Tuesday, July 25, 2023

Jump to Conclusions, Sebuah Kesalahan Berpikir yang Turut Andil dalam Insiden Kelinci

Catatan 26 Juli 2023


Menurut quote di atas, arti dari frasa "jump to conclusions" (langsung lompat ke kesimpulan/menyimpulkan sendiri secara tidak hati-hati) adalah "dalam ketiadaan informasi yang akurat dan dapat diandalkan, kita biasa melompat ke kesimpulan yang terburuk". 

Sepertinya dalam Insiden Kelinci juga fenomena "jump to conclusions" ini turut andil, mengapa begitu? Sebagian besar orang yang mendengar kisah nyata Insiden Kelinci ini menganggap bahwa aku ini tidak berempati dengan anggota keluarga sendiri. Banyak di antara mereka yang berasumsi aku hanya timbul empatinya untuk hewan peliharaan. Walaupun di antara mereka sudah banyak yang tidak menganggap itu pertanyaan yang konyol, tetapi mereka masih langsung saja membuat kesimpulan sendiri yang berdasarkan asumsi mereka tadi itu.

Sama sekali kan kejadiannya tidak demikian! Mereka mikir dari mana sih aku ini gak sedih sama wafatnya adik sendiri? Apa kalo nanya itu artinya jadi kayak gitu? Itu kan hanya mencari tahu alasan di balik perbuatan orang-orang yang beda denganku! 

Mereka sendiri masih berada dalam sifat "jump to conclusions" itu. Akibatnya, mereka menganggapku terlambat dalam kecerdasan emosional atau EQ. Sebagai seorang kakak kandung, tentunya bersedih dan kehilangan tanpa perlu diajarkan lagi oleh ortu. Untuk hewan saja aku bisa bersedih, mengapa untuk anggota keluarga sendiri aku tidak bisa berduka?


Apa yang menjadi indikasi bahwa aku tidak kehilangan almarhum adikku sendiri dan hanya merasakan kehilangan atas seekor kelinci peliharaan? Aku sebagai pelaku dalam insiden itu malah heran, darimana mereka menyimpulkan seperti itu? Makna dari pertanyaan itu sesuai dengan kata-kata yang tersusun di dalamnya : apa yang menyebabkan orang-orang lebih bersedih hati karena sesama anggota keluarga yang meninggal, sedangkan kepada hewan peliharaan mereka kurang atau tidak sedih. Di sini aku hanya bertanya penyebabnya sebuah perbedaan yang terjadi di antara manusia dengan hewan.

Ini sama seperti seorang anak yang bertanya "mengapa nenek kulitnya kisut, tapi ibu tidak kisut?" Tentu maksudnya bukan berarti si nenek kurang disukai dibandingkan ibunya anak itu, bukan? Atau, anak yang bertanya "Mengapa kucing masih bayi langsung bisa jalan, kalo bayi orang nggak langsung bisa?" Si anak hanya ingin mengerti apa yang menjadi sebab dari perbedaan yang tampak di depannya. 

Begitupun dengan aku, pertanyaan dalam insiden kelinci itu hanya ingin mencari tahu lebih jauh, mengetahui lebih dalam tentang perbedaan antara manusia dengan hewan.

Wednesday, July 19, 2023

Jangan Lagi Kasihani Diriku Sendiri, Tetapi Kasihi

Catatan 20 Juli 2023

Aku gak mau terus mengasihani diri terkait kasus Insiden Kelinci itu. Bertahun-tahun lamanya aku terus curhat di buku mengenai peristiwa itu, ternyata belum banyak membantuku. Selama ini aku pikir dengan bersekolah di asrama yang kegiatannya padet ketika SMA dulu, bakalan bikin aku cepet lupa sama kejadian itu. Waktu aku masuk asrama pada 2013 lalu, Insiden Kelinci itu udah masuk lima tahun, segitu itu udah termasuk lama banget untuk merasa sedih dan bersalah akibat suatu peristiwa.

