Showing posts with label Kucing. Show all posts
Showing posts with label Kucing. Show all posts

Monday, November 6, 2023

Kisah Berber, Anak Kucing Hitam yang Meninggal: Refleksi Kehilangan Hewan Peliharaan (Nenekku Juga Sampai Menangis Karenanya!)

Catatan 6 November 2023

Kemarin malam adalah pertama kalinya aku ke rumah Nenek untuk bulan November tahun ini. Saat aku masuk rumahnya, aku menemukan sesuatu yang tidak janggal tetapi cukup membuat bertanya-tanya: satu anak kucing yang baru lahir, hilang!

Padahal, belum ada sebulan sejak terakhir kali aku berkunjung ke rumah Nenek. April, salah satu kucing di rumah itu, awalnya memiliki tiga anak kucing. Dua di antaranya berwarna hitam dan putih varian tuxedo dan varian batik, sementara satu lagi berwarna hitam pekat. Nah, si hitam inilah yang hilang!



Tadi pagi aku tanyakan kabarnya si hitam itu kepada Nenek, ternyata si hitam sudah mati. Sedihnya, beliau menggendong anak kucing itu pada detik-detik terakhir hidupnya.

Pertemuan Terakhirku dengan Berber

Pantas saja ketika aku berkunjung ke rumah Nenek pada pertengahan bulan Oktober lalu, si hitam ini selalu memisahkan dirinya dari kedua saudaranya! Konon katanya jika seekor kucing hendak mati, dia akan sering memisahkan dirinya dari kucing-kucing lainnya, bahkan dari manusia juga! Si hitam ini sulit makan dan minum, dia selalu menolak ketika disodorkan botol susu oleh Nenek dan tidak mau menyusu pada April, ibunya. Saat detik-detik terakhir hidupnya itu, si hitam yang diberi nama "Berber" karena tubuhnya gemuk seperti beruang (bear), terus memandangi mata Nenek.

Menurut cerita beliau, tadinya beliau tidak sadar bahwa itu adalah terakhir kalinya Berber si anak kucing hitam itu membuka kedua matanya. 

Kematian Berber yang Mengejutkan

Begitu salah satu pamanku, yaitu adik bungsu Papah melihat Berber sudah tidak lagi bernyawa di gendongan Nenek, spontan adik bungsu Papah itu berseru, "Itu anak kucing udah meninggal!" 

Awalnya ibunya Papah dan pamanku itu tidak percaya bahwa Berber sudah tiada. Ketika dilihat lagi oleh Nenek, benar saja anak kucing yang berusia belum satu bulan itu sudah tidak mengeluarkan napas lagi. Terang saja Nenek kaget dibuatnya.

Mengapa Kematian Hewan Peliharaan Itu Menyedihkan

Nenek menceritakan itu semua sambil sedikit mengeluarkan air mata. Oalah, ternyata di keluargaku juga ada pula orang selain aku yang menganggap bahwa kematian hewan itu menyedihkan, mereka sudah dianggap sebagai anggota keluarga! Jika kedua adikku tidak menangis ketika Lula mati tepat tiga bulan yang lalu (Lula mati pada tanggal 6 Agustus 2023), itu karena mereka berdua adalah cowok, bukan karena mereka tak bersedih. Karena saat-saat terakhirnya Lula juga sedang berada di dekatku, aku bisa membayangkan perasaan sedihnya Nenek ketika Berber sudah mati.

Biasanya orang yang menangis karena kehilangan hewan peliharaan hanya kudengar dalam acara-acara fiktif atau kisah orang-orang di media sosial. Kali ini, aku melihat secara langsung orang yang seperti itu dan dia adalah nenekku sendiri. Anggota keluargaku sendiri. Sifatku memang banyak kesamaannya dengan beliau, baik untuk sesama manusia maupun hanya hewan semuanya diberikan kasih sayang yang sama.

Kali terakhir aku ke rumah Nenek sebelum kemarin itu adalah perjumpaan aku yang pertama dan terakhir dengan Berber! Saat dia sedang tidur terpisah dari kedua saudaranya bulan lalu, pelan-pelan ada makhluk yang tahu-tahu sudah menggantung di ujung celanaku! Kulihat waktu itu Berber sudah tidak ada di tempat semula, ternyata dia yang mengaitkan cakarnya pada celanaku. Anak kucing berbulu hanya hitam tanpa campuran warna lain itu kuambil untuk kutaruh di atas pundakku.

Refleksi atas Perasaan Nenek

Hewan-hewan kecil, terutama untuk anak-anak mereka yang masih kecil sekali, memang rentang usianya seringkali tidak panjang. Akan tetapi, jika kita selalu mengikuti kehidupannya mereka, tetap saja kematian salah satunya dari mereka terasa menyedihkan. Bahkan, bisa saja kematian mereka terasa sama sedihnya seperti meninggalnya sesama anggota keluarga jika mereka dijiwai sepenuh hati oleh kita. Satu hal yang penting untuk diingat, ketika seelor hewan peliharaan dihayati seperti seorang manusia itu tidak lantas berarti manusia yang sesungguhnya itu menjadi kurang dianggap penting. 

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan menganggap hewan peliharaan lebih dari sekadar hewan, selama tidak ada manusia yang dibandingkan dengannya. Nenek aku tidak melakukan hal itu karena memang pada saat itu tidak ada relatif yang meninggal dalam waktu agak berdekatan. Lalu, pada insiden kelinci itu mengapa aku membandingkan antara anggota keluarga sendiri dengan hewan? Itu karena memori tentang musibah yang menimpa keluargaku itu entah mengapa terbuka kembali dengan sendirinya ketika kelinci itu mati, padahal sudah satu tahun lebih tertutupi oleh kenangan-kenangan besar lainnya. 

Bagaimana pengalaman Anda saat kehilangan hewan peliharaan? Bagikan cerita Anda di kolom komentar!

Thursday, October 5, 2023

Ingin Cari Kucing Baru

Catatan 6 Oktober 2023

(Sebenarnya ini ditulis pada 12 Oktober) 

Sudah dua bulan Lula meninggalkan kami sekeluarga. Aku bersyukur ketiga kucing lainnya masih mendapatkan jatah umur hingga dua bulan lebih lama daripada Lula. Karena kehilangan satu kucing, jangan sampai kucing-kucing lainnya yang masih hidup jadi kurang disyukuri. Di kostan teman jaman SMA kemarin, ada satu kucing betina tetapi tidak bisa dibawa pulang karena jarak antara rumahku dengan kostan tersebut lumayan jauh. 

