" dikiranya aku lebih kehilangan hewan piaraan. Begitu Eyang Putri mengabarkan kelinci terakhir dari dua ekor yang diberikan oleh Wa Aden ketika sahur pertama bulan puasa tahun itu, hatiku tidak merasa layaknya kelinci itu hanya seekor hewan. 

"Kapan ya aku merasa sesedih ini sebelumnya?" tanyaku dalam hati setelah aku menangis mendengar kabar sedih itu. 

Otakku dengan tiba-tiba dan cepat memutar ulang kembali tayangan memori peristiwa duka cita yang terjadi hampir dua tahun sebelumnya. Layaknya sebuah video di YouTube yang diputar secara autoplay dengan kecepatan 3x. Padahal memori itu sudah seolah hilang, kubunuh rasa sakit itu dengan kebahagiaan karena adikku yang terbesar berhasil meraih suatu pencapaian yaitu khitanan. Tayangan memori yang sudah terkubur di antara sekian banyaknya memori lainnya ibaratkan muncul kembali oleh sebuah keyword pada mesin pencarian. 

"Oh ya, ternyata ini kali terakhir aku menangis sesedih iniii. Saat adikku meninggal." Hatiku menyimpulkan sendiri. 

Aku memulai suapan pertama makan sahur dengan isak tangis, tetapi kuperhatikan semua anggota keluargaku di sekeliling. Hanya aku yang menangis sedih sendirian. Mengapa mereka tidak bersedih sepertiku? Apakah hanya aku yang kehilangan seekor hewan peliharaan sedalam kepada anggota keluargaku sendiri?

Biasanya aku asyik dengan pikiranku sendiri, tak memerhatikan apa yang diperbuat oleh orang-orang lainnya. Baru kali itu aku peka terhadap sekeliling dan mempertanyakan keadaan di sekitarku. Perbedaan sikap antara aku dan mereka membuat diriku bertanya-tanya. Ada apa ini sebenarnya? 

"Kalau sampai terjadi seperti ini, pastinya ada perbedaan yang signifikan antara kematiannya manusia dan hewan. Tapi apa ya perbedaannya, masa cuma sebatas punya akal dan tidak?" tanyaku lagi dalam hati.

Orang dewasa yang duduk paling dekat denganku adalah almarhum Papah. Beliau juga adalah orang yang wawasannya luas. Aku saat itu percaya, beliau pasti akan mampu menjawab pertanyaanku tadi. Kemudian pikiranku membuat skenario tanya-jawab imajiner antara kami berdua. 

"Adiknya kamu itu 'kan manusia, kelinci 'kan cuma binatang," jawab Papah dalam skenario imajiner itu tadi. 

Tidak mungkin Papah hanya akan menjawab secara "terlalu simpel" dengan kalimat tadi itu, karena orang yang berwawasan luas seperti beliau pasti akan menjawab dengan tuntas dan mendalam. Segera kutepis skenario imajiner itu.

"Pertanyaan itu harus aku tanyain beneran ke Papah, kayak gimana ya jawaban dari beliau kalau di kenyataan," ujarku kepada diriku sendiri. 

Kuajukan pertanyaan itu kepada ayahku yang ternyata malah jadi bumerang dan bikin aku menyesal seumur hidupku. Tadinya aku udah percaya dengan beliau, pasti akan memberikan satu jawaban yang terbaik dengan ilmu pengetahuan yang beliau miliki. Sebaliknya, pertanyaan itu malah membuatku terdengar seakan tertinggal kecerdasannya, terutama kecerdasan emosional. Jika aku berkomunikasi secara verbal, entah mengapa rasanya sulit merangkai kata sehingga terjadi miskomunikasi antara kami berdua.


Sunday, December 24, 2023

Ketika Aku yang Kritis Bertemu dengan Pengalaman Traumatis

Catatan 25 Desember 2023

Besok adalah hari satu tahun sebelum dua dekadenya peristiwa Tsunami Aceh 2004. Sejak kira-kira dua minggu yang lalu, aku teringat pengalaman seorang saudaraku yang merupakan saksi mata bencana alam tersebut. Dia adalah orang berdarah Aceh dan sedang berada di kampung halamannya ketika bencana itu sedang terjadi. Alhamdulillah, dia selamat dari bencana alam yang menenggelamkan Banda Aceh dan beberapa negara lain di sekitarnya, tetapi ada sebuah kisah "watir" selepas itu. 


Trauma adalah sebuah pengalaman yang biasa menimpa korban musibah apapun, apalagi saudaraku masih berumur delapan tahun ketika ia sedang bersama keluarganya di dalam mobil menghindari gelombang air laut yang membanjiri daerah asalnya. Saudaraku itu sempat ketakutan tidak lama dari terjadinya tsunami itu, setiap kali melihat air mengalir kencang dari kerannya karena teringat akan cepatnya air laut menghancurkan apapun yang dilewatinya. Untungnya trauma ini tidak sampai membahayakan dirinya atau menimbulkan tingkah laku yang tidak wajar. Namun, aku terpikir satu hal : bagaimana jika aku yang berada di posisinya sebagai penyintas trauma akan tsunami?

Mengingat sifatku yang kritis, sering bertanya, kemungkinan aku akan keheranan melihat orang-orang bersikap biasa saja ketika air keran itu mengalir deras. Padahal momen seperti itu membuatku merasakan panik dan takut luar biasa yang sama besarnya seperti ketika terjadinya musibah itu. Bisa jadi aku akan bertanya, "Mengapa ketika air keran itu mengalir, orang-orang tidak terpengaruh tetapi ketika sedang tsunami semua orang panik?" Bagi nyaris semua orang tentu saja pertanyaan itu akan terdengar konyol, tetapi lain cerita untuk penderita trauma itu. 

Pertanyaan seperti itu menyiratkan bahwa seorang penderita trauma menyadari sedang terjadi sesuatu pada dirinya, hingga hal kecil yang hanya memiliki sedikit sekali keterkaitan dengan sebuah musibah bisa saja terasa sama besarnya. Saudaraku ini kebetulan bukan orang yang punya rasa ingin tahu terlalu tinggi (rasa ingin tahu jika berlebihan juga ujungnya tidak baik), jadi dia terhindar dari mengalami momen bertanya yang aneh seperti itu. Sebaliknya untuk kasus diriku, aku merasa heran ketika keluarga besarku di rumah tidak seperti diriku yang sangat hati akan matinya sebuah kelinci. Saat kelinci itu dikabarkan mati otakku otomatis memutar kembali memori musibah ketika adikku wafat, kemungkinan aku juga saat itu mengalami trauma! 

Menurut teman-temanku di pelatihan crafting (membuat buket bunga) tiga tahun yang lalu pada 2020, mereka juga mengalami peristiwa seperti insiden kelinci itu hanya saja pertanyaannya berbeda. Awalnya aku ragu-ragu, apakah iya ada orang di luar diriku yang melontarkan pertanyaan seabsurd itu meskipun tidak sama persis? Mbak Icha, salah satu dari temanku adalah seorang penyintas PTSD, dia tidak heran dan malah memaklumi pertanyaan yang kuajukan pada insiden kelinci tersebut. Bisa jadi dia pun pernah mempertanyakan ketika hanya dirinya yang menyikapi suatu kejadian kecil secara jauh lebih dalam daripada bagi orang-orang di sekitarnya. 

Jika aku seandainya mempertanyakan antara tsunami dengan air keran, apakah itu sebuah penghinaan terhadap para korban jiwa musibah itu? Apakah ketika bertanya seperti itu artinya aku tidak berempati pada musibah yang kualami? Tentunya tidak seperti itu maknanya, kan? Begitu pula dengan insiden kelinci, bukan artinya tiada rasa kehilangan atas adikku sendiri atau menyamakannya dengan hewan piaraan karena kulontarkan pertanyaan itu. 

Thursday, October 26, 2023

Happy Late 4th Anniversary of My Blog!

Catatan 27 Oktober 2023

Kayaknya lagi-lagi telat mau rayain milad empat tahunnya blog pribadi aku! Soalnya blog aku terbentuk itu kan tanggal 26 kemarin. Karena kemarin ada bimbingan skripsi sama dosen, jadi blank mau nulis apa di blog. Tidak apalah, yang penting nggak blank mau nulis apa buat abstrak di skripsinya aku!

Bersyukur banget deh bisa konsisten ngetik di blog pribadi sampai empat tahun sejak 2019! Sebelumnya udah berkali-kali bikin blog pribadi, tapi gak ada yang konsisten aku isi. Entah itu lupa password-nya, dulu masih mondok di asrama jadi jarang ada waktu dan device buat ngetiknya, atau sekadar nggak tau mau diisi apa blog yang dulu. Untung sekarang udah punya hape sendiri di saat udah kuliah dan tahun ini mau lulus. 

Aku juga tiap-tiap kali udah mulai kendor semangatnya ngisi blog, selalu balik lagi itu spirit kalo keingetan blog miliknya Diva atau Kak Mezty Mez. Sekarang ini udah mulai males nulis diary di buku-buku karena punya aplikasi blog di hape. Jadi, tiap kali keingetan segala hal yang berkaitan dengan misalnya Insiden Kelinci bisa jadi bahan update di blog. Meskipun topiknya cenderung itu-itu melulu, setidaknya blog aku bisa jalan terus hingga empat tahun! 

