Thursday, March 30, 2023

Ingin Berbagi Kisah Insiden Kelinci dengan Orang-orang yang Terlibat Peristiwanya Secara Tidak Langsung

Catatan 30 Maret 2023


Sumber gambar: https://www.pngwing.com/id/free-png-pnlbn/download

Selama ini, aku membagikan kisah nyata Insiden Kelinci kepada orang-orang yang tidak berkaitan sama sekali dengan peristiwanya, meskipun itu masih ada hubungan kekeluargaan. Bahkan, Mamah aja kayaknya lumayan telat buat tahu kisah tersebut dan beliau bukan saksi mata. Satu-satunya saksi mata yang valid dari kisah ini cuma adik aku Irsyad, karena waktu itu Fariz masih umurnya satu tahun lebih (hari ini Fariz ultah yang ke-16!). Namun, hari ini aku ada ide: gimana kalo aku spill kisah ini buat orang-orang yang masih signifikan terhadap peristiwa itu, tetapi bukan yang terlibat langsung atau saksinya?

Orang-orang yang aku maksud "signifikan" di sini adalah yang "sepengalaman" tetapi nggak terlibat sama insidennya. Duh, agak ribet ya? Jadi gini, kelinci yang mati itu, kayak yang udah aku sering tulis, pemberian dari Wa Aden, abangnya Papah almarhum. Uwa ini waktu seminggu sebelum bulan puasa 2008 dateng ke Bandung dari rumahnya beliau di Cirebon bareng sekeluarganya.

Jelas dong, sang Abang juga beliin kelinci buat masing-masing dari ketiga anaknya! Udah bisa ditebak, kelinci peliharaan mereka juga nggak berumur panjang. Apalagi dibawa dari Bandung ke Cirebon yang ngabisin berjam-jam di perjalanan, kelinci aku aja nggak lama hidupnya. Pas Tahun Baru 2009, keluarga aku 'kan gantian ke rumahnya mereka dan beneran aja kelinci milik tiga sepupu kami itu udah pada mati, itu hewan yang rapuh sih!

Sayangnya, tiap kali aku ke Cirebon buat ketemu mereka, nggak pernah sempet buat ngobrol mendalam tentang pengalaman piara kelinci ini. Terutamanya sih aku pengen ngobrolin ini sama Teh Alma, si sulung yang sama kayak aku, satu-satunya cewek di keluarga inti! Ide ini baru kepikiran pas bulan puasa di tahun 2023 ini, sekitar 14 tahun lebih dari terjadinya Insiden Kelinci itu! Aku dengan si Teteh ini kayak Miiko ketemu Kiyomi untuk relasi kekeluargaannya, yaitu sepupu dari pihak Papah. 

Emangnya apa sih yang pengen dibahas sama Teh Alma soal kelinci itu? Aku penasaran, gimana perasaannya waktu kelinci yang dia kasih nama "Upik" itu mati. Pastinya sih ada aja rasa sedih ketika piaraan mati, tapi seberapa dalamnya? Aku tahu dia masih waras dalam menyikapi kematian kelinci itu (pastinya nggak kayak aku yang malah ngehalu lebay dan sampai bikin pertanyaan absurd), tapi boleh dicoba untuk diminta kisah pengalamannya terkait Upik yang bulunya abu-abu itu.

Kayaknya menarik juga untuk ditanyakan seberapa lama kelinci milik ketiga sepupuku itu hidup. Jika bisa dan akunya nggak canggung sih pengennya ngobrolin ini bukan sama Teh Alma aja, tapi juga sama dua adik cowoknya. Sebagai cowok, gimana sih mereka berdua yang dirasakan waktu kelinci mereka mati? Ini biar nggak kaku kalo nanti suatu saat ketemu mereka, mungkin bakalan ketemu pas lebaran tahun ini nanti di rumah Nenek.

Soalnya udah lama banget nggak ketemu keluarga Uwa Aden itu setelah Papah wafat. Biasanya sih kalo ada reuni, yang dibahas itu nostalgia masa-masa pas masih sering barengan. Habisnya, nggak banyak sih cerita yang kami habiskan bareng-bareng selain pergi ke BSM (sekarang udah jadi TSM) bareng-bareng dulu. Aku juga penasaran dengan apa tanggapan Teh Alma dan dua adiknya tentang Insiden Kelinci ini, setelah mereka sharing kisah pengalaman mereka dengan kelinci-kelincinya.