Sebenarnya di sekitar rumahku banyak kucing betina, tetapi susah ketemu yang jinak. Pengen street feeding biar mereka jinak, tapi takut makanan kucing di rumah jadi kurang. Kalo gini sih harus beli terpisah buat kucing di rumah dan buat street feeding. Di rumah Nenek sih sering datang sendiri anak kucing terus diurus sampai besar. 

Tuesday, September 5, 2023

Bukti yang Paling Jelas Bahwa Hewan itu Tanpa Kesadaran Eksistensial!

Catatan 6 September 2023


Sejak tanggal 6 Agustus lalu, kucing di rumahku tinggal tiga ekor : Milo, Lio, dan Joe. Semua tadinya berjumlah empat ekor, tetapi hampir satu bulan lalu itu Lula mati keracunan. Menurut seorang kerabatku, salah satu pembeda antara manusia dengan hewan itu adalah manusia memiliki kesadaran eksistensial sedangkan hewan tidak. Ketiga kucing yang tersisa itu sama sekali tidak terlihat kehilangan Lula, bahkan mungkin tidak menyadari bahwa "formasi" mereka ini hilang satu member. 

Trio kucing jalu itu tampak tenang-tenang saja ketika Lula si betina baru saja mati. Di saat aku dan kedua adik sedang bersedih akan Lula, tiga anak bulu yang sesama kucing malah enak-enakan makan dan main. Dari sini baru deh ngerti kenapa hewan disebut tidak memiliki kesadaran eksistensial. Sedangkan pertanyaanku ketika Insiden Kelinci itu timbul karena aku mengamati perbedaan antara sikapku dengan sikap orang-orang lain di sekitar, itu disebut sebagai pertanyaan eksistensial. 

Apakah kesadaran akan eksistensi ini yang disebut dengan "akal"? Barbie merasakan kebosanan dengan rutinitas hariannya dan mulai berpikir tentang "bagaimana jika salah satu dari circle dia akan mengalami kematian". Ketika boneka Barbie mendapatkan krisis eksistensinya, penampilannya dia perlahan menjadi lebih mirip manusia dan berkurang sifat bonekanya, yang kakinya jinjit permanen itu lho. Akal ini adalah sesuatu yang membuat orang menjadi manusia. Aku butuh nih film-film yang mengangkat tema seperti ini! 

Sepertinya, arti simpel dari kesadaran eksistensial adalah "kesadaran akan sesuatu di sekitar kita". Hewan, misalnya kucing, tidak akan merasakan kebosanan meskipun rutinitas mereka itu-itu saja karena mereka tidak menyadari hidup mereka yang monoton kalau menurut manusia seperti kita.

Monday, August 21, 2023

Menghindari Kesalahan di Saat Berduka

Catatan 21 Agustus 2023

Setelah kemarin melewati dua minggu meninggalnya Lula si kucing, aku semakin paham mengapa Insiden Kelinci itu begitu berbekas. Lebih tepatnya, mengapa peristiwa itu termasuk ke dalam memori inti (core memory). Menurut banyak artikel parenting sih, karena interaksi dengan orang tua lebih berpeluang besar untuk menciptakan core memory tersebut. Namun, bukan itu saja yang menjadi faktor penyebab mengapa pengaruh insiden itu masif, sangat kuat. 

Di saat Lula baru saja kehilangan napasnya, aku membayangkan diriku sendiri melakukan sesuatu yang membuat Mamah marah (karena sekarang Papah sudah almarhum) di tengah diriku yang sedang bersedih. Tidak dirinci dalam pikiranku apa perbuatan itu, intinya aku membayangkan melakukan suatu perbuatan salah yang ternyata bukan sepele sehingga menyebabkan aku dimarahi beliau. Pantas saja kesedihannya menyisakan efek yang tidak main-main, karena perasaan yang sedang berduka sejak awal kemudian ditambahkan dengan sedih akibat dimarahi. Sama sekali tidak terbayangkan jika membuat beliau sampai marah di saat aku sedang berduka cita atas meninggalnya kucing yang sedang hamil itu. 

Ibaratnya aku adalah sebuah sofa, meja, atau furnitur apapun yang sudah reyot, ternyata aku memiliki ukiran yang membuat orang-orang kesakitan ketika mereka kepentok olehku. Karena rasa sakit yang ditimbulkan oleh ukiranku, mereka memukulku atau menendangku. Akibatnya, aku semakin hancur karena memang sedari awal sudah dalam keadaan rapuh. Berbeda dengan furnitur yang masih baru, ketika membuat orang tersandung lalu dipukul pastinya tidak akan sama efeknya dengan yang sudah reyot tadi! 

Dimarahi dalam keadaan normal (bukan dalam keadaan rapuh) = sofa baru yang bikin orang terantuk lalu dipukul oleh orang tersebut

Dimarahi dalam keadaan sedang sedih (dalam keadaan rapuh) = sofa yang membuat orang kesal karena sebab yang sama, hanya saja sofanya sudah reyot atau lapuk

Untung saja aku sudah berusia cukup besar, walaupun secara emosional belum matang betul. Sehingga aku sudah lumayan bisa menghindari kemarahan Mamah saat-saat ini. Dari Insiden Kelinci itu juga jadi banyak belajar untuk memfilter perkataan ketika bertanya, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dan miskomunikasi. Walaupun hingga kini masih kadang kesulitan merangkai kata untuk menyampaikan maksudku. 

Thursday, August 10, 2023

Bangkit dari Tragedi Lula

Catatan 10 Agustus 2023

Empat hari dari kematiannya Lula, beneran makin nggak mood nulis. Di samping itu, ada satu hal yang paling banyak menghibur aku di waktu belum ada seminggu dari tragedi itu. Aku emang lagi gak mood nulis, tapi aku lagi pengen-pengennya bikin figurin dari tokoh-tokoh karya sendiri! Udah dari hampir dua tahun yang lalu konsepnya ada, tapi baru sekarang kepikiran buat dijadiin figurin!

Dengan bikin sketsa desain untuk figurinnya aja udah bikin aku gak terlalu sedih lagi sama Lula. Apalagi kalo nanti udah ada bahannya buat bikin sketsa desain itu jadi nyata! Pasti senengnya banget-banget! Ya, semakin aku berfokus pada rencana figurin ini (di luar mengerjakan tugas akhir), makin ilang kesedihan aku akibat kisah sedih di hari Minggu kemarin itu.

