Kisah ini sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu, tapi rasanya masih mengocok perut jika kuingat. YBS apakah masih ingat atau tidak, aku tidak tahu pasti ya. Soalnya sudah lama sekali aku tidak bertemu lagi dengan saudaraku yang ekspresif ini, bahkan sejak kisah ini terjadi. Kapan terjadinya kisah ini?
Kalau tidak salah sekitaran April 2010, menjelang UN SD aku. Kisah yang akan kubawakan ini adalah "Saudara yang Sangat Ekspresif", kalau nggak mau disebut "alay" or "lebay"! Saat itu adalah family gathering dari keluarganya Eyang Kakung alias kakekku dari pihak Mama. Namanya juga family gathering, sudah tidak membuat terkedjoet lagi jika ada banyak sekali orang datang dan saudara jauh ikut berkumpul!
Namanya Rani, aku kurang tahu nama panjangnya. Namun, cerita tentangnya malah begitu panjang! Padahal waktu ketemuan sama dia itu lumayan pendek lho, hanya satu hari selama acara tersebut dan setelah itu kami belum pernah jumpa lagi, hingga posting ini ditulis. Hubungan kekeluargaan aku dengannya juga tidak kuketahui dengan pasti, selain dia adalah bagian dari keluarga Eyang Kakung tadi.
Acara kami bukan berkunjung ke tempat wisata mewah, melainkan menyambangi rumah salah satu kerabat kami yang bertempat di Bekasi. Rombonganku datang dari Bandung. Di rumah Bekasi inilah aku mulai berkenalan dengan Rani. Tepatnya, saat kami makan siang di rumah itu.
"Aini, kamu ambil nasi sedikit amat! Segitu sih kayak buat kucing!" seru Rani kepada saudara kami yang berusia beberapa tahun di bawah kami berdua. Yang ditegur malah cool saja melanjutkan makannya.
Mendengar kalimat tersebut, sontak aku paham mengapa ada istilah makanan "nasi kucing". Benar saja, nasi di piringnya Aini tidak sampai setengahnya dari ukuran piring tersebut. Jangan-jangan dia tidak sampai satu centong ketika tadi ambil nasi buat makan. Hihihi, pantas saja badannya kurus! ðð
Selepas acara makan tersebut, kami bertemu seorang gadis yang seumur dengan aku dan Rani. Kalau dibandingkan dengan Aini, masih gedean doi. Tadinya mau kutulis "gadis kecil" atau "gadis cilik", tetapi saat itu aku juga bahkan belum masuk ABG. Oh ya, aku kan kelas VI dan Rani satu angkatan di bawahku, serta kalau tidak salah saat itu Aini masih kelas 2 SD.
Sepertinya sang gadis adalah anaknya yang punya rumah. Bukannya berkenalan dengannya, aku dan Rani malah menjulukinya "Siput Margiput". Julukan tersebut adalah idenya the latter. Entah darimana ide untuk memanggil anak berkuncir satu itu dengan sebutan hewan paling lelet itu, padahal si anak itu nggak lemot juga gerakannya.
Rasanya menyesal deh kami malah bersikap aneh dan menyebalkan kepadanya. Doi sih emang diam saja, entah karena kesal atau karena saking anehnya panggilan untuknya. Normalnya sih kita saling bertukar nomor hape, eh nama dulu dong biar tahu mau manggil apa dan tidak nyebut julukan konyol begitu. ððĪŠ Aini ikutan apa tidak, lupa lagi ya.
Tujuan selanjutnya dari Kota Bekasi yaitu Kota Bogor. Dalam bus yang membawa rombongan kami dari Bandung, udaranya lumayan panas. Mungkin saat itu bus belum berjalan jadi masih parkir di depan rumahnya Siput Margiput, eh, rumah yang di Bekasi. Karena belum jalan ya belum nyala AC-nya.
"Hareudang Marhareudang!" ujar Rani sambil mengipasi dirinya dan duduk di seat - nya.
Buat yang belum mengerti artinya, hareudang artinya "gerah". Jadi kalau perkataan Rani tadi diartikan, jadinya "Gerah Margerah"! Hihihi, ada-ada saja, ya?
Ternyata bukan berhenti sampai situ saja dialognya yang kocak! Aku pada saat itu masih menjadi fan Danny Phantom. Saat Rani melihat gambarnya, dia berkomentar, "Jelek Marjelek". Kalau seperti itu caranya mengucapkan sih, aku tidak sakit hati tokoh kartun idolaku diejek.
Sampailah kami di Kota Hujan yang dipenuhi ornamen kijang di seluruh sudut kotanya. Bahkan kijang yang hidup alias real juga tersebar di banyak tempat. Eits, rombongan kami ke Bogor bukan untuk mengunjungi Kebun Raya atau melihat hewan-hewan lucu bertanduk itu lho! Tujuan kami adalah untuk mengunjungi rumahnya adik perempuannya nenek buyutku, yang merupakan ibunya Eyang Kakung.
Rumah tersebut ternyata sangat bersebelahan dengan rumah sakit bersalin. Ternyata blankar-blankar di dalamnya mengundang reaksi kocak dari Rani!
"Ru ... rumah sakit! Rumah sakit!" pekiknya seperti yang ketakutan. Memang karena sepi tempat itu jadi agak terasa keueung, tapi jelas bukan rumah sakit berhantu!
Lalu di depan rumah tersebut ada seekor anjing putih besar yang dirantai! Aku memang takut dengan hewan peliharaan buas tetapi dikenal setia itu, tapi bagaimana dengan Rani ketika berjumpa dengan hewan tersebut?
"Ampun, Mr. Doggy! Ampun!" pekiknya dengan ekspresi yang sama seperti ketika melewati rumah sakit bersalin tadi. Padahal hewan itu kelihatannya tidak galak, malahan dia berbaring santai saja di tanah seperti yang "bodo amat" ketika orang lalu-lalang di sekitarnya.
Malam tiba, kami kembali ke Kota Kembang, kota tempat tinggalnya kami semua.
Walaupun Rani ketagihan pakai slogan "sesuatu (Mar) sesuatu", untuk judulnya itu aku ngarang sendiri ya. Bukan mengambil dari omongan kocaknya.
Oh, ya, di rumah tempat tinggalnya pemilik Mr. Doggy tadi, aku, Rani, Aini, dua adikku serta teman kami Andika menonton pertunjukan sulap kecil-kecilan dari seorang cowok seumuranku. Nah, kalau yang ini tidak memancing ekspresi Rani yang gokil. Apa saja sulap yang dipertontonkan cowok itu? Nantikan di postingan selanjutnya!
Dadah, cacaw!
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
No comments:
Post a Comment