Friday, October 20, 2023

Lebih Paham dengan Deep Talk daripada Dibentak

Catatan 20 Oktober 2023

Biasanya jika aku dimarahin sama ortu, udah langsung tahu di mana letak kesalahannya. Nah, salah satu hal yang bikin Insiden Kelinci terasa begitu memorable sampai diduga menjadi "core memory", adalah karena aku tidak langsung tahu di mana letak kesalahan aku pada saat itu. Butuh waktu dua bulan untuk tahu pasti apa yang bikin Papah almarhum tersinggung dan masygul dengan pertanyaannya aku pada saat kejadian itu. Waktu kejadiannya bulan September 2008, baru deep talk dengan beliau itu bulan November pada tahun yang sama dan ini masih keingetan sampai 15 tahun selanjutnya! 

Ya, seperti yang sudah aku ceritakan pada catatan yang lalu-lalu, Papah almarhum sampai kaget kenapa sudah dua bulan dari kejadiannya masih aja dinangisin. Sebelum ketahuan keluar air mata, beliau mana tahu aku masih sedih. Mau gak mau aku jujur aja kenapa sampai nangis padahal udah bukan tidur lagi, jadi bukan karena nangis dalam mimpi. Soalnya beneran nggak nemu alasan untuk ngeles, karena kemarinnya beneran nggak ada kejadian apa-apa yang bikin nangis. 

Malahan tepat sehari sebelumnya itu aku lagi field trip ke Penerbit Mizan dan beli satu buku seri KKPK "Ketika Waktu Berhenti"! Walaupun Papah jelasinnya sambil masih marah, setidaknya udah ada gambaran pasti dan detail tentang apa yang bikin beliau marah dari pertanyaan pada hari pertama bulan puasa itu. 

"Itu sih memang Teteh (panggilan buat aku oleh keluarga) yang salah, jelas," nada suara Papah mulai berubah, dari yang tadinya terkejut campur heran lalu menjadi nada kesal. 

Gantian aku yang terkejut campur heran karena ternyata pada insiden itu aku dianggap sebagai pihak yang bersalah. Tapi, kenapa dulu salahnya, nih? Aku hanya bisa terdiam menunggu beliau berkata lagi, meskipun orang-orang selain diriku dapat dengan mudah mengetahui letak kesalahanku. Deg-degan sekali rasanya, karena kusangka itu hanya pertanyaan (tak terlalu) biasa dari seorang anak perempuan yang penuh rasa ingin tahu tapi ternyata malah dibalas dengan amarah dari Papah. 

"Orang tua yang kehilangan anaknya karena meninggal, pastinya akan sedih jika dibandingkan atau disamakan dengan binatang!" ujar Papah dengan nada tidak suka, tetapi tidak meninggi. Di sini beliau sedang mengajakku berpikir di mana letak kesalahanku. Aku ... sama sekali tidak ada niatan untuk merendahkan manusia, apalagi adikku sendiri! Sebagai seorang kakak, tidak mungkin jika aku tidak berduka akan adik kandungku sendiri, oleh karena itu peristiwa kehilangan peliharaan yang kecil terasa sangat dalam karena sebelumnya pernah merasakan sebuah kehilangan yang besar. 

Lalu beliau menghadirkan kalimat lainnya yang membuatku semakin terkaget-kaget, "Nanti di akhirat Teteh disatuin sama kelinci, mau?" 

Hingga saat catatan ini diketik, aku tidak pernah paham benar apa yang beliau maksud dari "disatuin dengan kelinci" itu. Pastinya bukan sesuatu yang menyenangkan macam seorang cowok yang ikut menjadi kelinci paskah dalam film HOP. Kemungkinan yang paling buruk adalah tubuhku hybrid dengan kelinci. "Nggak, Pah!" ujarku ketakutan. 

"Naha atuh? (Artinya : kenapa kamu bertanya begitu waktu itu?" sergah Papah. 

Aku kagetnya bukan main, karena beliau ternyata berpikir aku menyamakan manusia dengan hewan. Padahal aku 'kan hanya heran mengapa semua orang di sekitar tidak memiliki kadar sedih yang sama untuk manusia dan hewan sepertiku. Lumayan bingung dulu itu, bahkan bisa jadi bingung banget dengan kalimat-kalimatnya Papah itu. Apanya coba yang bikin bingungnya? 

Aku sangat paham akan kesedihan Papah karena kehilangan salah satu anaknya, tapi kenapa aku dianggap menyamakannya dengan hewan? Apakah salah jika aku memberikan perhatian yang sama besarnya antara saudara sendiri dengan hewan peliharaan? Sejak kecil sudah diberitahu bahwa hewan itu tidak punya akal, lalu apakah sebuah penghinaan jika seekor hewan disayangi layaknya anggota keluarga sendiri? Kalau membandingkan dengan hewan bukan dalam rangka mengejek fisik orang, memangnya itu masih salah? 

"Aku kaget banget, Pah, denger waktu itu Papah marah," kataku lirih di antara isak tangisku, "karena gak tahu Papah bakalan marah sama pertanyaan itu."

"Temen tantenya kamu itu ada yang sampai dicuekin orang tuanya karena mereka rutin bawa anjing peliharaan mereka ke dokter hewan, tetapi si temennya tantemu itu giginya bolong gak dibawa ke dokter gigi sama mereka," balas Papah dengan rasa marah yang sudah meluntur. Beliau sangat khawatir aku menjadi orang yang seperti itu, padahal sejak dulu hingga kini tidak pernah kumiliki sifat seperti itu. 

Mulutku terkunci lebih rapat daripada tadinya. Setelah mengetahui aku ternyata telah berbuat salah, malah muncul pertanyaan baru dalam pikiranku. Mengapa beliau bisa sampai berpikir bahwa anak sulungnya lebih menyayangi kelinci daripada anaknya Papah yang lain? Dulu itu kan cuma heran sama sikap orang-orang yang gak sama kayak aku kalo ada hewan mati, yang kerasanya sama aku ya sedihnya gak jauh beda daripada berita duka cita.


Walaupun masih memberikan rasa bingung, setidaknya sudah ketemu apa yang Papah pikirkan tentang pertanyaan dari insiden itu dengan mengobrol dari hati ke hati di antara kami berdua. Sudah ketemu apa yang sebenarnya bikin beliau marah dan ternyata beliau tersinggung. Bagi beliau itu bukan pertanyaan kritis, tapi justru tidak etis. Ya, percakapan seperti tadi itu bikin lebih ngerti apa kesalahan yang kulakukan pada saat Insiden Kelinci ketimbang hanya dibentak seperti pada saat insidennya terjadi.

Saat membentakku itu, aku malah sudah lupa total apa kata-kata persisnya yang beliau katakan. 

Seperti kesimpulan dari psikolog yang menanganiku terapi pada sebuah sesi di tahun 2021 lalu, aku ini berpikir dengan sudut pandang yang berbeda. Oleh karena itu, aku sulit mengerti perasaanya Papah. Aku berpikir dengan cara yang berbeda dari orang-orang pada umumnya, bahkan sudut pandangku bisa jadi berbeda dengan kedua orang tuaku sendiri. Pengalaman ini juga membuatku belajar untuk mencari orang yang tepat untuk bertanya, karena topik-topik tertentu adalah sensitif bagi sebagian orang.

Wednesday, October 18, 2023

Menyortir Pikiran yang Paling Sering Muncul

Catatan 18 Oktober 2023

Aku sepertinya harus memilah lagi pikiran atau memori mana yang penting dan yang tidak.

"Teteh mah yang penting bisa lupa, yang gak penting inget terus," kata Mamah tadi pagi. 

Kira-kira, apa aja ya hal gak penting yang aku inget terus? Bermula dari aku menemukan sebuah merek biskuit di katalog belanjaan. Merek biskuit itu adalah yang harus dikonsumsi oleh almarhum Papah kata seseorang yang mengobati beliau tapi bukan dokter. Sayangnya, aku baru inget lagi nasihat orang itu pas sebelas tahun setelah wafatnya Papah! 

Aku cukup yakin itu merek biskuit dulu sempat dibeli meskipun aku dulu tidak sempat untuk menyampaikan perkataan "tabib" itu kepada Mamah. Untung itu bukan lupa untuk hal yang krusial. Bukan lupa tentang obat yang wajib diminum oleh Papah dulu. Namun, lupa hal yang penting memang sudah lama jadi kelemahan aku karena saking banyaknya pikiran yang tidak diinginkan berseliweran dalam otakku. 

Apa saja sih memangnya hal-hal yang sering kupikirkan? Sebaiknya didata dulu deh sebelum disortir mana yang penting dan mana yang tidak. Kebanyakan hal yang tidak penting itu malah susah payah ingin kusingkirkan dari ingatanku! Entah mengapa ada saja pikiran atau memori tidak penting yang "membatu".

Membatu ya, bukan membantu. Alias itu memori saking sulitnya dibuang dari pikiran. 

Ini dari 5 (lima) hal yang paling sering mengisi alam pikiranku, diurutkan dari yang paling sering muncul di pikiranku dan ini sama sekali bukan disengaja untuk dipikirkan :

1. Insiden Kelinci, hal yang paling membekas dari insiden tersebut adalah ketika nyaris semua orang mengira aku tidak berempati atas adikku sendiri. Apa tepatnya kata-kata yang Papah katakan ketika marahin aku malahan lupa total, samsek gak bisa inget. 
2. Keinginan untuk tampil seksi sebagai aneka tokoh kartun sebagai usahaku untuk cari jodoh atau minimal pacar. Beneran, waktuku di hape itu pasti sebagian besarnya buat cari outfits di marketplace dan terus cari event cosplay atau studio foto.
3. Memori tarian konyol temen jaman kelas IV ala iklan Tory Cheese Crackers dan memori gambar samurai karya Diva jaman kelas VI.
4. Kekesalan jaman SMP dan SMA, terutama ketika dilarang nulis curhatan di buku dan dilarang punya foto cowok yang bukan pacar aku.
5. Segala hal tentang Heinz Doofenshmirtz dan Mr. Hyunh sebagai bahan inspirasi masing-masing untuk bikin karakter Hans Durchdenwald dan Mr. Wynn.