Walaupun lagi gak mood buat nulis, aku harus pikirkan juga konsep lore buat para figurin itu! Harus puter otak nih tentang cerita yang bikin para varian figurin itu diharuskan untuk saling bertemu. Apalagi aku lagi ikutan event cerpen tentang Multiverse, yang konsepnya mirip banget sama figurin yang mau aku luncurkan itu. Ceritanya, para figurin itu adalah berbagai versi lain dari Mr. Wynn.

Berkat punya rencana proyek ini, sejak hari ketiga kematian Lula kemarin udah gak nangis lagi. Ya, walaupun sedihnya masih ada dan belum betul-betul ilang. Sempet deh kemarin lusa ada kecewanya dikit karena lilin malam yang mau jadi bahan figurin, taunya kinetic sand! Itu lho, satu mainan yang pernah viral sejaman dengan slime dan squishy

Yodah, kemarin pesen lagi deh plastisin/lilin malam yang udah terjamin keasliannya. Kenapa aku bilang terjamin itu plastisin asli? Karena udah ada mereknya yang terkenal! Pasti jauh lebih bisa untuk dibikin jadi figurin daripada kinetic sand.

Selain plastisin biasa, aku juga penasaran dengan polymer clay

Saturday, August 5, 2023

Kisah Kucing yang Paling Menyedihkan Tahun Ini

Catatan 6 Agustus 2023

Sebenarnya aku lagi nggak mood ngetik di sini. Eh, udah lama juga aku gak mood ngetik sebelum tiga hari yang lalu! Khusus hari ini, aku nggak pengen ngetik itu karena lagi ada kabar duka untuk kucing aku, Lula. Tetiba tadi pagi dia kejang-kejang, terus pas ke dokter hewan udah nggak ada napasnya, hiks.

Dua fotonya Lula pada malam terakhir sebelum kematiannya, sedang tidur

Di situ aku langsung berurai air mata. Tapi hidup harus terus berjalan, masih banyak proyek yang menunggu untuk diselesaikan. Untung sebagian besar dari tugas kuliahku udah kelar kemarin. Supaya aku nggak lupa ngerjain tugas yang lainnya, harus bilang gini ke diri sendiri, "Itu bukan orang, bukan orang. Dia cuma kucing saja."

Padahal tadi malem banget udah seneng paginya bisa check-out orderan plastisin buat bikin seri karakter dari game Cookie Clicker! Begitu pagi, turun dari kamar udah ada kabar tragis itu. Namun, aku harus tetep inget Lula itu bukan manusia. Selama masih ada duitnya buat check-out, jangan lupa bayar!

Adek aku Fariz ngasih uang buat aku healing habis kematiannya Lula si kucing abu-abu bercak krem. Nggak jauh dari tempat aku healing, ada ATM! Soalnya orderan aku kan bayarnya pake transfer. Untung Lula bukan orang, jadi masih bisa lega kalo aku seneng-seneng dikit.

Sore harinya dari Lula resmi dinyatakan mati oleh dokter hewan, dia dikebumikan di depan pohon mangga yang sedang tidak enak buahnya. Semoga setelah dia dikuburkan, buah mangga itu akan menjadi banyak, manis, dan besar. 

Tuesday, September 6, 2022

Masa Lalu Hitam di Dalam Hidupku, Dapatkah Kujadikan Putih?

Catatan 6 September 2022

Sumber gambar : canva
"Hukum dlm hidup adalah perubahan. Dan bg yg hanya melihat ke masa lalu atau skrg akan di pastikan kehilangan masa depan mereka."
di sinilah sumber dari link quote di atas
Kutipan di atas ini cocok banget buat aku yang langganan flashback. Bukannya demen sih, lebih ke suatu penyakit. Terutama insiden kelinci, belum pernah bisa benar-benar ilang sedih dan guilty nya. Sering banget kepicu ingatan kejadian itu sama hal-hal tertentu.

Sebelum mengatasi kilas balik ke memori penuh penyesalan itu, cari dulu deh trigger nya apa aja. Biar bagaimanapun, masa lalu adalah hal yang tidak bisa dikendalikan. Sama aja kayak buku yang udah terbit, isinya udah nggak bisa diedit lagi. Tentu irasional (tidak tepat) jika aku terus terpikirkan insiden tersebut.

Apa aja sih yang jadi pemicu kembalinya ingatan akan peristiwa yang guilt nya nggak ada lawan itu?

  1. Peristiwa kematian hewan, apalagi jika peliharaan sendiri. Mau itu kejadian nyata atau hanya dalam cerita. Sampai-sampai aku nggak bisa ngakak dan nggak nemu lucunya di iklan preman mewek dengerin lagu Helly di iklan McD.
  2. Berita viral ketika seseorang membandingkan atau menyamakan apapun dengan hewan, semisal kasus adzan dari toa masjid atau hater yang main kurban-kurbanan pake standee idol.
  3. Seseorang yang wafat, terutama jika orangnya itu masih muda atau di bawah umur. Peristiwa begini lebih dari menyedihkan bagiku, karena memantik perasaan bersalah yang masif. Bokap-nyokapnya pasti terpukul karena si anak wafat tidak mencapai umur ortunya. Padahal akupun dalam pertanyaan itu tidak berniat buruk dan hanya curious dengan sebuah fenomena yang terjadi di sekitarku.
  4. Kisah-kisah seseorang yang kehilangan anggota keluarganya, lalu menjadikan hewan peliharaannya sebagai pelipur lara.
  5. Gambar atau kelinci beneran, seriusan aku pernah ke-trigger memori akan insiden ini gegara gambar banyak kelinci di buku paket Matematika kelas 5. Seharusnya aku nggak anggap piaraan itu kayak anggota keluarga, jadinya nggak akan heran sama orang lain yang hanya merasa kehilangan untuk sesama manusia saja, karena sebagian besar dari mereka tidak memelihara hewan.

Kata Papah almarhum, "Hidup itu maju, bukan mundur." Ya, waktu terus melangkah maju, tidak pernah putar balik ke masa lalu. Tentu akupun tidak ingin terus tenggelam dalam penyesalan. Namun, bagaimana caranya agar aku dapat berdamai dengan diri sendiri, karena inti masalahnya justru adalah penyesalanku?

Ingatlah selalu bahwa aku memiliki sudut pandang yang berbeda dengan mayoritas orang, yang tidak memandang hewan adalah makhluk rendahan dan nyawanya berharga layaknya kita sebagai manusia. Karena perbedaan sudut pandang inilah aku pada saat itu mengalami clash dengan Papah. Hanya berbeda saja, bukan karena ada sesuatu yang salah di dalam diriku. Jadinya aku tidak perlu menyesalinya terlalu dalam lagi.