Kenapa ketiga sepupuku dari Wa Aden ini aku sebut "orang-orang yang signifikan"? Karena mereka juga terlibat dengan serentetan hal yang mengawali Insiden Kelinci, meskipun hanya di awalnya banget. Mereka juga jelas nggak mungkin jadi saksi, karena mereka lagi di Cirebon, kami di Bandung. Nenekku dari pihak Papah pun hampir sama, beliau datang ke rumah tempat keluargaku tinggal (rumahnya Eyang Putri, nenek dari Mamah) saat satu dari dua kelinci pemberian Wa Aden itu mati.

Insiden Kelinci terjadi ketika kelinci yang kedua dan terakhir itu juga akhirnya mati, hanya tiga hari setelah matinya kelinci yang pertama tadi...

Diharapkan setelah aku sharing kisah ini kepada tiga sepupu dan Nenek kami, rasa bersalah akibat Insiden Kelinci itu dapat terobati...

Friday, March 24, 2023

Nggak Sempet Jujur-jujuran Sama Nenek? Tenang, Masih Banyak Hari Lainnya!

Catatan 24 Maret 2023

Hari ini memasuki bulan Ramadan hari kedua, teringat akan pengalamanku mulai nulis kisah Insiden Kelinci dengan tema kisah inspiratif. Pertama aku nulis cerita ini dua tahun yang lalu, tepatnya pada Ramadan 2021. Karena pada saat itu kesedihanku akan insiden tersebut belum aja ketemu titik terang, alhasil aku kehilangan ide di tengah jalan dan tulisannya jadi mandeg. Alhamdulillah pada tahun yang sama, ada rejekinya datang ke psikolog untuk konsultasi, salah satunya agar bisa melupakan insiden itu.

Kemaren di hari pertama bulan puasa, aku nggak sempet ngobrol sama Nenek tentang kisah ini. Itu karena cuma Fariz adik aku yang bungsu aja yang nginep, aku nggak ikut nginep di rumah Nenek. Mau video call, eh hape Fariz lagi nggak ada kuotanya. Yah, masih banyak hari-hari lainnya di bulan puasa ini, rasanya kurang afdol jika di bulan "anti bohong" ini nggak jujur-jujuran.

Ketika menulis surat imajiner untuk almarhum Papah adalah cara terbaik untuk melupakan kesedihan dan penyesalan akibat Insiden Kelinci itu, kenapa nggak coba ngobrolin itu sama keluarganya beliau yang masih hidup? Berhubung kisah ini termasuk topik yang lumayan sensitif, seperti yang udah aku bilang di catatan kemaren, pertanyaan yang kontroversial dari insiden tersebut jangan disebut secara spesifik. Aku pengen minta pendapatnya Nenek, masih wajarkah aku di kelas lima kalo masih heran sama perbedaan orang memperlakukan antara kematian manusia dan hewan? Ini udah kepikiran sejak kurleb tiga bulan yang lalu, sejak terakhir kalinya ketemu beliau sebelum tahun 2023 ini.

Kunjunganku yang terakhir ke rumah beliau adalah sekitar Desember 2022 lalu. Saat itu beliau menceritakan kematian kelinci peliharaannya saat beliau masih muda dan Kakek (ayahnya Papah) masih hidup. Matinya kelinci itu gegara tetangga sebelah yang main tembak aja itu kelinci, padahal kelincinya ada yang pelihara. Padahal kejadiannya jelas udah puluhan tahun yang lalu, tapi masih membekas di hati Nenek dan beliau masih aja pengen nangis rasanya jika keingetan lagi dan air matanya beliau udah dikit keluar waktu menceritakan ini.

Kalo dipikir-pikir, reaksinya beliau akan pengalaman tersebut emang hampir sama kayak kedukaan buat sesama manusia, ya?

Dari kisah tersebut, aku juga ingin meminta pendapat Nenek, wajarkah dan seberapa tidak etisnya bila kita merasakan kesedihan yang sama dalamnya atau besarnya kayak ke orang untuk matinya hewan peliharaan? Semoga dari pembicaraanku dengan Nenek nanti bisa lanjutin lagi kisah inspiratif dari Insiden Kelinci ini. Ada satu warganet di Twitter yang bilang, bahwa semua ketikanku seputar insiden tersebut di blog pribadi aku udah kayak makalah psikiatris aja. Bahasa lebih gampangnya, tulisan-tulisan di blog itu tentang kisah tersebut katanya kayak ditulis sama psikiater, alih-alih orang awam kayak aku ini.