Oke, setelah merinci semua pikiran yang paling sering timbul, lalu dinilai seberapa pentingnya pikiran-pikiran yang tanpa henti muncul bagaikan video loop sepuluh jam di YouTube!

Pikiran #1 : sudah dibahas di catatanku yang lalu, apakah ini penting atau tidak, aku masih belum tahu pasti. Kejadiannya jelas udah lama pake bangettt karena udah lebih dari 15 tahun yang lalu. Memang ada sih beberapa pelajaran yang bisa kupetik dari insiden kelinci, tapi kayaknya cuma menuhin memori otak aja kalau sampai 24/7 kepikiran selama 15 x 365. Seriusan, ini memori yang paling "batu" dari semuanya! 😓😭😰😦 Catatan aku tentang apakah insiden kelinci ini penting buat aku

Pikiran #2 : ini jelas gak sepenting mikirin tugas akhir atau kelulusan, tapi cukup penting juga karena temen-temen udah pada nikah atau minimal punya doi. Masa mau jomblo terus! Soal penting atau tidaknya, tergantung sudut pandangnya siapa dulu. Bagi Mamah yang anti baju umbar badan ya jelas sampah pikiran ini, bukan lagi gak penting! Tapi bagi aku gimana? Sebagai orang yang udah kehabisan akal buat cari jodoh, ya pikiran ini terpenting nomor tiga setelah tugas akhir dan cari pekerjaan!

Pikiran #3 : oke, kegilaan macam begini udah jelas gak penting banget. Kalau memori karyanya Diva itu kayaknya masih lebih penting dikit karena aku jadi terinspirasi buat bikin "gambar yang gitu" juga biar karyaku nanti di luar zona nyaman. Tapi gak tiap lagi ngelakuin aktivitas kepikiran juga kali buat dua-duanya. Bisa jadi ini lebih gak penting daripada memori insiden kelinci.

Pikiran #4 : penting atau tidaknya itu tergantung cara aku menyikapi memori jaman sekolah dulu yang ngeselin. Kalau hanya ngabisin waktu buat dendam ya memorinya gak penting dan aku harus belajar melupakan. Sebaliknya, kalo termotivasi buat cari prestasi malah jadinya lumayan penting. Salah satu alasan aku terjun jadi cosplayer itu kan biar aku juga punya pacar kayak mereka. 👌👍💪👏

Pikiran #5 : ini juga tergantung sikon! Kalo aku hanya berakhir bersenang-senang gak puguh dengan memori adegan-adegan tertentu dari karakter Heinz Doofenshmirtz dan Mr. Hyunh, ya gak penting. Tapi kalo itu jadi karya, tetep penting. Terhadap hiburan juga jangan hanya bersikap konsumtif, tapi harus tergerak untuk memproduksi karya! 

Monday, October 16, 2023

Gak Boleh Curhat di Buku Gegara Temen Kepo Maksimal

Catatan 17 Oktober 2023

Banyak medsos dan buku psikologi yang bilang untuk mengatasi stres dan overthinking, sebaiknya curhat aja di buku kalo gak bisa cerita sama orang. 📒📓 Tugas surat imajiner dari psikolog aku waktu itu juga tujuannya hampir sama kayak curhat di buku. Psikolog itu nyuruh bikin surat imajiner untuk almarhum Papah dan juga untuk Heinz Doofenshmirtz karena aku bilang udah gak berhasil lagi untuk mengatasi problem emosionalnya aku kalo curhat di buku diary. Ditambah jaman SMP itu beberapa temen ngelarang terus aku buat nulis keluh kesah di buku atau kertas! 

Sebenarnya nggak banyak sih temen jaman SMP itu yang ngelarang aku buat nulis kekesalan aku di buku atau kertas, tapi pelakunya tetep lebih dari satu orang! Paling sedikit itu dua orang pelakunya, dari dua itu ada satu yang paling sering cegah aku buat nulis perasaan sendiri.

"Mungkin karena isi tulisannya Teteh itu dianggap menyerang, kali," tanggap Mamah. 

Kalo mereka merasa tersinggung atau tersindir oleh curhatanku, kenapa malah baca? Mereka yang pengen baca, mereka sendiri yang gak suka! Kecuali kalo tulisannya itu dipajang di mading sekolah, baru masuk akal mereka gak suka. Curhatan di buku ya biar hati ini setidaknya lebih plong dikit-dikit, bukan buat dibaca orang-orang dan maksain pemikiran aku buat mereka. 

Terus, kenapa aku berani buat curhat di blog yang terkoneksi dengan internet? Curhat di blog itu gak segitunya bikin kepo kayak curhatan di buku! Anehnya, meskipun pemirsa blog itu adalah global, malah lebih kecil peluangnya buat dibaca sama mereka-mereka itu. Aku taroh link update blog di status WA, kayaknya hampir gak ada yang baca itu postingan. 

Karena kelakuan mereka yang "kemal" alias "kepo maksimal" itu, aku jadi sempat ragu mau ikutin tugas dari psikolog itu. Padahal mereka yang salah sendiri sukanya baca-baca tulisan pribadi orang lain, mereka sendiri yang gak suka kontennya terus malah aku gak boleh curhat di buku lagi! 

"Itu kan pengalaman kamu SMP! Mereka udah gak ada lagi di sekitar kamu. Supaya tulisannya kamu itu gak dibaca orang lain, surat imajiner itu harus kamu sobek-sobek sampai kecil banget gak kebaca lagi sama siapapun," papar psikolog aku. 

Ketika lagi nulis, emang tulisannya harus dimusnahkan biar gak memicu orang-orang "kemal" itu. Tapi jika dari habis nulis surat imajiner itu dapet insight, kayaknya harus aku share di blog pribadi, bahkan mungkin diterbitkan jadi buku! 

Sunday, October 15, 2023

Boros, Penyakit Aku Sejak Kecil

Catatan 16 Oktober 2023

Sekarang makin mudah buat beli pakaian atau aksesoris untuk cosplay yang bisa sekaligus untuk jalan-jalan! 😎😬 Harganya juga makin banyak yang murah! Tapi meskipun murah-murah, aku harus hati-hati dengan penyakit yang telah menghinggapi diriku sejak lama : pemborosan! Aku pribadi sih gak terlalu percaya dengan ramalan garis tangan, tapi ketika garis tanganku dikatakan sebagai "sifat boros", ini cocok untukku. 

Sejak kelas satu SD bahkan sudah mulai kelihatan sifat yang satu ini! Walaupun berbeda-beda dari waktu ke waktu jenis barang yang biasa kubeli, tetap saja ini menjadi problem aku. Kelas satu SD itu lebih ke boros soal beli buku komik, setidaknya sampai kelas enam. Begitu masuk SMA, ganti deh jadi boros beli jajanan. 

"Teh, jangan beli-beli komik terus, itu pemborosan!" seru Papah almarhum waktu aku kelas satu SD. 

Ketika tadi akan checkout lagi baju-baju di keranjang toko online, aku segera teringat quote dari almarhum Papah tadi. Namun, aku segera inget lagi tiap mo pergi-pergi yang bikin susah itu biasanya karena bingung mo pake baju apa. Kalo udah punya banyak baju kan jadi ada banyak pilihan. Trus, nggak mager lagi deh mau bepergian.

Thursday, October 12, 2023

Satu Lagi Kartun yang Paling Relatable : Lilo and Stitch!

Catatan 13 Oktober 2023

Salah satu kartun yang mewarnai masa kecilku adalah "Lilo and Stitch"! Bahkan saat kartun itu tayang di bioskop, aku nonton lho barengan Mamah dan dua orang kerabat. Dulu nontonnya waktu umur lima tahun, saat itu belum ngerti bener sama jalan ceritanya tapi udah ngeh bahwa memang ada beberapa momen yang menyedihkan dalam film itu. Adegan Lilo (salah satu tokoh utama) dan Nani (kakaknya Lilo) lagi naik ranjang gantung barengan malem-malem, waktu pertama nonton udah kerasa itu adegan yang ada feel sedih walaupun dulu belum ngerti apa konfliknya mereka di adegan tersebut. 😭😢😵😷

Sampai-sampai adegan dua bunga kemboja putih terbang melayang di udara habis mereka berdua berkumpul itu aja rasanya mau nangis liatnya dulu, walaupun waktu kecil dulu belum paham konteksnya adegan itu. 

Dua minggu yang lalu, aku coba-coba baca ulang tentang film Lilo and Stitch itu di internet. Ternyata adegan di ranjang gantung itu emang konteksnya mengharukan, karena Lilo akan dipisahkan dari kakaknya Nani. Setelah ortu mereka meninggal dunia belum terlalu lama, kini kedua kakak-beradik itu harus berpisah. Meninggalnya ortu mereka juga menjadi alasan mengapa Stitch menjadi peliharaan Lilo walaupun spesies dia itu alien dan Stitch ikut mendapatkan peran utama dalam filmnya. 

Sepertinya sebelum bertemu dengan Stitch, Lilo pernah memiliki hewan peliharaan yang normal kemudian hewan tersebut mati dengan spesies yang tidak diketahui (kemungkinan besar itu adalah anjing). Berhubung kematian kedua orang tuanya Lilo dan Nani ini diceritakan masih agak baru, Lilo teringat kembali akan meninggalnya ortunya ketika piaraannya mati. Jadi, saat Nani ajak adiknya itu ke toko anjing peliharaan, sang kakak mencari hewan yang tidak mudah mati. Di situlah mereka berjumpa dengan Stitch untuk yang pertama kalinya dan Lilo mengira dia juga adalah anjing, padahal dia itu alien. 