Saat ini, aku harus mengubah diriku sendiri, yang tadinya menghindari untuk memelihara hewan karena khawatir hewannya akan cepat mati dan terus dibayangi perasaan bersalah akibat insiden kelinci. Justru dengan mulai memelihara banyak kucing lucu, hari-hariku banyak terhibur dan tidak membosankan. Walaupun udah beberapa kali ngalamin kucing ilang dan baru-baru ini ada kucing yang meninggoy (Mischa), semangatku melihara hewan itu semakin meningkat. Apalagi sekarang semua anggota keluargaku di rumah suka anabul, kecuali Eyang Putri (nenek dari Mamah).

Ngeliatin foto kucing-kucingku pada anteng berjemur sinar matahari pagi aja udah tenang banget rasanya. Apalagi kalo ngeliat secara live, eh langsung maksudnya, pastinya gemoynya makin nggak ada obatnya! 

Lula (kiri) dan Lio (kanan)

Milo (kiri) dan Meylin (kanan)

Sayangnya wajah Lio ketutupan corong

Meylin, Lula, Milo, dan Lio berjajar di jendela buat berjemur, di sini yang menclok di jendela itu kucing ya, bukannya burung kakaktua 😄😁

Semuanya hadap kamera kecuali Lio, lagi-lagi mukanya ketutupan corong udah mah dia nggak hadap kamera



Sunday, September 4, 2022

Pelajaran dari Peristiwa Mischa

Catatan 4 September 2022

"It’s not a loss, it’s a lesson."


Artinya : "Itu bukan sebuah kehilangan, itu adalah pelajaran."

Pas tadi malem pulang ke rumah habis dari kantor, kerasa banget bedanya ketidakhadiran Mischa. Minggu lalu, si kucing betina item masih ada. Dia hampir aja kegiles motor waktu itu, karena dia malah rebahan di atas paving block dalam kondisi mendekati sekarat, mana udah malem lagian. Hujan tadi malem jauh lebih parah daripada malming sebelumnya, terlalu kasian buat Mischa kalo dia masih hidup dalam penyakitnya dalam cuaca yang tidak ramah ini.

Semua peristiwa pastinya ada hikmahnya. Begitu juga dengan kehilangan, meski hanya seekor kucing peliharaan. Tentunya mengandung pelajaran dari peristiwa matinya Mischa kurang dari seminggu yang lalu. Lantas, apa pelajaran untuk kami terkait tragedi kucing baru-baru ini?

Kalo liat video atau foto kucing-kucing punya orang di Instagram, terutama yang piara lebih dari lima ekor, suka kabita aja gitu. Pengen juga pelihara anabul sebanyak itu. Buat keluarga aku, kayaknya malah bakalan kewalahan kalo piara banyak banget, apalagi pas Mischa mulai sakit. Jadi, pelajarannya adalah jangan "serakah", bahkan dalam peliharaan sekalipun.

Inilah formasi sepeninggal Mischa :

Joe

Lula

Meylin (ibunya Joe dan Lula)

Lio (satu litter dengan Mischa dan Milo (not pictured))





Thursday, September 1, 2022

Mengatasi Trauma Akibat Peliharaan

Catatan 1 September 2022

Pada tanggal bulan baru ini, sangat besar peluangku untuk menulis banyak topik. Terutama hari ini adalah peringatan 14 tahun dari hari insiden kelinci. 

Tiga hari sebelum hari ini, terjadi kabar duka cita untuk anabul. Setelah keluargaku memelihara kucing sejak 2020 lalu, perasaan bersalah karena insiden kelinci itu terasa kembali intens. Dengan kami lebih memerhatikan dunia perkucingan, tentu saja jika mereka mati, rasanya akan berkali-kali lebih menyedihkan ketimbang saat aku belum terlalu mempedulikan kucing. Aku harus selalu mencegah agar rasa sedihku akibat kematian mereka itu tidak sampai malah membuatnya terasa sama besarnya seperti kematian manusia. 

Kucing-kucing lucu yang tersisa di rumah kami sudah menghibur kami lebih dari cukup

Kiri ke kanan : Lio, Joe, dan Meylin

Akan tetapi, jika saja aku tidak memberanikan diriku untuk kembali memelihara hewan darat setelah lebih dari sepuluh tahun lamanya, traumaku akibat kesalahanku pada insiden kelinci tidak akan pernah membaik. Lagipula aku tidak tahan dengan kelucuannya Kenéng-kenéng si kucing kuning yang lahir pada awal 2020 lalu. Adikku Fariz yang pertama menjinakkan kucing itu. Dengan aktivitas kami memelihara kucing, selama pandemi kami tidak terlalu bosan.

Mamahku menyebut kucing hitam bernama Spicy di atas ini "old soldier" atau "veteran", karena selain umurnya yang tertua di antara kucing-kucing yang biasa berkeliaran di rumahku, dia sudah lama juga mengenal rumahku, bahkan jauh sebelum Keneng-keneng lahir pada awal 2020 lalu

Mendadak Kayak Singa

Catatan 1 September 2022

Ternyata ketika Lio baru dipasangi corong supaya tidak memperparah luka di belakang telinganya, malah membuat setidaknya dua kucing lainnya merasa takut! Kejadian ini diceritakan oleh adikku yang terbesar Irsyad, karena ketika sedang terjadinya, aku sedang tidak ada di rumah, tempat terjadinya peristiwa itu. Kucing yang ketakutan melihat wajah baru Lio adalah Milo, saudara jantannya, dan Meylin, kucing lainnya yang lebih besar. Bulu mereka mencuat dan tubuh mereka menegang saat berpapasan dengan Lio. (untuk Meylin, bisa dilihat ekspresi ketakutannya di foto!)

Ada saja yang ketakutan oleh penampilan imut nan lucu ini!



Meylin yang terancam dan ketakutan oleh ornamennya Lio 

Ekspresi ketakutannya Meylin dilihat dari dekat

Milo yang sedang takut, segera mengenali kembali saudara orennya setelah mengendus aroma tubuhnya. Baunya dia sudah hapal. Adapun untuk Meylin, setelah berhenti takut, dia malah kembali tidak memedulikan Lio seperti biasanya. Kucing yang besar saja ketipu ya!


Lio, Matahari yang Terluka

Catatan 1 September 2022

Di saat-saat yang hampir bersamaan dengan memburuknya kesehatan Mischa, saudara jantannya yang berwarna oranye bernama Lio juga tidak dalam kondisi yang terlalu baik! Bagian belakang telinganya Lio terluka karena penyebab yang hampir sama dengan abses Mischa : garukan! Jadi, supaya satu-satunya kucing oyen yang tersisa di rumah kami itu tidak lagi menggaruk belakang telinganya yang menyulitkan kesembuhannya, Lio dipasang corong. Corong tersebut berwarna merah dan berbentuk bunga, tetapi ketika dipakai jadi mengingatkan akan matahari.