Tahun 2016 lalu, aku lulus SMA yang berasrama, masih aja kepikiran insiden itu. Aku ini termasuk yang agak telat untuk mendapatkan ijazah, karena sekolahku ini tentunya butuh persyaratan lebih buat ijazah ketimbang sekolah biasa. Dua tahun dari kelulusan aku yaitu 2018, akhirnya ijazah berhasil sampai di tanganku dan juga berhasil kuserahkan fotokopinya kepada kampus tempatku kuliah. Ketika ijazah itu telah kuambil, itu adalah tahun di mana tepat satu dekade dari terjadinya Insiden Kelinci itu.

Pada tanggal 1 September 2018, hari peringatan sepuluh tahunnya Insiden Kelinci, aku melakukan salat tobat. Sayangnya, ini masih kurang berhasil untuk membuat rasa bersalahku hilang. Itu tandanya aku harus melakukan usaha yang lebih keras lagi untuk mengatasi perasaan yang tidak gembira ini. Aku gak boleh terus larut dalam perasaan ini yang udah masuk batas "abnormal" untuk berapa lama perasaan ini bercokol.

Aku yang Masih Ragu dengan Pikiran Sendiri

Catatan 19 Juli 2023

Kira-kira dua minggu yang lalu, Tante aku udah ngejelasin jawaban dari pertanyaan pada Insiden Kelinci. Ternyata, jawabannya hampir sama dengan dugaanku. Menurut Nenek ketika bulan puasa lalu aku bersilaturahmi ke rumah beliau, bahwa aku ini seringnya ragu-ragu sama pemikiran sendiri. Makanya, pada insiden itu aku masih nanya ke almarhum Papah, yang sebenarnya aku udah berusaha mikir sendiri jawabannya tapi masih belum yakin.

Orang-orang di sekitarku, terutama Mamah, sering nyangka aku ini ketinggalan pemahamannya atau terlalu naif. Orang biasa sih udah langsung tau, atau bahasa kerennya "just know". Padahal aku udah nebak-nebak sendiri jawabannya, jadinya nggak nol banget pemahamannya. Cuman ya kayak kata Nenek tadi itu, aku masih belum yakin kalo cuma dapet jawaban dari hasil terkaan sendiri.

Inilah penjelasan dari Tante untuk pertanyaanku di masa pra-remaja "Mengapa orang lain hanya sedih ketika anggota keluarga sendiri yang meninggal, tetapi untuk hewan peliharaan mereka tidak sedih?"!

1. Manusia memiliki ciri khasnya masing-masing, baik dari penampilan fisik atau kepribadiannya. Sedangkan hewan kebanyakan identik secara dua aspek tadi, antara satu individu dengan yang lainnya dalam satu spesies. Oleh karena itu, orang yang pergi meninggalkan dunia akan terasa sekali jika mereka telah tiada, karena tidak mungkin ada orang lainnya yang persis sama.

2. Manusia itu lebih tahan lama umurnya ketimbang hewan peliharaan yang cenderung rapuh. Inilah salah satu keunggulan manusia dibandingkan hewan. Makanya jika manusia terutama anggota keluarga kita wafat, itu pastinya akan mengejutkan.

3. Manusia punya kesadaran eksistensial, tetapi hewan tidak memilikinya. Mungkin ini salah satu penjelasan dari "apa itu akal". Karena punya kesadaran ini, maka kita dapat berinteraksi dan merasa lebih relate dengan sesama manusia. Dengan hewan peliharaan, interaksi kita cuma sebatas memberikan kebutuhan jasmani mereka seperti makan, minum, dan membersihkan zat sisa mereka serta bermain saja.

Ya, kurang lebih aku sudah berpikir hampir sama dengan jawaban yang diberikan oleh Tante. Tapi, dengan terbatasnya pikiranku ketika di umur waktu masih menjelang sebelas tahun, aku cuma mentok di poin yang kesatu doang. Dulu aku gak puas dengan pernyataan bahwa manusia lebih tinggi kedudukannya karena punya akal, sedangkan hewan tidak. Alih-alih mendapatkan jawaban, dulu aku sangat kaget karena Papah secara tidak disangka malah marah dengan pertanyaan itu.

Dari insiden ini aku belajar tentang pentingnya memilih waktu, pemilihan kata, dan orang yang tepat untuk bertanya. 

Ubahlah Persepsi Atas Diri Sendiri!

Catatan 12 Januari 2024 Setelah aku konsultasi dengan psikiater pada akhir Desember tahun kemarin, hari ini aku akan lanjut ke sesi ketiga t...