Ini pertama kalinya aku nonton kartun yang ortu main chara-nya udah meninggal. Ya, sebelum aku nonton Upin dan Ipin. Lilo and Stitch ini semakin relatable buatku. Pada saat aku baru-baru nonton, aku relate dengan Lilo karena dia tidak punya teman akibat dari sifatnya yang agak aneh, mirip sekali dengan kisah hidupku saat TK.

Ternyata, bagian yang paling relatable buat aku adalah Lilo teringat kembali peristiwa kematian kedua ortunya saat hewan peliharaan dia mati sebelum kenal dengan Stitch. Sama seperti ketika Insiden Kelinci dalam hidupku itu, karena jarak waktu kejadiannya gak terlalu jauh dari meninggalnya adikku. Seperti yang sudah seringkali kuceritakan, hanya mendapatkan kabarnya bahwa kelinci itu mati saja bikin memori adikku yang wafat itu terputar lagi dalam pikiranku seperti sebuah video. Karena orang di sekitar Lilo hanya ada kakaknya saja, dia tidak akan menyadari bahwa dia hanya sendirian menangisi kematian hewan peliharaannya.

Wednesday, October 11, 2023

Membedah Diary Jaman Lulus SMA

Catatan 12 Oktober 2023

(Sebenarnya ditulis pada tanggal 17) 

Salah satu manfaat menulis diary adalah "memperjelas kenangan yang samar-samar". Kuakui, ada perasaan cringe kepada diriku sendiri ketika membaca diary aku yang ditulis lebih dari lima tahun yang lalu. Satu-satunya alasanku untuk menengok kembali isi diary "jaman lulus SMA tapi belum jadi mahasiswa" itu adalah ingin membaca tulisanku pada saat itu tentang Insiden Kelinci. Meskipun selama bertahun-tahun lamanya aku terus menuliskan memori akan insiden tersebut, pastinya tulisanku dari masa ke masa telah mengalami perubahan karena pemahamanku juga semakin berkembang.

Entri dari diary yang aku tunjukkan fotonya di sini adalah catatan pada tanggal 19 Juli 2016. Pas banget itu adalah beberapa lembar terakhir dari buku agenda yang kujadikan diary, jadi nyari catatan tentang insiden kelinci itu gak susah. Dulu, hanya kutuliskan bahwa aku membuat pertanyaan di dalam kepalaku ketika kelinciku mati, lalu pertanyaan itu kutanyakan langsung kepada almarhum Papah. Saat menulis itu, belum tahu apa yang sebenarnya mendorongku untuk bertanya seperti itu. 

Ketika membaca kembali buku harianku yang lawas itu, aku memosisikan diriku sebagai orang lain, bukan diriku sendiri. Ibaratkan aku ini sebagai orang lain yang tidak mengalami peristiwanya atau bukan sebagai saksi matanya. Sambil membaca kalimat per kalimat yang tertulis di dalamnya, aku berpura-pura sebagai orang lain yang hanya mengetahui kisah itu lewat tulisan curhat tersebut. Mulai deh paham, kenapa kebanyakan orang menyalahkanku ketika bertanya seperti itu dan menganggap diriku tidak berempati dengan adikku sendiri. 

Seandainya aku membaca curhatan orang lain yang bertanya hal yang sama, aku juga akan heran. Aku pastinya akan berujar, "Ya iyalah orang akan lebih sedih dengan meninggalnya adik orang itu ketimbang kelinci peliharaannya!" Jika ada orang yang bertanya demikian kepadaku, reaksinya mungkin akan seperti itu juga tetapi aku tidak akan tersinggung seperti Papah almarhum karenaku. Walaupun aku mengeluarkan kalimat "Ya iyalah" itu, tetap saja diriku tidak akan langsung mengira sang penanya tidak menggunakan akal sehatnya, tetapi justru malah membuahkan rasa penasaran. 

Ada apa dengan hidup si penanya hingga terpikir untuk bertanya seperti itu? 

Padahal pertanyaan itu timbul karena bagiku hewan peliharaan yang mati juga memberikan kesedihan yang cukup dalam, seperti kepada anggota keluarga sendiri. Aku belum menjelaskan di catatanku itu dan kepada beliau bahwa ketika kelinciku mati itu membuatku teringat kembali akan sebuah memori sedih yang sebelumnya menimpa keluargaku. Tidak dijelaskan juga pada catatanku yang dulu apa yang sebenarnya memicuku untuk bertanya seperti itu, padahal ini adalah salah satu detail yang penting tapi hilang. Lewat sekian banyak pengalamanku curhat kepada orang-orang, jadi semakin paham bahwa segala hal yang terjadi sebelum insiden itu adalah penting untuk diceritakan.

Pada catatan yang jadul ini, sayangnya tidak ada penjelasan seperti itu, karena dulunya kukira orang-orang akan otomatis merasakan kesedihan yang sama dalamnya denganku untuk hewan. Dulu kusangka semua orang yang menyayangi hewan akan menganggap mereka seperti sesama dari kita. Makanya aku kaget ketika orang-orang di rumah tidak bersedih sepertiku untuk kelinci itu. Saat kelinci terakhir yang dibeliin abangnya Papah itu mati, aku merasakan duka cita dan ternyata ini perasaan yang tepat sama dalamnya ketika adikku wafat.

Karena cara berpikirku yang berbeda dengan orang kebanyakan, jadinya terkadang bingung ketika orang lain merasa tersinggung atau janggal dengan perkataanku. Pada umumnya, orang memisahkan antara manusia dengan hewan, hewan yang dianggap seperti manusia itu kata mereka tidak sesuai dengan akal sehat. Salah satu sebabnya adalah karena hewan itu dianggap makhluk yang rendah, sehingga jangan disikapi dengan perasaan yang sama dengan kepada sesama manusia, itu kata orang kebanyakan. Pernah seorang netizen di Twitter cerita ke aku bahwa dia bikin bokapnya bingung karena kehilangan kucing bisa bikin dia dan nyokapnya berduka kayak kalo wafatnya orang aja.

Oh ya, setengah dari halaman buku pada foto yang kedua di atas sudah pernah ku elaborasi (kuceritakan secara rinci) di catatanku yang lainnya kurang lebih pada dua tahun yang lalu (2021). Catatanku tentang foto yang kedua 

Pada foto diary di atas, kutulis "tidak mungkin aku menceritakan yang sebenarnya" kepada temanku yang memergoki aku menangis teringat insiden itu saat jam keputrian di kelasku. Itu karena dulu aku biasa di-bully, salah satunya akibat pemikiranku yang sering aneh kata orang. Apalagi dulu kami masih sama-sama bocah! Udah aku dewasa aja masih ada temen yang nyalahin dan ngetawain insiden itu, apalagi kalo kami masih bocil!

Tanggal 12 Oktober 2008 ini tepat lima belas tahun yang lalu adalah hari Hal-Bil keluarga besarku ke Lembah Bougenville Resort, Lembang. Pada acara itu, aku dan salah satu ART keluarga melakukan sebuah percakapan yang meaningful ketika duduk di tepi kolam koi untuk melakukan fish dip

Kata beliau, "Kita jangan merasa sebagai yang paling bodoh, karena banyak orang yang lebih bodoh daripada kita." Bahasanya mungkin bisa diperhalus menjadi "Kita jangan merasa sebagai yang paling bodoh, karena banyak yang kagum dengan kita yang dianggap lebih cerdas daripada mereka."

Kalimat yang meaningful dari ART tersebut sayangnya bukan dalam konteks secara khusus mengomentari insiden kelinci, karena aku dulu tidak pernah berani membagikan kisah itu kepada siapapun. Bahkan kisah insiden kelinci ini tadinya kusembunyikan dari Mamah yang bukan saksi mata juga. Ini karena dulu aku saking inginnya melupakan kejadiannya, tapi tidak kunjung lupa. Kejadian itu selalu teringat dalam benakku, tapi dulu gak mau bahas itu sama siapapun kecuali dengan adikku yang besar karena dia satu-satunya saksi mata. Catatanku tentang foto yang ketiga (pengalaman di Lembah Bougenville)
Ini mungkin jadi kali pertama aku berani nulis kalimat pertanyaan yang bikin Papah marah ketika insiden itu. Isi diary yang lebih dulu-dulu kayak jaman SMP sih gak dirinci kayak gimana bunyi kalimat pertanyaannya. Cuma dituliskan kurleb "Papah marah karena aku bertanya tentang kelinci yang mati". Bahkan di catatan diary jaman kelas tujuh ke bawah, nggak disebut dengan tepat alasannya beliau marah karena dulunya beliau dikirain aku karena benci sama kelinci.

Dalam keempat foto catatanku di atas,  dari satu kejadian ke kejadian lainnya yang diceritakan itu, seakan terjadi dalam jarak waktu yang singkat. Padahal dari Insiden Kelinci ke momen ngobrol sama ART di saat halal bihalal 2008 aja ada waktu sebulan lebih! Insiden Kelinci 'kan kejadiannya pada hari pertama bulan puasa di tahun yang sama (1 September), jadi pasti ada jarak sebulan lebih ke acara halal bihalal yang udah lewat semingguan lebih dari lebarannya. Lalu, dari hal-bil itu ke ketika aku diancam Papah bakalan "disatuin sama kelinci" itu ada jarak waktu hampir sebulan, jadi ada jarak dua bulan dari peristiwanya untuk deep talk dengan Papah itu!