Lio dengan corong bersama Mischa beberapa hari sebelum kematiannya

Keduanya sedang terluka di tubuhnya

Lio sedang makan, karena mangkuknya ketutupan corong jadinya nggak kelihatan deh dia lagi ngapain

Luka di belakang kupingnya Lio

Mamahku adalah orang yang paling pertama teringat matahari jika melihat Lio dengan corong. Beliau bahkan menyanyi lagu anak-anak lawas yang dinyanyikan oleh Chicha Koeswoyo yang liriknya "Bersinar matahari, o... O... O ..." ketika bertemu dengannya. Lio adalah matahari yang terluka. Plus, dengan corong merahnya, dia juga terlihat semakin seperti singa, selain bulunya yang oranye.





Di atas adalah video lagu yang dinyanyikan Mamah, ternyata lagunya memang berjudul "Bersinar Matahari"


Setiap Detik-detik Kebersamaan Kami dengan Mischa

Catatan 29 Agustus 2022

(Aku menunda untuk mengirimkan catatan ini hingga tiga hari sejak ini ditulis, supaya perasaanku sudah lebih lega ketika mem-post ini)

Molly, seekor kucing betina dewasa tiba-tiba aja Dateng ke rumahku. Rumah itu emang sering kedatangan kucing baru. Saat dia baru pertama datang pada bulan Maret lalu, Kenéng-kenéng masih sempat berjumpa dengannya. Kira-kira sebulan kemudian, pas bulan puasa, dia hamil.

Mendekati lebaran idul Fitri, Molly melahirkan empat ekor anak kucing : dua oren dan dua item. Masing-masing warna ada satu jantan dan satu betinanya. Mereka tidak langsung dinamai. Barulah mereka bernama sekitar satu bulan ke belakang. 


Pada awalnya, Mischa, bersama ketiga anak kucing lainnya dari kucing kami yang bernama Molly, adalah anak-anak kucing yang aktif. Mereka banyak berlari ke sana kemari. Mischa dan Milo adalah kucing berbulu abu-abu kehitaman, yang pertama adalah betina dan yang terakhir adalah jantan. Dua anak kucing lainnya berbulu oyen, yang jantan diberi nama Lio sedangkan yang betina telah lama hilang sebelum kami beri nama. 

Untuk membedakan Mischa dengan Milo, versi jantannya, adalah warna oranye gelap samar pada bagian tengkuk dan punggungnya mendekati pangkal ekornya. Ekor Mischa lebih panjang lurus, sedangkan Milo memiliki semacam "kait" di ujung ekornya. Dari keempat anaknya Molly, Mischa yang memiliki warna bulu paling mirip dengan ibunya. Sayangnya, sang ibu pergi meninggalkan ketiga anaknya yang tersisa di rumahku.

Hingga pada suatu hari di akhir bulan Juli lalu, Mischa mendadak banyak tertidur. Bahkan, ketika dipegang oleh adikku yang terbesar Irsyad, sikapnya Mischa mendadak galak. Rupanya terdapat benjolan aneh pada lehernya. Keesokan harinya, benjolan itu pecah dan mengeluarkan nanah.

Kami (aku dan adik-adikku) baru memberi nama untuk tiga anaknya Molly ketika Mischa akan dibawa ke dokter hewan. Untuk pemeriksaan, hewan yang akan dibawa harus diberi nama. Terpilihlah nama Mischa untuk si betina hitam yang sakit. Setelah kucing hitam betina itu dinamai, dua saudaranya yang jantan juga harus bernama. 

Abses Mischa setelah pecah

Bagian yang dilingkari adalah abses di leher Mischa, menurut dokter hewan yang memeriksanya, benjolan berisi nanah itu terbentuk akibat infeksi dari garukan.




Ya, seperti yang kuceritakan sebelum-sebelumnya, perilaku Mischa berubah total setelah hadirnya abses itu. Setelah pecah, dia masih sering berjalan bersama kedua saudaranya, tetapi jelas dia paling pasif di antara ketiga anaknya Molly yang tersisa. Badannya semakin kurus, nafsu makannya semakin menghilang. Dengan luka yang berpindah ke tengkuk, warna oranye kecoklatan yang menjadi ciri khasnya yang membedakannya dengan Milo itu, tidak terlihat lagi karena bulu di kulit sekitar bagian itu merontok. 

Mischa di minggu terakhir hidupnya bersama dengan Lio (oranye), Milo (hitam di depannya Lio), dan Joe (abu-abu, paling depan, cuma dia yang ibunya beda sendiri)

Lio bersama Mischa yang semakin kurus, tampak jelas bahwa kucing yang kedua disebutkan ini tidak dalam keadaan sehat 😿😭




Monday, August 29, 2022

Selamat Jalan, Mischa

Catatan 29 Agustus 2022



Mischa, salah satu dari enam ekor kucing peliharaan keluargaku, mati pada pagi tadi hari ini. Sejak kurang lebih tiga minggu yang lalu, dia memang sudah terserang penyakit. Awalnya, dia mendadak pasif, tidak lagi banyak bergerak seperti kedua saudara jantannya dari satu ibu yang sama. Ternyata dia memiliki abses di lehernya, kemudian pecah.

Setelah kami bawa ke dokter hewan dan kami berikan obat untuk abses yang pecah dan terus mengeluarkan nanah itu. Luka dari abses yang pecah itu mengering, tapinya lukanya malah jadi pindah ke atas tengkuknya. Setiap pekan aku pulang dari kostan ke rumah, luka yang barunya semakin kering dan menyembuh. Pada malam Minggu terakhir (27/8), kulihat dia sedang terbaring di atas tanah halaman rumahku.

Nyaris tidak ada pergerakan kucing betina berbulu abu-abu kehitaman itu, sehingga aku khawatir dia tergilas oleh roda motor ojek online yang mengantarkanku dari kantor ke rumah. Untunglah dia waktu itu tidak sampai tergilas, tetapi dia kelihatan lemas sekali dalam posisi loafing sehingga kesulitan untuk berjalan masuk ke dalam rumah kami. Mamahku membawanya masuk. Di situ aku takut dia mati kedinginan di luar, tetapi akhirnya dia benar-benar mati pada tadi pagi lusanya. 