Padahal aku hampir sama sekali nggak ada background psikologi! Belajar psikologi secara khusus juga jarang banget. Pernahnya juga belajar mata kuliah "Psikologi Persepsi", itu juga lebih disesuaikan untuk topik desain karena aku ambil jurusan DKV. Semoga tulisanku ini bermanfaat buat para psikolog atau calon psikolog, meskipun aku nggak berkecimpung dalam bidang studi tersebut.

Satu hal yang harus digarisbawahi, aku nggak sakit hati sama almarhum Papah sama sekali. Aku bukannya nyalahin beliau karena marah sama pertanyaan dalam insiden itu. Hal yang bikin aku terus-menerus sedih itu jujur aja, masih sering kaget karena saking nggak nyangkanya bakalan dimarahin. Saking nggak tahu bahwa pertanyaan itu ternyata adalah sebuah kesalahan yang menyinggung, makanya makin tambah umur makin sedih kerasanya, karena tambah ngerti juga letak kesalahannya dan masih terus menyesal, meskipun udah nulis surat imajiner buat almarhum Papah.

Meskipun udah nyadar di mana letak salahnya aku pada kejadian itu, harus diakui bahwa rasa sedih, menyesal, dan kaget sebab itu juga memang hadir. Sedihnya juga bukan lagi karena kematian kelincinya itu sendiri, melainkan lebih ke "Ada apa dengan diriku sampai kepikiran pertanyaan aneh kayak gitu? Apakah aku ini gila?" Miturut buku pengembangan diri yang banyak aku baca, katanya kita harus memvalidasi semua perasaan yang timbul dalam diri kita dan janganlah kita menghakimi perasaan itu sendiri. Maksudnya, kita akui setiap dari perasaan yang muncul dalam hati kita, mau itu positif atau negatif dan jangan merasa seperti ini, "Aku nggak pantes marah atau sedih! Aku tidak boleh menghadirkan perasaan yang negatif ini! Jika aku merasakan itu, aku adalah orang yang lemah dan tidak tahan mental!"

Perasaan yang tidak enak itu mestilah dihilangkan, tetapi langkah paling pertamanya adalah mengakuinya seperti, "Aku merasakan marah atau sedih. Aku menerima perasaan ini hadir dalam diriku." Kemudian, barulah kita berusaha mengobati perasaan-perasaan itu.


Wednesday, March 22, 2023

Munculnya Berbagai Halu Ambigu

Catatan 23 Maret 2023

Beberapa bulan setelah Insiden Kelinci itu, yaitu mulai dari akhir 2008 hingga awal 2009 entah kenapa jadi banyak halu akan adegan-adegan yang entah apa maksudnya. Ini bukan flashback momen-momen yang pernah kulewati, hanya adegan-adegan random yang sering berkelebat di kepalaku di saat lagi terdiam sendirian. Biasanya berisi orang-orang yang aku nggak pernah kenal dan tempat yang aku nggak pernah kunjungi. Namun, ada pula yang "tokoh utamanya" adalah versi lain dari diriku sendiri.

Kisah Halu yang Pertama

Contoh yang paling aku inget (karena ini contoh halu yang paling sering muncul di kepala) adalah adegan banyak anak-anak berlarian di sekitar air mancur di taman sambil tertawa-tawa riang dan lari-larian lincah. Gak ada info yang jelas banget tentang adegan itu, siapa aja mereka aku nggak tau samsek. Pastinya mereka bukan aku, sodara, dan teman-teman, intinya dari sekumpulan anak-anak itu nggak ada yang aku kenal satupun dan entah apa maknanya. Waktu itu aku usianya sebelas tahun, kira-kira anak-anak itu usianya banyak yang seumuran denganku saat itu, tapi banyak pula yang beberapa tahun di bawahku, bahkan ada pula yang anak TK.


Adegan anak-anak yang main di sekitar air mancur itu selalu dari sudut pandang orang ketiga. Simpelnya, aku nggak pernah terlibat dalam permainan mereka dan hanya sebagai pengamat. Ibaratnya, aku cuma orang yang duduk di kursi taman ngeliat mereka dari jauh. Jadi, itu jelas bukan flashback momen-momen aku lagi main, bukan potongan adegan film, dan bukan juga memori ngeliat anak-anak di suatu tempat, karena taman yang ada dalam halu tersebut nggak pernah liat secara IRL.