Ternyata Insiden Kelinci ini memang berbuntut sangat panjangnya, tidak seperti buntut kelinci yang hanya bulat kecil simpel. Selama bertahun-tahun, orang terus mengiraku menyalahkan Papah dan mengasihani diri dengan menulis diary akan hal itu. Hanya sedikit orang yang paham apa yang kumaksud sebenarnya, yaitu sahabatku Diva sejak kelas V dan dua temanku dari terapi crafting, yaitu mas Daniel dan Mbak Icha. Dengan pemahamanku yang sekarang, kalau jadi orang lain sih pastinya akan heran mengapa aku yang dulu itu lama ngertinya di mana letak kesalahannya.

Karena gak semua orang menghayati hewan sepertiku, jadi aku heran sama orang lain dan juga sebaliknya. Penting buat diingat, jangan dikira dengan menghayati hewan itu jadi tidak ada rasa kehilangan dan sedih untuk adikku sendiri, ya?

Tuesday, October 10, 2023

Rencana Galeri Foto Cosplay di Blog

Catatan 10 September 2023

Inget deh sepuluh tahun yang lalu bahkan udah lebih, sohib aku nunjukin foto momen milad salah satu idolanya. Idola yang lagi milad itu adalah Mezty, salah satu member 7ICONS (sang sohib ini ngidolain semua membernya, dia bukan akgae jadi semua member itu girlband dia demen). Waktu kami berdua masih kelas IX SMP semester kedua yaitu pada tahun 2013 lalu, Mezty membagikan foto-foto momen tersebut di blog pribadinya, meskipun pada tahun itu sudah lahir Instagram. Keingetan itu karena aku tepat seminggu yang lalu juga lagi ultah. 🎂🎉🎁

Karena tepat sehari setelah miladnya aku, ketauan deh sama Mamah aku pernah cosplay jadi Crystal Zilla! Itu adalah pertama kalinya pake banget aku ikutan event cosplay, jadi harap maklum kalo perutnya belum rata. Asli dah malu berat pas tampil di panggung, apalagiiii waktu video waktu tampil itu tercyduk oleh Mamah! Namun, ada ketakutan yang jauh lebih besar daripada itu, yaitu orang-orang edan yang bermedsos. 👻😱

Aku pernah bikin instastory tentang tanaman batu aja pernah di-DM cowok yang pengen VC an dengan tujuan ekshibisi dia mainkan "senjatanya"! Mengerikan, bukan? 😱💀❄

Jadi timbul ide, aku pengennya posting foto-foto aku lagi cosplay itu sebaiknya di blog pribadi aku aja. Isi blog aku selama ini boleh dibilang melulu tentang Insiden Kelinci. Boleh jadi insiden itu traumatis buat aku, tapi aku gak boleh terlalu lama larut di dalamnya sampai lupa ngetik hal-hal yang happy. Lagipula rasanya kagok kalo curhat tentang "behind the scene" dari foto-foto cosplay tersebut dalam caption, jadi alasan lainnya mengikuti jejak Mezty pajang foto-foto di blog pribadiku adalahhh biar bebas nulis cerita kenangan di balik fotonya. 👣👣

Oh hampir aja lupa untuk nambahin, apakah aku bakalan berhenti untuk update di Instagram dan Facebook? Jangan sampai berhenti dong untuk nge-post di kedua media sosial itu! Namun, yang mau dipajang di IG dan FB itu kayaknya cuma foto pas lagi jahit outfit items atau foto yang dicrop. Di blog baru deh berani posting fotonya secara full body. 

Thursday, October 5, 2023

Bersedih Untuk Hewan Peliharaan Seperti Kepada Anggota Keluarga Sendiri Itu Valid!

Catatan 5 Oktober 2023

Ini adalah postinganku yang pertama di usia lewat seperempat abad. Banyak hal dari ingatanku yang seakan abadi. Kemarin aku baru saja membaca sebuah postingan di Instagram, bahwa orang yang ragu akan dirinya sendiri adalah orang yang butuh validasi. Kata Nenek sekitar bulan puasa lalu (pada tahun 2023 ini), aku memang seringkali masih meragukan diriku sendiri. 

Contoh yang paling penting adalah ketika Insiden Miskomunikasi Seputar Kelinci itu, jangan bosan ya. Aku saat itu sudah mengetahui bahwa orang-orang bersedih ketika adikku wafat itu karena dia adalah manusia, sedangkan mereka tidak bersedih ketika kelinciku mati karena kelinci itu cuma hewan. Nenek bilang, walaupun aku sudah tahu jawabannya, aku masih meragukan validnya jawaban itu. Hal yang membuatku ragu adalah "apakah jawaban itu sudah cukup lengkap soal perbedaan manusia dengan hewan".  

Lebih tepatnya, apakah benar hanya karena berbeda spesies saja orang-orang jadi berbeda ketika menyikapi antara kehilangan anggota keluarga dengan hewan peliharaan? 

Ketika adikku wafat aku berduka cita, tentu saja juga orang-orang yang ada di sekitar. Bahkan hingga berbulan-bulan setelah wafatnya adikku itu, salah seorang keponakan perempuan Eyang Putri mengatakan dia teringat tangisan almarhum ketika dia mendengar sebuah ringtone mirip suara bayi menangis dari ponselnya. Beliau bukan saudara dekat kami, tetapi sering bertemu dengan keluargaku sehingga sudah memiliki hubungan yang dekat dengan kami. Sekali lagi sayangnya rata-rata orang berpikir bahwa aku tidak mampu merasa kehilangan atas adik sendiri.

Kurang dari dua tahun sejak meninggalnya adikku, terjadilah Insiden Kelinci itu. Mungkin karena peristiwa duka yang menimpa keluarga kami saat itu belum terlalu lama berlalu, pikiranku tanpa disengaja flashback peristiwa itu tepat ketika aku mendengar kabar kelinciku mati. Ini mirip dengan adegan di mana Marlin si ikan badut dari film animasi Finding Nemo yang mengalami flashback ketika Nemo, anaknya, diculik oleh penyelam karena melihat sebuah kacamata renang kepunyaannya sang penyelam tersangkut di antara kapal karam. Karena pernah merasakan sebuah kehilangan yang besar (bahkan imbasnya sampai kepada saudara yang sudah agak jauh tadi itu), kehilangan yang jauh lebih kecil pun terasa hampir sama pedihnya bagiku. 

Diriku ini yang biasanya tenggelam dalam duniaku sendiri, pada saat itu aku mulai memperhatikan reaksi orang-orang di sekitarku dan apa saja yang mereka lakukan. Ketika aku merasa sangat sedih hanya untuk kelinciku, kulihat orang-orang yang terdiri dari anggota keluargaku bersikap biasa saja seakan tidak terjadi apa-apa. Di alam bawah sadarku, aku meragukan validitas rasa sedihku karena aku hanya menangis sendirian. Bersedih karena ditinggal anggota keluarga terutama saudara kandung sih jelas valid, tetapi apakah bersedih atas kematian hewan peliharaan juga valid? 

Awalnya gak yakin diriku bahwa kesedihanku untuk piaraan adalah valid, di saat usiaku hampir sebelas tahun aku ingin mengetahui lebih lanjut perbedaan manusia dengan hewan. Syukurlah kini banyak netizen yang suportif dan sudah aware dengan kesehatan mental juga banyak yang pet lovers sampai sangat menjiwai piaraan mereka. Pertanyaan manusia vs hewan itu kini terjawab sudah. Di saat usiaku kini sudah lebih dari seperempat abad, aku sudah tahu bahwa setiap perasaan adalah valid. 

Tidak perlu menunggu banyak orang yang berperasaan sama dengan kita untuk mencari validasi atas perasaannya kita, karena perasaan itu sudah valid dengan sendirinya. 

Sunday, September 24, 2023

Mau Bilang Apa ya Kepada Papah dalam Surat Imajiner Selanjutnya?

Catatan 25 September 2023

Setidaknya aku kini sudah tahu apa yang harus kulakukan ketika memori sedih itu memenuhi benakku. Sayangnya, walaupun sudah tahu harus menulis surat imajiner untuk Papah tetap saja hal itu kadang-kadang lupa untuk dilakukan atau kepalaku blank ketika akan menulis. Apalagi pekan-pekan di bulan September ini lagi sibuk menyiapkan sidang, mana sempat menulis surat yang seakan ditujukan untuk almarhum Papah itu. Apa lagi nih yang mau "disampaikan" kepada beliau karena semuanya sudah dikatakan dalam surat-surat imajiner sebelumnya.

Oh ya, aku ingin menyampaikan tentang teman akhwat SMA aku yang akhirnya memahami maksudku di balik pertanyaan itu! Pada saat kami masuk SMA pada sepuluh tahun yang lalu yaitu 2013, itu adalah satu tahunnya Papah meninggal dunia. Temanku itu tidak sempat untuk kuperkenalkan kepada beliau. Padahal andai saja beliau masih hidup saat ini, sang kawan bisa saja membantuku menjelaskan pertanyaan aneh itu ketika bertemu dengan beliau. 

Papah di sana pastinya akan senang dan bahagia karena ada seseorang di luar keluarga yang lebih mengerti sifat aneh aku. Dengan sepupu-sepupu perempuan saja kurang akrab aku ini karena sudah jarang sekali bertemu. Kecuali dengan Teh Alma, kami terkadang chat di DM Instagram. Semoga saja dengan menyapa kembali saudara-saudara dari Papah terutama sepupu dapat menjadi teman yang sama akrabnya dengan teman di sekolah dulu. 