Minggu malam kemarin (28/8), Mischa sudah semakin dekat dengan kematian. Dia tidak mampu lagi untuk berjalan, hanya mengedipkan matanya saja pergerakan yang masih bisa dilakukannya. Badannya kurus sekali, dengan luka kering di tengkuk lehernya yang tersisa. Kedua adikku sudah pasrah saja Mischa tidak akan bertahan hingga esok hari. 

Adik bungsuku Fariz menggerakkan tubuh ringkih Mischa tadi pagi. Seluruh anggota badan tubuh kucing kecil betina itu telah kaku. Tidak salah lagi, dia sudah mati. Rigor mortis, itulah istilahnya. 

Hingga siang harinya, tidak ada orang yang sanggup untuk menggali lubang sebagai kuburan Mischa. Ketika sore, hujan mengguyur. Kami semua pasrah menunggu untuk kucing malang itu dikuburkan pada besok Selasa pagi. Untunglah kucing yang sudah tenang itu dibalut dengan kertas koran dan ditutupi oleh selotip dan lakban oleh Fariz, sehingga diharapkan bangkainya akan tahan busuk hingga besok.

Selamat jalan, Mischa. Maafkan kami jika kami masih banyak kurang tahu dalam mengurus kucing.




Hatiku (Dibuat) Mati Rasa untuk Kematian Hewan

Catatan 29 Agustus 2022

Bagaimana perasaanku terhadap kematian Mischa hari ini? Sedih, tentu saja. Akan tetapi, rasa sedihku akan matinya hewan telah tumpul sejak insiden kelinci itu. Dikhawatirkan perasaan sedihku akan kematiannya hewan memicu tindakan atau sikap apapun yang tidak logis dariku, meski jelas kini takkan lagi seabsurd insiden yang terjadi hampir 14 tahun yang lalu itu. 

Perasaanku kini telah mati jika hewan peliharaanku tidak lagi bersama kami



Kira-kira satu bulan sejak peristiwanya insiden kelinci, terjadi tragedi paling horor, yang pernah kusaksikan langsung tentang hewan peliharaan di sekolahku dulu. Berarti kejadiannya pada bulan Oktober 2008, setelah kami kembali masuk sekolah usai liburan Lebaran di tahun yang sama. Seekor kelinci putih milik sekolah, kehilangan kepalanya dan bagian lehernya tentu saja dipenuhi oleh darah! Dia terbaring, tentu saja tidak lagi bernyawa, di atas rumput sebelah lapangan upacara sekolah.

Seorang teman cewekku, dari beda kelas tetapi masih satu angkatan, tidak tega untuk melihat bangkai hewan mungil yang malang itu. Sebaliknya, aku malah terdiam dan terus memandang hewan yang bernasib mengenaskan itu. Penasaran, ada apakah gerangan dengan kelinci sekolah itu? Air mataku tidak dapat lagi mengalir seperti sebelumnya, ketika seekor kelinci dikabarkan mati pada sahur di hari pertama bulan puasa tahun tersebut.

Kemungkinan kelinci itu diterkam oleh kucing liar yang biasa berkeliling daerah sekolah. Kelinci di sana sengaja diberikan makan oleh petugas di sekolah dan juga anak-anak. Berbeda dengan kucing di sana, mereka tidak dipelihara sehingga nyaris tidak ada yang secara khusus memberikan makanan kepada mereka. Jadinya kemungkinan mereka sedang sangat lapar dan menjadi versi terseram dari mereka ketika berhadapan dengan kelinci sekolah tersebut.

Sejak kesalahanku pada insiden kelinci itu, yang merasakan keheranan atas perbedaan sikap orang-orang antara kematian manusia dan hewan, aku tidak berani lagi untuk merasakan kedukaan atas kematian hewan peliharaan. Aku berusaha untuk menjadi seperti orang lain pada umumnya, yang membedakan kadar kesedihan untuk kematian dua makhluk hidup yang berbeda. Tidak ada lagi perasaan berduka yang menganggap seakan mereka adalah anggota keluargaku sendiri. Perasaan seperti itu hanya untuk anggota keluarga yang sesungguhnya, oleh karena itu tidak akan ada lagi perasaanku yang heran atas sikap semua orang di sekitarku yang tidak bereaksi untuk menanggapi kematian hewan.

Sampai-sampai aku tidak berani lagi untuk memiliki hewan peliharaan selama lebih dari sepuluh tahun, karena saking khawatirnya akan tidak kuasa menahan sedih ketika mereka mati nanti. Jika perasaan sedihku sama besarnya antara manusia dan hewan, mungkin itu akan menjadi hal yang buruk. Kecuali kalau ikan, aku masih sanggup untuk ikut memeliharanya bersama dengan adikku Irsyad. Lagipula, saat itu dia yang lebih antusias untuk memelihara hewan air tawar dalam akuarium itu. 

Bertahun-tahun lamanya kisah insiden kelinci itu agak terlupakan, memori itu kembali mencuat ketika seekor kucing milik tetangga mati pada akhir tahun 2020 lalu. Hampir saja aku merasakan kedukaan yang intens pada hari kematian Meow Cat, nama kucing tetangga yang mati tersebut. Hingga hari ketiga setelah kematiannya, masih saja kurasakan sedih. Aku tidak ingin untuk bersedih dalam kadar yang sama seperti kepada sesama manusia lagi untuk seekor kucing, apalagi itu bukan peliharaan milik kami. 

Oh, ya, sebentar lagi akan tiba tanggal 1 September, ketika insiden kelinci akan menempuh 14 tahun dari tanggal peristiwanya. 

Friday, August 19, 2022

Mengapa Hewan Itu Dianggap Makhluk yang Begitu Rendahnya?

Catatan 18 Agustus 2022


Akibat chatting aku via WA dengan seorang kerabatku kemarin lusa, seketika aku mendapat insight. Dalam chat kami kemarin lusa itu, sehari sebelum Hari Kemerdekaan RI yang ke-77, kami sempat membahas tentang seorang tokoh politik yang disebutkan dalam catatanku sebelumnya. Ya, kami berdua membahas tokoh politik itu yang aslinya hanya berniat untuk membatasi volume suara toa untuk mengumandangkan adzan itu. Lalu, kami berdua terpikirkan akan suatu hal : mengapa hewan anjing dianggap begitu rendahnya, terutama dalam hukum agama Islam, sehingga sang tokoh menuai kontroversi karena menyebutkan hewan itu.

"Pihak Kemenag juga tak bisa memaksakan persepsi masyarakat soal azan dan gonggongan anjing."

Sumber kutipan dari kalimat di atas, bacalah di sini.