Keceriaan anak-anak tadi itu entah kenapa selalu bikin aku mewek. Nggak pernah sampai sesenggukan sih, cuma ngalir dikit air matanya aja. Entahlah ini perasaan terharu, sedih, rindu, atau apa. Penting untuk diingat, perasaan melankolis kayak gini nggak ada kalo ngeliat adegan yang serupa di dunyat.

Kisah Halu yang Kedua

Selain halu tentang banyak anak-anak main sambil lari-lari di sekitar air mancur taman tadi, ada pula halu lainnya yang agak aneh. Ini seinget aku muncul pas lagi di perjalanan family gathering ke Dufan pada tahun 2008, tapi mungkin pernah muncul juga pada waktu-waktu lainnya. Buat orang yang baru denger atau baca mungkin banget bakalan ketawa ngakak : yang ini halu jadi nenek-nenek pengemis! Jika pada halu yang pertama tadi aku nggak terlibat dan hanya jadi orang yang mengamati dari jauh, sebaliknya buat halu yang ini, di sini aku berubah jadi nenek-nenek pengemis itu alias pake POV "orang pertama", aku sendirilah pelaku dari cerita halu ini.

Aku yang pada saat itu masih berumur sebelas tahun, langsung berubah jadi orang yang usianya bahkan jauh lebih tua daripada ortuku saat itu. Kayaknya udah ngalahin dua nenek aku juga! Sebuah rumah besar aku datangi, ingetnya itu rumah catnya putih jadi sama sekali bukan rumahku. Pintu rumah itu terbuka, berdiri seorang bapak yang usianya sepantaran dengan Papah (akhir 30 tahunan), dia sama sekali tidak kukenal, nggak pernah ketemu orangnya di dunia nyata. 

Bapak itu bentak dan ngusir aku, karena aku mengemis kepadanya. Tapi apa tepatnya kata-kata yang dia katakan, sama sekali nggak ada yang inget. Halu ini bikin aku sedih, meskipun kalo ngeliat pengemis beneran malah curiga mereka nggak semiskin kelihatannya. Malahan agak takut uang yang mereka terima itu sebenarnya buat keperluan yang haram.

Setelah si bapak itu membentakku dalam wujud wanita pengemis tua, nggak pernah ada kelanjutannya dari adegan tersebut.

Di jalan tol menuju Dufan itu, aku menangis tanpa suara. Tiada seorangpun yang tau aku mewek, termasuk adik aku Irsyad yang sering berdua sama aku. Kalo gak salah waktu itu aku duduk sendirian di bus. Mungkinkah ini efek dari gabut di perjalanan, karena jalan tol itu jujur aja ngebosenin, pemandangannya monoton walaupun mulus tanpa lampu merah dan indah pepohonannya.

Yap, masih sama dengan skenario "anak-anak air mancur" tadi, makna dari skenario "nenek pengemis" juga beneran nggak jelas. Semuanya terasa ambigu. Bukan bunga tidur juga, karena itu semua terjadi di saat aku bangun, bukan tidur. Ternyata eh ternyata, kisah random yang singkat-singkat begini itu nggak hanya dua, tapi masih ada lagi.

Kisah Halu yang Ketiga

Buset, nggak nyangka ternyata masih ada satu lagi contoh kisah halu yang lainnya! Mulai dari kisah yang ketiga ini, munculnya nggak sesering kisah "anak-anak air mancur" dan "nenek pengemis". Ini adalah saat di mana aku mendadak punya clone, alias "kembaran yang bukan biologis". Saat aku duduk di ruang tengah rumah, clone dari aku ini lagi dimarahin Papah sambil terduduk dan menangis di ruang tamu, yang terletak di sebelah ruang tengah tempat aku yang "asli" berada dalam kisah halusinasi ini.

Aku yang "asli" dan clone ini pake baju yang berbeda. Kalo gak salah, aku yang asli dalam halu pake blus batik gambar wayang warna magenta (baju ini beneran aku punya dan suka dipake sekitar aku kelas IV hingga V), sedangkan clone tadi mengenakan t-shirt kuning pucat (ini nggak tahu aku pernah punya baju ini atau nggak). Entah apa kesalahan yang diperbuatnya sampai tiruan dari diriku itu dimarahin sama Papah, aku nggak ngikutin dari awal dan tahu-tahu udah gitu kejadiannya. Sampai-sampai, sang tiruan itu sebelum terduduk sambil menangis itu sempat dihempaskan ke lantai sambil Papah memarahinya, lengannya sang clone aku dilepaskannya dengan kuat hingga dia terduduk di atas ubin!

