Showing posts with label emosi dalam psikologi. Show all posts
Showing posts with label emosi dalam psikologi. Show all posts

Tuesday, February 14, 2023

Insiden Kelinci Adalah Salah Satu "Core Memory" Buatku!

Catatan 15 Februari 2023

Rencananya, Disney mau ngeluarin beberapa sekuel tahun ini yaitu film Toy Story 5, Frozen III, Inside Out 2, dan Zootopia 2. Di sini yang bakalan jadi fokus aku itu Inside Out. Hal yang bikin film tadi itu unik adalah karena membahas tema psikologi, tepatnya istilah core memory dari film yang terakhir disebutkan. Banyak fenomena psikologis yang lebih mudah dijelaskan jika dikaitkan dengan film itu. 

Peran Penting Film Inside Out dalam Psikologi

Setiap kali aku akan brought up Insiden Kelinci, rasanya ragu, khawatir orang yang baca akan jadi bosan. Itu disebabkan karena ini adalah peristiwa yang paling kontroversial, setiap orang penerimaannya berbeda-beda. Juga merupakan insiden yang paling sulit bahkan alot untuk dilupakan. Adikku Irsyad punya penjelasan terkait Insiden Kelinci ini, dia menjelaskan hal ini dengan perumpamaan dari film Inside Out yang berkaitan erat dengan core memory tadi.

Dalam film yang menceritakan tentang kelima perasaan yang dipersonifikasikan ini (marah, senang, sedih, takut, dan jijik), terdapat visualisasi dari memori berupa bola-bola memori. Dari ribuan bahkan jutaan memori yang kita miliki, terdapat sebuah "memori inti" (core memory), yang digambarkan sebagai bola-bola yang bersinar paling kuat dan ditempatkan di wadah khusus yang berbeda dari memori biasa.


Apa Itu Core Memory?
 
"Mungkin ayah dan bunda sudah pernah mendengar istilah core memory. Istilah ini memiliki arti memori atau kenangan akan kejadian yang paling berpengaruh bagi si kecil. Core memory tidak hanya memberi kesan mendalam, tetapi juga bisa menjadi dasar dari nilai dan tabiat yang dimiliki anak saat dia dewasa." 


Hubungannya Core Memory dengan Insiden Kelinci

Aku nggak bermaksud menyalahkan Papah, aku cuma pengin tahu kenapa kejadian ini berpengaruh banget ke aku dan susah hilang dari pikiran.

Menurut adikku yang terbesar Irsyad, alasan di balik sulitnya aku melupakan Insiden Kelinci itu adalah karena peristiwa tersebut sudah merupakan core memory bagi aku seperti dalam film Inside Out. Sekarang sudah mulai jelas bahwa peristiwa itu terus melekat di benakku itu bukan karena aku hanya terobsesi akan kejadian itu, apalagi dendam sama Papah, melainkan karena memori akan insiden tersebut memberikan pengaruh yang mendalam bagiku. Lalu, mengapa insiden yang kontroversial itu bisa termasuk kenangan yang paling berpengaruh dan memberikan kesan yang dalam di kehidupanku, sehingga jadi memori inti? Ini juga masih ada penjelasannya dan dia itu ngejelasinnya dalam sekali duduk, bukan di momen yang berbeda. 

🔮 Ya, seperti yang kita baca dari kutipan artikel di atas (sebenarnya itu artikel buat parenting), ortu emang perannya nggak main-main buat menciptakan memori inti alias core memory dalam kepala kita yang anaknya mereka. Dalam Insiden Kelinci itu, aku waktu itu emang berkaitan erat bahkan berurusan sama Papah almarhum. Nah, dari siapa yang terlibat dalam kejadian aja udah ketebak sebabnya itu kejadian bisa masup ke memori inti. Sayangnya, ini nggak berhenti sampai di situ, karena nggak semua kemarahan Papah itu berbekas ampe segitunya.

Kemarahan Papah yang sampai mukul pun nggak bikin keingetan segitunya. Mungkin ada beberapa peristiwa macam begitu yang bikin kepikiran, tapi nggak alot juga untuk ngelupainnya. Bisa jadi nggak masuk-masuk ke memori inti acan. Mari kita simak penjelasan selanjutnya dari adik aku yang paling gede ini!

🔮 Pada insiden itu, aku jelas lagi sedih-sedihnya karena kelinci peliharaan yang mati. Jadi, dari awal emang udah sedih sebelum aku bikin Papah marah karena cara pandang beliau terhadap pertanyaan itu yang berbeda denganku. Pada kasus biasa, sedih itu setelah dimarahin, bukan sebelum dimarahin juga udah sedih. Di sini juga curiga aku udah ada gejala-gejala PTSD, karena kelinci mati doang bikin keingetan lagi sama adik yang udah meninggal. 