Topik ini memang sudah tidak lagi hangat, karena sudah berlalu hampir enam bulan yang lalu. Namun, bagiku terasa begitu relatable. Karena hewan anjing begitu di-degrading, terutama masyarakat yang termasuk muslim, terpicu emosinya duluan begitu mendengar nama hewan itu dijadikan analogi, apalagi dengan panggilan untuk melakukan ibadah salat wajib lima waktu. Padahal jika saja kita mau meluangkan sedikit waktu kita untuk mencermati maksud dari perkataan tokoh tersebut, kita akan menyadari bahwa terlalu tidak wajar jika sampai beliau membenci adzan dengan merendahkannya hingga dibandingkan dengan suara gonggongan anjing.


Setelah aku mendengarkan perkataannya beliau dari satu video karena berangkat dari rasa penasaranku, dari intonasi bicaranya jelas tidak ada kebencian terhadap adzan. Beliau menyebutkan hewan tersebut hanya sebagai sesuatu yang memiliki tingkat kekerasan suara yang sama atau mirip. Niat beliau hanya untuk mengatur tingkat kekerasan dari adzan, jangan sampai yang fungsinya adalah untuk mengajak umat muslim untuk beribadah malah jadi mengganggu masyarakat. Karena nilai dari hewan yang begitu dianggap rendahnya, terutama anjing, maksud baik dari beliau malah tertutupi dan memicu keributan.

"Kepada saudaraku yang akan berdemo saya mengajak kita semua untuk secara otentik dan jujur mendengarkan bisikan nurani terdalam kita tanpa ada benci, dendam dan kepentingan tentang pernyataan Gus Menteri," ujar Direktur Jenderal Bimas Islam Kemenag, Kamaruddin Amin kepada VIVA di Jakarta, Jumat, 4 Maret 2022.

 

Dia menambahkan, "Sembari membaca secara utuh pernyataan beliau, memahami konteks dan substansi surat edarannya. Insya Allah bisikan rohani kita akan berkata bahwa Gus Menteri punya niat baik, tidak ada maksud membandingkan antara suara azan dan gonggongan anjing." 

 

Ia menjelaskan, latar belakang menteri agama sebagai seorang santri yang tumbuh besar di lingkungan pesantren di bawah tempaan almarhum ayahnya yang seorang ulama tak mungkin melakukan seperti yang dipersepsikan itu. 

Sumber kutipan kalimat di atas berasal dari alamat ini.

Dari percakapan kami, aku teringat akan suatu kejadian yang tadi kusebutkan terjadi sekurang-kurangnya tiga bulan yang lalu. Kejadian ini belum pernah kubahas dengan kerabat tersebut hingga detik catatan ini ditulis. Inti dari kejadian ini menyisakan pertanyaan yang hampir sama : mengapa hewan dianggap makhluk yang sebegitu rendahnya? Berawal dari seekor kucing peliharaan kami yang bernama Meylin ...

Meylin, kucing di rumahku setelah Keneng-keneng hilang

Pada suatu pagi menjelang siang, aku sedang duduk di ruang tengah untuk sarapan. Maklum, sarapanku sering telat karena aku selalu kebagian kuliah online pagi hingga akhir Juni lalu. Di atas sebuah kursi di sebelahku, duduklah Meylin kucing peliharaan keluargaku. Datanglah anak bungsunya dari seorang ART di rumahku ke ruangan tersebut.

Anak tersebut yang masih berusia tiga setengah tahun bermain-main dengan Meylin, hingga akhirnya kucing itu merasa tidak nyaman dan kemudian mencakar anak itu. Karena rasa kaget dan perih akibat cakarannya, anak itu menangis. Malam pada hari yang sama setelah kejadian tersebut, aku menceritakannya kepada adikku yang paling terakhir. Saat itu, aku berada di ruangan yang sama dengan kejadian Meylin tadi bersama Mamah dan adikku yang termuda tadi itu.

"Ya itu sih salah dia (anaknya ART tadi) sendiri, dong," ujar adik terakhirku dengan nada agak kesal selepas aku mengakhiri ceritaku tentang Meylin pada tadi siangnya.

"Mengapa Ade lebih membela yang tidak punya akal?" tanyaku. Aku biasa memanggil adik bungsuku dengan sebutan 'Ade'.

"Dalam Islam, binatang itu kok rasanya direndahkan sekali. Seakan-akan kita para manusia saja yang unggul, sedangkan mereka begitu dianggap hina," tutur adik bungsuku itu heran.

"Sebenarnya bukan merekanya yang jelek, tetapi kita lebih memiliki kelebihan karena mampu berpikir," jelas Mamah.

"Iya juga ya, padahal jika dibandingkan dengan waktu kemunculannya mereka para hewan di muka Bumi ini, kita sebagai manusia itu justru newbie," kataku tersadar.

Tidak ada habisnya aku teringat akan insiden kelinci itu jika sudah membahas nilai dari hewan. Oleh karena dalam agama Islam yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, hewan itu dianggap makhluk yang rendah derajatnya dibandingkan dengan manusia, hingga Papah tersinggung dengan pertanyaan yang kulontarkan pada saat insiden itu. Padahal secara filosofis, sejatinya hewan dan manusia dan juga tumbuhan, itu sama-sama berharganya. Mengapa hewan seringkali dianggap sebagai makhluk yang serendah-rendahnya, padahal mereka jelas tidak mungkin berbuat jahat, justru karena ketidakmampuan mereka untuk berpikir dan merencanakan? 






Saturday, August 13, 2022

Mimpi Bertemu Lagi dengan Kenéng-kenéng

Catatan 11 Agustus 2022

Kemarin sore, setelah aku pulang dari magang, aku bertemu seekor kucing putih gemoy dengan sedikit semburat oranye. Kucing tersebut mengenakan kalung, sama seperti Kenéng-kenéng sebelum dia menghilang. Tadi malam setelah pertemuanku dengan kucing putih gemoy itu, aku bermimpi bertemu dengan Kenéng-kenéng. 

Sunday, July 31, 2022

Bulan Juli, Bulan Penuh Tragedi Kucing

Catatan 31 Juli 2022

Belum juga Kenéng-kenéng (kucing kuning milik keluargaku itu) ditemukan, di bulan Juli ini terjadi serentetan tragedi soal kucing! Tidak ada yang benar-benar mati sih, mereka baru dikabarkan 'hilang', sama seperti Kenéng-kenéng. Tragedi pertama adalah satu anaknya Molly yang berbulu oren dan betina hilang dua hari setelah Hari Raya Idul Adha tahun ini. Satu Minggu setelah hari raya tersebut, Molly sendiri dan anaknya yang jantan berbulu oranye dan yang betina berbulu hitam sempat menghilang dari rumah, tinggal menyisakan anak yang jantan berbulu hitam. 