Membukukan Semua Catatan Sejarah Insiden Kelinci

Catatan 25 September 2023

Sekian buanyakk catatan blog aku seputar Insiden Kelinci yang diakibatkan oleh miskomunikasi! 📓 Makin mantep nih buat semuanya dikumpulkan lalu dijadikan satu buku! Kayaknya buku tentang itu bakalan tebel pake bingits, soalnya itu catatan udah dari tahun 2021 lalu. Udah dua tahunan cuy aku ngetik di blog pribadi tentang insiden yang ikonik dari jaman aku kelas lima itu. 

Rencana buat bikin buku tentang itu bukan pikiran yang baru, lho. Dua tahun yang lalu udah ada ide buat terbitkan buku yang menceritakan kisah insiden itu, malahan sampai jadi konten challenge kepenulisan di Facebook! Sayangnya, pada saat itu ideku mandeg di tengah-tengah seperti biasanya jika aku lagi nulis buku. Khusus buku tentang insiden tersebut, penyebab mandegnya ideku itu karena belum ada penyelesaian dari memori yang masih terus menghantui diriku itu. 

Sepertinya proyek challenge kepenulisan itulah yang memperkuat keinginanku untuk terapi ke psikolog pada akhir 2021 lalu. Proyek challenge itu kuikuti pada awalnya tahun tersebut. Jika sedang menulis buku, harus ada penyelesaiannya seperti halnya ketika kita menulis alur cerita sebuah novel. Tidak hanya terdapat pengenalan, konflik, dan klimaksnya saja. 

Memori yang terus berputar-putar dalam benakku itu harus segera kuselesaikan! Harus, tidak boleh ditunda-tunda lagi karena sudah terlalu lama belum terselesaikan! Karena psikolog aku itu keburu melahirkan tahun kemarin, makanya terpaksa terapi ini terjeda. Walaupun belum sepenuhnya hilang rasa bersalahku akibat insiden itu, setidaknya gejalanya sudah tidak terlalu parah seperti sebelum terapi. 

Dulu, setiap kali aku teringat insiden itu aku menangis sesenggukan (tetapi masih bisa tanpa suara). Sehabis terapi itu, sudah tidak ada lagi refleks nangis jika sedang teringat tentang insiden itu. 

Tidak akan mungkin salah lagi, buku tentang kejadian yang melibatkan kesalahpahaman tentang pertanyaanku yang mencari perbedaan antara manusia dan hewan itu akan mencapai ketebalan yang sangat! 👉👉👍 Mungkin saja tebalnya halaman buku itu akan sama seperti buku "Queer Menafsir" yang sempat viral pada bulan puasa yang jatuh pada bulan April 2023 lalu! Kalau udah bongkar-bongkar banyak buku jaman bocah SD dulu, bisa jadi catatan tentang insiden itu bakalan makin banyak. Pastinya akan mengasyikkan untuk mengetahui perkembangan mental aku mulai dari usia praremaja hingga kini diriku lebih dari seperempat abad. 

Insiden Miskomunikasi Soal Kelinci, Pentingkah Bagiku?

Catatan 24 September 2023

Sudah hampir sebulan aku tidak menambahkan postingan di sini. Setelah usai sidang akhir pada Jumat kemarin lusa tanggal 22 lalu, mungkin ideku keluar lagi. 💭 Insiden Kelinci sudah melewati lima belas tahun ketika tanggal 1 lalu di bulan ini, ternyata masih sering kepikiran. Walaupun sudah lega punya "teman" yang sama-sama sedih ketika Lula si kucing mati sebulan yang lalu, entah mengapa masih belum bisa sepenuhnya melupakan insiden itu. 

Sepertinya nama yang lebih tepat untuk insiden itu adalah "Miskomunikasi Soal Kelinci". Bukan matinya si kelinci yang bagiku traumatis itu, melainkan karena terjadinya kesalahpahaman sehingga Papah marah tak diduga-duga. Usiaku saat mengetik ini hampir 26 tahun, sedangkan ketika miskomunikasi itu terjadi aku akan berulang tahun yang kesebelas. Jauh sekali ya perbedaan usia antara aku yang sekarang dengan ketika momen absurd dan penuh rasa bersalah itu terjadi? ⚡😳

Kata Papah kepadaku saat masih kelas enam dulu karena lupa dengan sebuah mimpi, "Jika sesuatu itu penting bagi Teteh, Allah SWT akan membuat suasana supaya Teteh ingat terus akan hal itu." 

Bisa jadi peristiwa itu sebenarnya penting bagiku, karena aku terus menerus teringat meskipun sudah berkeras untuk melupakannya. Ini agak aneh karena hal yang memang penting di saat ini seringkali malah sulit untuk diingat. Tetapi percaya saja dulu dengan quote dari almarhum Papah itu, bisa jadi peristiwa di masa kecilku itu memang penting. Aku juga tidak berani untuk melabeli diriku terkena PTSD karena memang belum ada diagnosanya dari tenaga profesional.

Dari terjadinya miskomunikasi antara aku dengan salah satu orangtuaku itu, sudah banyak sekali hal yang kupelajari selama lebih dari satu dekade lamanya. 

Jika dibuatin daftarnya, udah banyak-banyak banget hal yang dipelajari dari peristiwa itu :

1. Istilah "etis", beneran baru tau ada istilah ini setelah terjadinya insiden itu. Dua bulan dari peristiwa itu, aku curhat dengan Papah almarhum karena ternyata masih sering kebayang-bayang kejadiannya. "Itu pertanyaan yang tidak etis," kata beliau. Kaget bener waktu dulu tau itu dianggap gak sopan pertanyaannya.

2. Pertanyaan yang tidak etis itu ketika langsung saja membandingkan antara manusia dengan hewan. Iya sih aku emang pengen tau lebih lanjut perbedaan kedua makhluk itu, tetapi kalimatnya jika diubah ketika bertanya itu tidak akan terdengar sebagai pertanyaan yang tidak sopan. Guru jaman SMA pernah nanyain perbedaan manusia dengan hewan, aku jawabnya cuma mentok di kalimat klise "manusia punya akal, hewan tidak." Padahal jawabannya yang lebih tepat adalah manusia lebih berharga karena tidak tergantikan oleh apapun, beda dengan hewan yang cenderung cepat tergantikan dan penampilan serta kelakuannya relatif identik antara satu sama lainnya dalam satu spesies (kucing bisa beda-beda sih kepribadiannya, tapi gak terlalu variatif kayak orang). 

3. Kesedihan yang udah menetap dalam lama yang tidak wajar, sebaiknya segera curhat sama anggota keluarga, guru, atau tenaga profesional. Kalau belum ada budget ke psikolog, sama guru yang paling dipercaya aja dulu. Nyesel dulu gak buruan seeking help dan malah berkutat di obsesi dengan Danny Phantom. Sikapku malah jadi tambah aneh dan kesedihan ini gak kelar-kelar,  harusnya dulu curhat sama Eyang Kakung yang bijaksana.

4. Jangan sekali-kali bergantung penuh dengan sesuatu yang hanya bisa memberikan kesenangan sesaat ketika lagi sedih! Setelah denger banyak cerita dari para cowok tentang rokok, ternyata cara kerjanya itu mirip aku saat terobsesi dengan Danny Phantom dulu. Setelah Danny Phantom ternyata nggak bikin ilang sedih gegara insiden itu, malah pindah ke tokoh kartun lainnya dan ini hasilnya gak jauh beda. Akhirnya pas 2018 lalu pernah jadi objek penelitian sodara yang calon psikolog dan tiga tahun setelahnya, yaitu 2021, ke psikolog yang udah buka klinik psikologi beneran. 

5. Sudut pandang yang sama sekali baru buatku. Ternyata di telinga orang lain, pertanyaan "mengapa orang hanya sedih dengan anggota keluarga tetapi tidak begitu untuk hewan" itu dapat terdengar seperti judging (menghakimi) orang yang biasa saja untuk hewan peliharaan yang mati. Padahal di situ aku beneran nanya pengen tau sebabnya mereka bersikap berbeda untuk piaraan. Perkataan langsung yang bernada aja bisa ada salah komunikasi, apalagi pesan chat atau komentar di media sosial yang tidak bernada, kan?

6. Kesedihan akan meninggalnya satu individu itu dipengaruhi oleh interaksi kita dengannya. Aku merasa sedih yang sama dalamnya ketika ditinggal anggota keluarga dan hewan peliharaan itu karena aku sama banyak berinteraksi dengan mereka. Orang-orang di sekitarku kan tidak ikut memelihara kelinci dari Wa Aden itu. Waktu seekor kelinci milik sekolah jaman SD mati dengan sadis karena kepalanya tidak ada, aku cuman bisa ngeri saja tanpa bersedih karena tidak pernah tau selama hidupnya kelinci itu.

7. Ada hal yang mutlak dianggap sebagai perbuatan salah, ada pula hal yang dianggap kesalahan itu tergantung pemahaman tiap orang. Ketika aku berkata kasar, tidak kaget jika dimarahi Papah karena perbuatan seperti itu mutlak adalah kesalahan. Tetapi ketika curhat insiden kelinci ini ke berbagai macam orang, penerimaannya sangat bervariasi. Mulai dari yang nggak tedeng aling-aling ngejek dan nyalahin, ada juga yang maklumin bahkan sampai ada yang muji itu pertanyaan yang keilmuannya tinggi walaupun masih aku kurang tepat dalam merangkai kata. 📈

8. Terkadang kita sulit memahami akan sesuatu itu bukan karena kita bodoh, tetapi karena sudut pandangnya kita yang masih belum sama dengan orang lain. Aku yang memandang hewan peliharaan itu berharga seperti anggota keluarga sendiri, sulit memahami Papah yang tersinggung. Di sini sudut pandangnya beliau itu hewan itu biar bagaimanapun kedudukannya rendah dari manusia, jangan disetarakan. Padahal tidak mungkin aku prefer hewan peliharaan over saudara sendiri, manusia tetap jauh lebih berharga daripada hewan.

