Kuharap pembacaku yang setia—saat ini memang belum ada yang setia, maksudnya pembaca blog ini, tapi yakin deh nantinya blog ini akan di-notice banyak orang, aamiin—tidak bosan aku membahas impact dari "insiden kelinci" itu. Bahkan pengaruhnya sampai ke cerita hantu, lho! Ajaib, bukan? Eits, jangan takut dulu kalian kalau belum baca catatanku sampai habis!
Catatan tanggal 21 April 2021
Pada bulan dan tahun yang sama dengan terjadinya insiden kelinci itu, aku, Papa, dan adikku Irsyad yang sebentar lagi akan berumur delapan tahun melakukan sebuah perjalanan ngabuburit. Pastinya sih perjalanan ini terjadi pada September 2008, masih bulan puasa tetapi lupa minggu yang keberapanya. Saat itu adikku Fariz masih kecil, usianya masih dua tahun kurang. Jadi, dia dijaga oleh Mama di rumah.
Kami bertiga ngabuburit ke toko buku terdekat. Aku membeli sebuah majalah manga kompilasi. Ternyata dalam majalah tersebut terdapat satu rubrik yang membahas tentang hantu-hantu Jepang, wuih syerem ya!? Untuk satu hantu yang bernama Yuurei, alih-alih ketakutan, aku malah trenyuh membaca kisahnya.
Yuurei adalah hantu seorang pelayan wanita yang semasa hidupnya tak sengaja memecahkan satu dari piring-piring koleksi tuannya. Lupa lagi apakah Yuurei ini nasibnya entah dibunuh, sakit parah, atau bunuh diri yang menjadi penyebab kematiannya. Dia yang jelas meninggal dan ruhnya menghantui rumah tuannya setelah sang tuan memarahinya karena pecahnya satu buah piring koleksinya. Setelah menjadi hantu, Yuurei selalu menghitung piring yang tersisa dari koleksi milik mantan tuannya dan dia selalu menangisi satu piring yang kurang, begitu sampai pada hitungan yang terakhir.
Rasanya jarang sekali aku dapat relate dengan cerita hantu seperti ini. Sama sekali bukannya ketakutan atau ngeri yang kurasakan setelah membaca kisah ini. Kondisi hantu pelayan wanita itu adalah menyesali sedalam-dalamnya perbuatannya pada akhir hidupnya yang dia tidak sengaja lakukan. Sama sepertiku yang belum dapat menghela napas jika teringat omonganku yang tidak kumaksudkan untuk menyakiti hati Papa ketika insiden kelinci itu. Iya, iya, aku sebaiknya memang tidak boleh terus mengasihani diriku, hanya saja cuma legenda Yuurei itu satu-satunya kisah horor yang dapat kuhayati didalamnya sejauh ini.
Eits, ini bukan berarti aku merasa diriku rendah sehingga menyamakan diriku sendiri dengan bekas pelayan keluarga orang, ya! Tanpa Yuurei dikisahkan sebagai pelayan juga aku akan tetap merasa senasib dengannya, karena sama-sama menyesali sedalam-dalamnya atas perbuatannya yang tanpa disengaja. Pemikiranku yang barangkali dirasa ngelantur ini tidak kuceritakan kepada siapapun sebelum catatan harian ini ditulis. Dengan memahami kesedihan di balik kisahnya si hantu pelayan, kusadari bahwa rasa sedihku akibat insiden itu bukanlah kesedihan biasa karena sulit dan lama sekali hilangnya.
"Papa itu masygul (sangat sedih) sebenarnya ketika Teteh (panggilanku di keluarga, karena aku adalah anak tertua) bertanya seperti itu. Beliau merasa kamu tidak empati akan kehilangan Dik Hanif dan memilih menangis karena kelinci peliharaanmu," tutur Mama ketika aku menceritakan insiden kelinci ini setelah setahun lebih dari terjadinya insiden kelinci itu.
Jika saat itu terjadi aku masih duduk di kelas V, berarti aku menceritakan ini kepada Mama ketika sudah menempuh satu tahun selanjutnya, yaitu tahun terakhirku di Sekolah Dasar. Kalau tidak salah, ini adalah pertama kalinya aku curhat tentang hal ini kepada beliau.
Hati Papa yang hancur karena menyangka aku lebih kehilangan hewan peliharaan dapat dianalogikan dengan pecahnya piring koleksi tuannya Yuurei. Mungkin kurang bagus ya menganalogikan diri dengan cerita yang sebenarnya adalah kisah horor, tetapi aku juga sama-sama menyesali sesuatu dan perasaan itu masih berlanjut hingga kini.
Lalu, bagaimana dengan aktivitas ngabuburit puasa hari ini? Apa boleh buat, bepergian haruslah diminimalisir karena harus menjaga protokol kesehatan. Puasa dan tarawih hari ini insyaallah lancar.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
No comments:
Post a Comment