Pada kenyataannya, aku nggak pernah dibanting kuat-kuat ke lantai gitu lho sama ortu sendiri, suwer! Di sana, aku yang asli nggak bisa ngapa-ngapain selain nangis sedih ngeliat "kembaran" sendiri lagi berada dalam situasi begitu. Anehnya, aku kayak nggak bisa bergabung sama mereka, kayak ada semacam sekat tidak kasat mata gitu yang menghalangi ruang tamu dan ruang tengah. Bukan hanya aku aja, semua orang di rumah nggak ada yang bisa intervensi sama adegan tadi itu.

Walaupun kisah yang ini berisi orang-orang dalam kehidupanku sendiri, yaitu aku (meskipun ada tiruannya) dan almarhum Papah, tetep masih ambigu "apa sih pesan yang disampaikannya?" Dari mana tiruan aku itu juga nggak jelas. Apakah seorang ilmuwan diam-diam menggandakan aku dan untuk apa pula kegunaannya aku dikloning? Ini bukan mimpi, melainkan adegan yang dulu sering muncul sendiri di kepala, terutama di saat lagi rebahan atau jalan-jalan, paling banyak muncul kalo perginya pakai bus.

Pada saat halu itu sering muncul, aku belum tahu istilah clone. Namun, aku mendadak ada dua di sini, yang satunya entah siapa dan asalnya entah dari mana.

Kisah Halu yang Keempat

Ini udah separuh termasuk mimpi, karena beneran pernah jadi bunga tidur. Habis pernah jadi mimpi, udahnya terus recalled di dunia nyata meskipun nggak terlalu sering. Kayaknya ini halu kebagusan dech buat aku : di sini aku ketemu diriku versi putri duyung di sebuah pulau! Waktu itu aku udah jadi anak kelas lima, masih aja mimpi begini padahal aslinya sih putri duyung itu nggak pernah jadi top of the mind, alias bukan sesuatu yang bikin aku terobsesi dengannya.

Aku juga nggak pernah ada fase kepengen jadi putri duyung tiap kali ngeliat makhluk itu, bahkan sejak balita juga. Kalo ngehalu pengen jadi apa, kayaknya di umur sebelas jauh lebih pengen jadi cosplayer atau model praremaja. Oh, ya, aku kan dulu suka nyobain pake kostum Danny Phantom ala rumahan dari kaos dan celana panjang hitam! Mungkin ada sih sedikit keinginan jadi putri duyung, buktinya aku hampir kabita waktu ngeliat foto anak perempuan lagi cosplay jadi Ariel di Majalah Disney Princess

Lagi-lagi, ya itu tadi, keinginan itu nggak pernah jadi top of my mind. Hanya terbersit kalo lagi baca itu majalah aja, udah gitu ya banyak lupanya sama keinginan itu tadi.

Walaupun keinginan jadi duyung itu pernah sedikit terbersit dalam benak ini, keinginan itu nggak pernah sampai menguasai kepalaku. Beda banget itu sama keinginan yang kuat buat pake kostum Danny Phantom jaman itu. Oke, balik ke apa saja yang terjadi dalam mimpi tadi itu! Secara ini udah lama banget-banget, yang bisa kuingat cuma sedikit banget juga : aku lagi salam perpisahan sama diriku yang versi putri duyung, sambil ada backsong dari OST adegan (spoiler) para roh yang naik ke langit dari kapal pesiar di film Ghost Ship.

Inilah video yang mengandung bawang karena soundtrack tersebut (tapi harus banyak skip, karena mulainya musik itu agak lama) https://youtube.com/watch?v=cMmi5sRe8wc&si=EnSIkaIECMiOmarE

Meski itu film horor, tapi soundtrack dari adegan itu justru malah mengharukan. Begitu juga dengan perpisahan diriku dengan "aku" si putri duyung, entah kenapa rasanya sedih banget, padahal kalo pisah sama orang real life sih nggak pernah sampai segitunya. Dalam mimpi yang sering keingetan lagi ini, aku pergi dan pulang pake perahu raft, sendirian nggak sama Papah, Mamah, dan dua adik-adikku nggak tau kenapa. Putri duyung ini juga anehnya bukan tinggal di laut atau pantai, tapi di atas lapisan es kutub barengan sama banyak beruang kutub dan penguin (padahal sih kedua hewan itu tinggal di kutub yang berbeda, lho).