9. Umur hewan itu cenderung lebih pendek daripada manusia, sehingga jika anggota keluarga yang meninggal jleb-nya kebangetan. Apalagi jika anggota keluarga itu meninggal di usia 10 tahun ke bawah. Setelah aku ingat-ingat, lebih sering peristiwa matinya hewan peliharaan (biasanya kucing) daripada meninggalnya anggota keluarga baik kerabat atau keluarga inti. Makanya kematiannya hewan itu kurang membuat sedih dan tidak terlalu mengejutkan karena kita sudah tidak berekspektasi mereka akan berumur panjang.

10. Merangkai kata itu sangat penting untuk dipelajari! Kesalahan dalam merangkai kata dapat mengubah makna dari pesan yang akan kita sampaikan, bisa saja maknanya itu berubah total. Bahkan bisa jadi pesan yang diterima itu malah jauh berbeda dengan apa yang kita maksudkan. I learned the hard way. 

11. Biasakanlah untuk berpuasa sunnah, jadi ketika bangun sahur untuk Ramadhan tidak kaget lagi tubuh kita. Penyebab insiden kelinci itu terjadi adalah ketika sahur Ramadhan pertama tahun itu, aku dikejutkan oleh kabar matinya kelinciku. Jika sudah terbiasa bangun sebelum subuh, apapun yang terjadi pada sahur pertama Ramadhan tidak akan membuat kita terkejut. Sebenarnya kurang tepat juga jika memberi kabar buruk di saat dini hari begitu, tapi itu mungkin bukan lagi masalah jika tubuh kita sudah siap.

12. Tuliskan isi buku harian secara jujur, karena dahulu pernah ada periode aku tidak menceritakan bahwa aku bertanya hal yang kontroversial itu ketika matinya sang kelinci. Waktu kelas V hingga SMP kelas VII, aku cuma menuliskan bahwa aku dimarahin Papah hanya karena menangisi kelinci mati. Sebenarnya bukan niatku menjelekkan ayahku, itu karena pada saat itu tidak mau mengingat lagi pertanyaan itu. Adikku Irsyad bikin aku sadar bahwa perbuatan seperti itu malah jadi seperti memfitnah Papah dan setelahnya aku mulai menuliskan pengalaman itu secara lengkap apa adanya, baru deh kesedihan itu mulai sedikiiiit teratasi. 

Monday, August 14, 2023

Kematian yang Menyembuhkan Trauma

Catatan 15 Agustus 2023

Kematiannya Lula yang sudah semingguan lebih, anehnya bikin aku mulai berhenti sedih dan bersalah akibat Insiden Kelinci. Menurut temanku jaman SMA, sebenarnya Insiden Kelinci itu dipicu oleh pertanyaan dalam diriku "Apakah orang lain ada yang sama sedihnya sepertiku untuk matinya hewan peliharaan?" Keluarga inti terutama Irsyad adikku yang besar ternyata sangat sedih ketika Lula si kucing mati, sama sepertiku. Aku memang sudah sering mendengar kisah orang-orang yang berduka ketika mereka kehilangan hewan peliharaan, baik itu cerita fiksi, biografi orang luar negeri, atau postingan pet owners di media sosial.

Namun, sangat jarang aku melihat kesedihan semacam itu di dunia nyata apalagi dari orang yang memang aku kenal secara langsung. Jadi terjawab sudah pertanyaan itu, yaitu memang nyata adanya orang yang merasakan kesedihan mendalam walaupun dikata "hanya" hewan peliharaan yang mati. Temanku itu juga bikin aku "ngeh", ternyata aku ingin mencari orang lain yang sama-sama bersedih ketika hewan mati ketika insiden itu. Bukan sekadar ingin mencari tahu mengapa meninggalnya sesama manusia terasa berbeda dengan ketika yang meninggal itu hewan.

Adikku Irsyad yang besar juga ikut pelihara kelinci itu, tapi dia waktu itu B aja. Mungkin karena dulu dia masih duduk di kelas 2 SD.

Dalam beberapa catatanku yang lain, aku menceritakan bahwa aku "ngehalu lebay" sebelum aku bertanya perbedaan antara anggota keluarga dengan hewan itu. Maksudnya dari ngehalu lebay itu adalah aku membayangkan Papah menjawab pertanyaanku dengan kalimat, "Adik kan manusia, kelinci kan binatang." Bagiku, jawaban Papah versi halu itu belum sepenuhnya menjawab pertanyaan itu. Untungnya sudah banyak orang yang memberikan versi jawabannya masing-masing, baik itu dari orang IRL atau sesama pengguna Twitter.

Kuharap dengan mengetahui perbedaan manusia dengan hewan itu, aku dapat mengerti alasan mengapa orang-orang level sedihnya tidak sama kayak aku. Sayangnya, aku salah merangkai kalimat ketika bertanya. Terjadilah miskomunikasi antara aku dan Papah. Beliau jadi tersinggung tanpa kusengaja sama sekali, jadinya jawaban beliau versi RL itu bertolak belakang dengan jawaban versi halu yang tadi itu.

Menurut salah satu dari banyak jawaban dari netizen, kematian hewan itu cenderung kurang terasa menyedihkan karena life span mereka yang cenderung jauh lebih pendek daripada manusia sehingga kematiannya relatif tidak mengagetkan dibandingkan meninggalnya manusia, ini juga yang membuatku mulai bisa melupakan sedih akibat Lula mati. Ternyata ketika aku sudah mulai tidak terlalu bersedih lagi dengan kematiannya Lula, adikku Irsyad yang terbesar rupanya masih berduka. Setiap kali dia akan memberi makan para kucing di rumah kami, Lula itu yang paling reog. Maka, kematiannya satu-satunya kucing betina kami itu menyisakan luka yang cukup dalam baginya dan ini membuatku terperangah, ternyata aku bukan yang sendirian berduka cita atas hewan! 

Untuk adikku yang kecil Fariz, dia juga sedih tetapi tidak bisa terlalu mendalam karena sudah sibuk dengan berbagai kegiatannya sebagai siswa baru di kelas X SMA! Walau level kesedihan Fariz ketika Lula mati tidak sama seperti aku dan Irsyad, setidaknya aku sudah tahu bahwa bukan sendirian di keluargaku yang bisa merasakan sedih untuk hewan. Kalau saja waktu itu tidak segera ingin membuat proyek figurin, mungkin aku juga akan masih bersedih. Akan tetapi, sebesar apapun kesedihan aku ini, tetap tidak akan mengalahkan kehilangan untuk sesama manusia apalagi anggota keluarga.

Saturday, June 3, 2023

Hati Nelangsa Karena Kurang Piknik? Bukan, Karena Inti Masalahnya Belum Kelar!

Catatan 4 Juni 2023

Bukannya aku gak bersyukur ya, ternyata sampai bulan ini aku masih juga sering flashback Insiden Kelinci. Bukan sengaja di-recall, tapi emang tiap hari keingetan terus kayak nggak bisa lupa. Pikiranku ingin melupakan itu, tapi sayangnya otakku menolak lupa. Walaupun masih suka kepikiran, untungnya udah mulai mereda, nggak kayak dulu-dulu lagi.

Kalimat "bad mood karena kurang piknik" itu nggak sepenuhnya bener ternyata. Ini baru aku ngeh tahun-tahun ini, tepatnya sejak terapi ke psikolog akhir 2021 lalu. Percuma banyak piknik tapi problem psikologis nggak cepet-cepet dikelarin sampai akhirnya udah 13 tahun masih ada efeknya, bahkan sampai sekarang masih suka kerasa efek kagetnya, jadi terhitung hampir 15 tahun dari tanggal kejadiannya! Udah ngelewatin banyak jalan-jalan, tapi tetep aja di perjalanannya aku dulu banyak sambil nangis karena masih sedih dan merasa bersalah karena insiden itu.

Nggak lama sehabis Insiden Kelinci dulu, malahan banyak banget piknik di antaranya :
1. Halal bihalal keluarga Eyang Putri di Lembah Bougenville Resort Lembang (12 Oktober 2008) ➡️ aku inget soalnya tepat sehari sebelum ultahnya tetangga aku
2. Belum sebulan dari halbil (halal bihalal) itu ada family gathering sama kantornya Mamah ke Dufan (2 November 2008) ➡️ ini hari terakhir aku sebagai anak-anak yang belum pernah mens
3. Lusanya field trip satu SD ke Penerbit Mizan dan nonton film Laskar Pelangi di bioskop terdekat dari sekolah, di sini aku lagi jadi anak kelas lima (4 November 2008) ➡️ pertama kalinya aku jalan-jalan dalam keadaan mens karena tepat hari kemarinnya dapet, mana pertama kali banget lagi tapi udah hari kedua dapet
4. Kurang dari seminggu kemudian, family gathering keluarga sangat besar dari Eyang Kakung di Bogor (9 November 2008) ➡️ sambil jalan sambil mikir tata caranya mandi besar karena udah hari-hari terakhir mens
5. Jarak waktunya lumayan jauh dari perjalanan sebelumnya, yaitu field trip satu sekolah lagi di semester depannya ke kavaleri di Lembang (kalo gak salah 14 April 2009) ➡️ ini udah pernah aku ceritakan di postingan blog "Kuda dan Kelinci"

Alhamdulillah aku bersyukur banget perjalanan ke Sans Co kemarin lusa itu berakhir menyenangkan banget. Itu karena udah banyak problem psikologis yang udah terselesaikan, termasuk ingatan akan Insiden Kelinci itu yang udah pelan-pelan teratasi. Waktu lagi duduk di kursi model ayunan Sans Co, aku buka-buka Twitter dan nonton video pengakuan seorang masinis di sebuah menfess.