Untungnya saja dua anak kucing lainnya yang tadi hilang itu besoknya kembali lagi ke rumah. Termasuk Molly si emak yang semakin ke sini semakin sering kabur-kaburan. Sayangnya, hingga tanggal terakhir dari bulan Juli ini belum juga ada kabar tentang si oyen betina. Sebelum hari menghilangnya dia, anak kucing yang satu ini memanglah sering memisahkan dirinya dari keluarganya, entah mengapa.

Setelah si oyen betina anaknya Molly ini sekitar dua Minggu menghilang, malah anaknya Meylin yang berbulu putih, abu, dan krem ikutan hilang! Berbeda dengan keluarga Molly yang kucing semi-outdoor, Meylin dan tiga anaknya semuanya adalah kucing indoor. Artinya, kucing semi-outdoor biasa pergi meninggalkan rumah untuk bermain, sedangkan kucing indoor hanya full-time berada di dalam rumah. Padahal Meylin dan dua anaknya yang lainnya tidak ada yang senang main ke luar, tetapi entah mengapa ada satu ekor yang kabur.

Lima hari yang lalu, anak Molly yang betina dengan bulu hitam tiba-tiba memiliki benjolan aneh di leher bagian kirinya dan dia jadi banyak tidur. Padahal sebelumnya selalu aktif berlarian dan berloncatan ke sana kemari layaknya anak kucing yang mulai besar. Ketika disentuh juga dia jadi pemarah. Lalu, hari setelahnya, ketika si hitam betina ini sedang makan pagi harinya, benjolan itu pecah dan mengeluarkan nanah berwarna hijau.

Esok sorenya, si hitam betina yang diberi nama Mischa itu diperiksakan ke dokter hewan. Katanya, si anak kucing itu menderita infeksi yang diakibatkan garukan pada kulitnya, sehingga menimbulkan abses. Alhamdulillah, untung ada rejekinya untuk memeriksakannya dan membeli obat-obatan untuknya. 

Thursday, July 28, 2022

Batasan Antara Pets dengan Kita

Catatan 29 Juli 2022

Berapa bulan, nih, aku nggak nulis surat imajiner? Karena lalai nulis surat untuk terapi diri sendiri itu, jadinya sempat kambuh lagi kebiasaan burukku. Kira-kira tiga Minggu yang lalu, mulai lagi aku marah-marah dan ngamuk-ngamuk gegara pikiran yang nggak menyenangkan. Surat imajiner itu tidak sempat kutulis karena waktu itu ada tiga anak kucing yang suka lari-larian dan ngeloncatin meja kecil tempat aku biasa nulis.

Aku emang suka kucing, tapi mereka ini udah ganggu kamarku! Pas mereka loncatin itu meja, pernah sampai terguling dan kertas-kertas untuk nulis surat imajiner itu jadi berserakan di lantai! Udah diberesin mejanya, eh taunya ketiganya malah tidur di atasnya, bahkan kadang sama emak-emaknya bobo di atas meja kecil itu. Mau gak mau meja itu akhirnya dilipat dan semakin terlupakan untuk nulis surat imajiner itu.

Padahal, nulis surat itu kan salah satu bentuk terapi yang diberikan oleh psikolog aku! Hewan peliharaan memang gunanya agar mengurangi stres, tapi harus dibatasi juga aksesnya ke kamarku. Habis, mereka malah menghambat proses penyembuhan diriku dengan suasana jadi gak kondusif buat nulis. Pintu kamar terpaksa ditutup kalo aku tidur.

Dengan kehadiran mereka, aku jadi "dipaksa" untuk beresin kamar, secara aku ini emang males beres-beres. Buku-buku yang tadinya cuma ditaroh di kolong meja, karena sering jatuh pas dilewatin atau diloncatin anak-anak kucing tadi, jadi dimasukin ke lemari. Alat-alat gambar yang disimpan di atas meja kecil yang tadi disebutkan, dimasukin juga ke lemari lain biar nggak terlalu berantakan kalo meja itu jatuh terguling. Hasilnya kamar aku jadi jauh lebih lowong sekarang!

Setelah kamar aku jadi lowong, aku malah nggak tau mau nulis apa lagi untuk surat imajiner. Aku gak tau mau ngomong apa lagi ke almarhum Papah dan juga ... Heinz Doofenshmirtz lewat surat imajiner itu. Seriusan, psikolog aku itu nyuruh juga aku nulis surat buat Doof selain untuk Papahku. Mungkin dengan kamar yang rapi, overthinking jadi menurun tajam sehingga hampir tidak ada lagi beban pikiran untuk dituliskan pada surat itu.

Wednesday, October 30, 2019

Kucing-Kucing di Sekitar Aku

Atas dari kiri ke kanan: Tom, Kitty, Lola
Tengah dari kiri ke kanan: Mochi, Bella, Grup Tom-Kitty-Lola-Bella
Bawah dari kiri ke kanan: Cherry dengan anak-anaknya (grup yang tadi disebut), Bonny, Cherry

Aku emang gak pelihara kucing tapi aku suka kucing. Gambar-gambar di atas adalah kumpulan kucing peliharaan tetangga aku yang aku biasa lihat dan elus-elus. Sayangnya Mochi udah ilang. Sebenernya masih ada lagi satu kucing yang gak ada fotonya di sini, namanya Ngu! Lah kok namanya aneh banget? Ya, dinamain gitu karena aku bi-NGU-ng mau ngasih nama apa. Ngu ini sekarang gak tinggal di rumah tetangga aku lagi, tapi di rumah sebelah warung. Hampir semua kucing peliharaan tetangga aku itu mereka yang namain, kecuali Ngu. Itu baru aku yang namain. Mereka juga keliatannya sama-sama bingung namain kucing itu. Mereka biasanya manggil dia "si cokelat kurus", padahal kucing yang warna bulunya begitu ada banyak, sampe 3 ekor, yang biasa berkeliaran di sekitar rumah aku. Saking bingungnya, akhirnya aku kasih dia nama "Ngu"!

Ngu lagi me-NGU-ap
Ngu susah kalo mau liat kamera

Eh dia malah nunduk begitu mukanya liat kamera


Mengenang Kembali Karakter Anime Berambut Hijau Mint: Martina Zoana Mel Navratilova

Catatan Rabu, 20 November 2024 Ada kalanya, sebuah kenangan masa kecil kembali muncul begitu saja, membawa kita ke waktu yang lebih sederhan...