Kayaknya ini detail yang perlu deh buat dicatat : langitnya tidak cerah, nggak kayak langit di daerah pantai biasanya. Mungkin karena lokasinya juga memang bukan di pantai atau karena udah masuk waktu sore dalam mimpinya. Entahlah, pokoknya itu langit kayak yang mendung. Jadi kalopun udah sore, nggak ada cahaya matahari terbenam.

Langit dalam mimpi aku emang sering mendung, jarang banget yang cerah.

Kisah Halu yang Kelima

Ah, lagi-lagi Halu begini itu munculnya sehabis insiden itu! Sebenarnya, sebelum mengalami insiden itu pun udah langganan ngehalu, tapi jadi makin intens ketika setelahnya. Kisah halu dengan makna ambigu yang kelima ini adalah kabur dari rumah dengan bawa banyak merchandise Danny Phantom! Aslinya, hampir nggak ada yang jual merch Danny di dalam negeri, bahkan bonekanya juga nggak ada yang jual nggak kayak Heinz Doofenshmirtz!

Sejak kelas satu SD, aku udah suka ngehalu "gimana ya kalo aku punya kampung halaman yang asli, yang aku nggak tau karena aku dulu masih bayi dibawa ke rumah aku yang sekarang?" Aku pikir, itu cuma kebawa-bawa cerita sinetron doang. Ternyata eh ternyata, empat tahun kemudian, pas udah duduk di kelas lima juga malah muncul lagi keinginan untuk keluar rumah. Tapi kali ini bukan lagi didasari oleh pikiran kayak tadi, melainkan karena udah gak tau lagi cara apa buat mengatasi guilt dan insecure akibat insiden di hari pertama bulan Ramadhan 2008 itu.

Oleh sebab itu, sering kepikiran kalo lagi sendirian di kamar, aku pengen punya kehidupan sendiri yang baru. Karena nggak pernah liat ada merchandise Danny Phantom di Indo, alhasil seringnya aku ngehalu pergi sambil bawa bantal kesayangan dan boneka Buttercup dari Powerpuff Girls aja. Tentunya bawa baju ganti juga dong! Sayangnya, ada problem lainnya: mau kabur ke mana nih?

Inilah yang terjadi di kepalaku untuk kisah halu yang kelima ini: aku ambil dua barang kesayanganku (bantal kecil dan boneka Buttercup), terus semua merchandise Danny Phantom mulai dari boneka, figurin, komik, novel pendek, majalah (nah, yang ini di Indonesia beneran banyak majalah yang mengulas tentang Danny Phantom) aku masukin ke dalam tas Minmie hadiah ultah aku yang ke-11! Untuk khayalanku yang ini, bagian yang tersulit untuk diwujudkan itu "ngumpulin merch DP". Sebenarnya ngehayal keluar dari rumah sih banyak dialami oleh anak-anak, makanya banyak episode Nobita packing untuk kabur supaya kita saat kecil dulu bahkan sampai sekarang pada relate. Namun, kalo sebab kaburnya gegara sebuah peristiwa yang bikin selalu dihantui guilt dan insecurity, kayaknya nggak banyak karakter yang kisahnya begitu.

Dulu aku pikir, mungkin dengan keluar dari rumah yang selama ini aku tinggali, aku bisa ngelupain Insiden Kelinci itu. Pas aku masuk SMA, kan masuk ponpes dan mau gak mau pastinya masuk asrama tentu pisah dari keluarga juga dong! Anehnya, peristiwa penuh kontroversi dan ber-damage besar dalam masa pra-remaja aku itu masih aja nempel di ingatan, padahal udah suasana baru dengan tinggal di asrama. Dari sinilah aku makin ngeh bahwa memori itu perlu perlakuan khusus, nggak kayak pengalaman yang biasa yang terlupakan begitu saja.

Jujur-jujuran Kepada Nenek di Hari Pertama Bulan Puasa

Catatan 23 Maret 2023

Hari ini adalah hari pertama bulan puasa tahun ini. Untungnya sahur hari ini berjalan lancar, tidak ada emosi negatif apapun karena masih pusing habis bangun tidur. Bangun tidur untuk sahur juga gampang, nggak sambil ngantuk makannya. Inget deh puasa tahun lalu suka bawa selimut ke ruang makan, makan sahur sambil selimutan karena udaranya juga memang dingin.