Emosi aku lagi intens ketika Insiden Kelinci itu terjadi (kesedihan pertama karena kematian kelinci dan kesedihan kedua karena dimarahi Papah tak disangka-sangka), peristiwa ini memberikan kesan yang mendalam selain karena merupakan interaksi aku dengan orang tua, yaitu Papah. Dari sini udah ketemu dua faktor penyebab masuknya insiden ini ke dalam memori inti, yaitu faktor interaksi dengan orang tua dan faktor perasaan yang intens karena rasa sedih bertambah-tambah dan ditambah pula kekagetan karena dimarahi. Ini hanya bagian dari penjelasan adik aku yang posisinya netral dan dia satu-satunya saksi mata kejadian ini, jadi bukan aku menyalahkan Papah seperti yang beberapa orang anggap. Dari kejadian ini, aku belajar banyak soal hubungan emosional dengan orang tua dan gimana cara pikirku sendiri yang berbeda.

🔮 Contrary with most people believes, aku bukannya lebih sedih sama hewan peliharaan ketimbang adik sendiri. Kejadian ini bikin waktu itu nyadar satu hal : orang-orang menyikapi kehilangan sesama manusia dan hewan itu berbeda. Oleh karena itu, aku mempertanyakan soal itu di saat masih kelas lima, aku tidak menganggap itu membuat derajat manusia menjadi hina atau rendah. Bagiku, kematian adalah sebuah topik yang menarik untuk diulik, dicari tahu seluk-beluknya. 

Banyak orang pikir aku ini logika atau kecerdasan emosionalnya ketinggalan (terutama Mamah yang mikir gini), padahal kayaknya sih hanya karena perbedaan sudut pandang dengan orang biasa. Bahasa ilmiahnya itu neurodivergent, buat sudut pandang yang umum itu disebut neurotypical. Setelah ke psikolog, baru deh ngerti kenapa aku masih nanyain perihal itu yang kata orang "normal" itu udah jelas jelas jelaassss banget. Karena punya pemikiran yang nggak umum, dulu aku itu sama sekali had no idea bahwa itu bukan hal yang dianggap benar oleh masyarakat umum, setidaknya masyarakat yang umum di Indonesia. 

Jika momen dimarahin Papah biasanya udah tau letak kesalahannya sehingga nggak kaget lagi kalo beliau marah, kali ini sama sekali nggak ada dugaan sedikitpun bahwa pertanyaan seperti itu bakalan dimarahin. Rasa terkejutnya jadi di-up berkali-kali lipat dibandingkan kasus biasa, sampai menjadi core memory. Bahkan hingga kurang lebih tiga tahun dari kejadiannya, aku masih bertanya-tanya kenapa itu bikin beliau tersinggung. Sejak paham bahwa mayoritas warlok mikirnya hewan itu rendah, posisinya di bawah manusia, baru deh ngerti kenapa menyinggung (tapi nggak bikin ilang sedihnya). 

Udah ketemu tiga faktor nih kenapa itu kejadian jadi memori inti yang terus aja keingetan (ini beda dengan yang orang Sunda sebut "neuteuli") selama lebih dari sepuluh tahun lamanya :
1. Melibatkan interaksi dengan orang tua, apalagi ortu dalam kejadian ini udah meninggal. Jadinya aku nggak bisa verifikasi ke beliau. 
2. Kondisi emosi yang intens karena satu kesedihan ditambahkan satu kesedihan yang lainnya dalam waktu yang hampir bersamaan (nggak sampe sejam dari kabar matinya kelinci ke aku dimarahin Papah karena nanyain itu). 
3. Rasa terkejut yang teramat sangat, yaitu berasal dari bentakan, tidak menyangka ucapanku bisa menyinggung, dan menemukan bahwa pemikiran orang di luar diriku ternyata jauh berbeda denganku. 

Jadi makin suka nih sama film-film Disney terutama yang keluaran Pixar, soalnya banyak berkaitan dengan kejiwaan. Sebenarnya kalo mau diulik lagi, Frozen terutama yang pertama, itu metafora dari masalah psikologis. Semoga saja Inside Out 2 ini lebih banyak ngulik tentang core memory itu. Core memory ini disebutkan pada kutipan artikel di atas bahwa dapat juga menjadi dasar tabiat anak ketika dewasa, andai saja tidak ada peristiwa itu kayaknya aku nggak akan segitu berminat untuk mengenal tentang diri sendiri.

Kecintaanku pada film-film Disney dan Pixar juga ditumbuhkan oleh Papah yang dahulu sering membeli VCD dan DVD nya. Aku sayang Papah, cuma kejadian ini memang susah aku lupakan karena dampaknya cukup besar.

The Curious Connection Between Lou (UglyDolls) and Rancis Fluggerbutter (Wreck-It Ralph)

January 17, 2025 When it comes to animated characters, some connections are so striking that fans can’t help but imagine shared universes an...