Dalam video tersebut, sang masinis mengungkapkan rasa bersalahnya yang teramat sangat karena udah beberapa kali keretanya nabrak orang yang sengaja berdiri di atas rel kereta. Soalnya kereta api itu kan nggak bisa ngerem mendadak kayak mobil atau motor, jadi itu sih emang rencananya si orang yang berdiri di atas rel itu buat bundir, biar dirinya meninggoy. Tapi tetep aja masinis itu nggak bisa ilang rasa bersalah dan sedihnya meskipun kejadiannya udah lama banget. Perasaannya Mas masinis itu jelas banget nggak bisa disamakan dengan guilt aku akan Insiden Kelinci, tapi kira-kira kek gitu penggambarannya perasaan yang aku rasakan berkat itu insiden.

Sampai-sampai sering kebawa mimpi kejadiannya dan keingetan terus waktu nabrak orang menurut masinis itu. Ya, aku juga masih sering kebawa mimpi dan keinget lagi kesalahan aku waktu Insiden Kelinci. Dari kisah pengalamannya, masinis itu bilang jangan sampai kita b*n*h diri dan segera selesaikan masalah kita. Sesedih dan sekuat apapun perasaan bersalah aku dari Insiden Kelinci, untungnya aja nggak pernah bikin sampai kepikiran pengen shutdown diri sendiri, karena aku masih mikir bahwa ini masih bisa ditangani.

Kebanyakan orang mikirnya aku itu menyalahkan Papah karena marah akan pertanyaan itu, padahal justru karena aku punya kesalahan yang lumayan besar tanpa aku sadar. Perasaan bersalah itulah yang terus menghantuiku, sama sekali karena bukan sakit hati sama beliau. 


Thursday, June 1, 2023

Nonton The Little Mermaid di Bioskop PVJ Setelah 15 Tahun Sejak Pertama Kalinya ke Sana

Catatan 1 Juni 2023

Udah bulan baru lagi nih! Untungnya perasaanku juga terbarukan! Kemarin-kemarin, puncaknya itu pas aku mulai sakit Rabu lalu, aku gelisah karena suka kelewat film-film yang viral di bioskop. Paling gelisah itu kalo nonton The Little Mermaid nggak kesampaian, untungnya hari ini bisa nonton juga tuh.

Rencananya sih aku mau nonton The Little Mermaid itu Rabu lalu, tapi akunya keburu sakit demam dan sakit perut. Bahkan sampai Senin pagi masih juga sakit perut meskipun udah gak demam lagi. Seminggu ini gelisahnya bukan main, bakalan nyesek banget kalo sampai nggak nonton di bioskop. Alhamdulillah, akhirnya hari ini aku udah sehat betul dan nontonnya juga di tempat yang hampir gak pernah aku kunjungi sebelumnya, Paris Van Java suasana baru!

Pertama dan terakhir kalinya aku ke PVJ itu waktu field trip kelas 4 tahun 2008 tepatnya sih ke Gramedia, wah udah lamaaaaa banget itu tuh! Udah 15 tahun yang lalu baru ke sana lagi, jadinya suasana baru nich! Suasana baru, otomatis isi pikiran juga terbarukan. Bahkan, mungkin ada aku ada cartoon crush yang baru, Prince Eric.

Sambil aku jalan menyusuri tempat-tempat di dalam gedung mall PVJ, aku inget bahwa waktu dulu pertama kalinya ke sana itu belum terjadi Insiden Kelinci. Saat itu, aku masih kelas 4 sedangkan Insiden Kelinci itu terjadi beberapa bulan setelahnya ketika udah kenaikan kelas ke kelas 5. Ini entah udah yang keberapa kalinya aku bilangin, ini bukannya nyalahin Papah meskipun impact-nya kuat banget buat aku. Waktu belum kejadian, biasanya aku banyak hepi (meskipun aku sifatnya cepet marah juga ya dulu), nggak ada kesedihan yang terus-terusan kepikiran. 

Pada saat-saat sebelum Insiden Kelinci itu terjadi, pikiran aku banyak senengnya sambil fangirling Danny Phantom. Lagi seneng-senengnya beli komik Rainbow Miracle volume 1 (belum pernah ngumpulin sampai tamat tuh) di Gramedia PVJ, setelah sebelumnya dari perkebunan wortel untuk dipetik sendiri. Pengen deh kayak dulunya, pikiran aku itu nggak ada kesedihan dan rasa bersalah yang terus keingetan. 

Tadinya aku anggap Prince Eric itu cuma cowok ganteng kartun biasa. Setelah liat live actionnya, ada sedikit getaran aneh nich. Dia dan Princess Ariel itu kalo dipikir-pikir jalan hidupnya kayak aku lho, sama-sama pengen hidup berkebalikan dari yang disuruh sama ortunya masing-masing. Namun, bukan itu lho yang bikin jatuh cinta sama Eric, baru kerasa itu pas (spoiler) dia habis battle dari laut terus ngeliat gaunnya Ariel yang nyangkut di atas batu karang.

Setelah kemarin aku tulis tentang mimpi sedih pada Jumat dini hari lalu, perasaan sedih keinget suara aku yang nangis nyariin bantal kesayangan aku Puspa itu udah terkikis. Nah, hari ini habis pulang dari PVJ, perasaan sedih itu beneran udah habis. Bener kata AA Irsyad, cat dinding kamar aku itu warnanya bikin depresot karena semakin lama aku jauh-jauh dari kamar, makin nggak sedih. Kira-kira, rencana pergi aku buat besok apa, nih?

Monday, April 17, 2023

Kartun Masa Kecil yang Jarang Ditonton Tapi Berkesan

Catatan 17 April 2023

Inget deh jaman umur empat tahunan pernah punya VCD kartun Joseph The King of Dreams, kisah tentang Nabi Yusuf. Nggak tau kenapa hampir nggak pernah muter VCD itu, kalo gak salah karena cepet rusak. Maklum, bukan yang asli tapi bajakan, soalnya gambar di atasnya itu nggak full color tapi monokrom. Terkait gambar yang jadi kelihatan kurang jelas di atas VCD ini, ada sedikit cerita nih.

Aku udah ngeh bajunya tokoh Joseph ini rada aneh meskipun gambarnya di atas kepingan VCD itu nggak berwarna. Itu kayaknya kebantu sama gambar versi aslinya di cover VCD nya deh yang full color, meskipun memorinya samar-samar. Soalnya cepet ilang sih covernya, kayaknya ada yang buang, hiks. Jadi, aku liat gambar ini lagi udah dua dekade lebih dari saat pertama kali liat, ternyata feeling aneh sama bajunya Joseph ini terbukti!

"Mah, ini tuh pake baju gak, sih?" tanya aku pas umur empat sambil nunjuk gambar Joseph (yang di tengah) di atas kepingan VCD, yang tadi kata aku gambarnya nggak berwarna itu.

"Pake, ah. Masa gak pake?" jawab Mamah.

Di situ aku udah sangsi, karena ada vague memory waktu liat covernya. Emang sih masih ada bajunya, tapi sejak saat itu udah ada perasaan "itu baju kayaknya nggak terlalu nutup, deh". Sampe beberapa kali nanya ke Mamah karena masih ragu-ragu. Jawabannya tetep sama aja dan aku masih mikirnya dia gak pake baju lengkap.

Ternyata eh ternyata, bener aja dugaanku jaman umur empat itu!

Soal cewek yang di sebelah kiri Joseph, yang bawa kucing kurus, juga ada ceritanya sendiri dari masa kecilku. Padahal aku nggak demen sama ceweknya (biasa aja), tapi entah kenapa pengen terus niruin ikat kepalanya. Waktu itu di rumah nggak ada lagi ikat kepala dari karet selain bekas aku bayi dulu, adanya bando dari plastik keras mungkin ya. Dulu aku mikir gini, "Apa ya yang ada karetnya tapi bukan celana?", soalnya aku bukan Shinchan!

Entah kenapa refleksnya itu malah ambil kebawahan mukena buat ditaruh di kepalaku! Lupa lagi mukena punya siapa, punya aku atau Mamah ya. Sering banget aku gagayaan begini sampai Papah aku motoin momen itu! Hihihi kayaknya nggak ada yang tau itu inspired dari cover art film kartun Joseph itu.

Padahal si cewek Mesir itu, seperti yang bisa dilihat dari gambar, nggak pake kain di kepalanya, lho. Itu kepaksa karena nggak ada lagi yang fungsinya kayak ikat kepala gitu. Eh, jatuhnya malah jadi mirip dengan karakter pria tua di sebelah kanannya Joseph. Ini kasus yang mungkin memorable, aku ngerasa agak aneh sama gambar itu karena ini yang dulu muncul di pikiran aku waktu umur empat :

"Ini laki-laki atau perempuan sih yang di tengah? Diliat dari pakaiannya sih laki-laki tapi mukanya kayak perempuan cuman rambutnya pendek. Eh, bajunya juga aneh, itu pasti bukan jaket! Dia juga kayak pake rok, bukan celana!" 

Karena terus kepikiran sama tokoh Joseph itu, aku anehnya malah jadi tertarik untuk cosplaying jadi cewek Mesir yang bawa kucing itu.

Ubahlah Persepsi Atas Diri Sendiri!

Catatan 12 Januari 2024 Setelah aku konsultasi dengan psikiater pada akhir Desember tahun kemarin, hari ini aku akan lanjut ke sesi ketiga t...