Tadi malem aku dan keluarga ke rumah Nenek ibunya almarhum Papah. Aku pengen deh suatu saat curhat ke beliau tentang Insiden Kelinci, karena aku penasaran dengan sudut pandang beliau tentang peristiwa tersebut. Selama belasan tahun lamanya, kisah ini belum di-spill ke beliau karena dirasa terlalu sensitif (menyangkut soal adikku yang wafat). Untuk menceritakannya kepada beliau, kisah ini akan dibuat tidak spesifik menyebutkan nama adikku, hanya menyebut peristiwa kematian manusia secara umum saja.

Sebenarnya poin atau inti dari pertanyaan itu 'kan untuk menyebut peristiwa kematian manusia secara umum juga, hanya saja itu jelas peristiwa kematian yang paling berbekas buat aku. Makanya jadi top of my mind pada saat itu, bukan sengaja menargetkan adikku.

Kenapa sih aku penasaran dengan sudut pandangnya Nenek untuk kisah itu? Karena beliau adalah yang dulu terlihat paling gusar ketika aku lagi dalam fase ketergantungan pada Danny Phantom. Lewat kisah nyata Insiden Kelinci, di sini aku pengen menjelaskan bahwa keterikatan aku pada masa kanak-kanak kepada Danny Phantom yang sebenarnya adalah coping mechanism dari kesedihan akibat Insiden Kelinci yang juga tidak kunjung hilang. Meskipun upaya tersebut nggak berhasil jadi obat buat kesedihan tadi, semoga beliau paham bahwa obsesinya diriku di masa pra-remaja untuk Danny Phantom bukannya kisah fangirling biasa.

Fangirls memang dikenal akan sifat obsesifnya, tetapi buat aku ada alasan yang berbeda. Pada awalnya, sebelum insiden tersebut kejadian, aku emang udah ada bibit terobsesi dengan apapun tokoh fiktif kesukaan aku. Bahkan berlaku juga buat tokoh yang nggak good-looking kayak Swiper dari Dora The Explorer sekalipun (ciyusan)! Namun, ketika fase Danny Phantom "menjabat", perasaanku jadi lebih dalam, obsesiku arahnya lebih mirip ketergantungan, dan sikap-sikapku lebih cringey, terkunci, serta lebay, terutama pasca Insiden Kelinci (perubahan sikapnya aku ketika fase D. P. ini dijelaskan pada catatan nanti saja ya).

Ketika banyak orang menganggap hewan peliharaan itu "cuma", Nenek malah pengen nangis ketika kelinci peliharaannya mati di saat beliau masih muda dulu. Beliau menceritakan ini bukan waktu tadi malem aku datang ke rumah beliau, melainkan beberapa bulan yang lalu. Alasanku ke rumah beliau tadi malam itu bukan hanya silaturahmi sebelum bulan puasa, tapi juga rencananya mau bahas pengalamannya beliau tentang kelinci yang mati itu. Ingin denger aku menurut beliau, bener gak sih kalo kita sedihnya sama mendalamnya antara manusia dengan hewan itu bikin manusia setara derajatnya dengan hewan?

Monday, March 20, 2023

Cosplaying Jadi Karakter Bersarung Tangan Guna Menghilangkan Kebiasaanku yang Berbahaya!

Catatan 19 Maret 2023

Vanessa Doofenshmirtz dari dimensi kedua atau Alternate universe

Satu lagi kebiasaan aku yang aneh dan sudah masuk kategori "berbahaya" : kopetin kulit di sekitar kuku tangan! Sejak kira-kira aku umur empat, kebiasaan itu udah ada dan belum terlalu sembuh. Waduh, kalo udah gini sih perlu banget buat nutupin jari-jari tangan aku biar nggak diliatin dan dikopetin terus. Biasanya kebiasaan itu ditambah ngeliatin kuku, muncul kalo lagi mikir keras atau ngelamun, pertama kali guru di sekolah noticed kebiasaan melamun ini jaman masih kelas 1 SD. 

Untung hari ini ada tisu buat menyerap darah dari jari jempol tangan yang luka akibat dikopetin (sssshhhhh, ngilunya). Tapinya kan nggak bagus terus mengandalkan tisu untuk "kapan-kapan saat jari aku berdarah"! Berarti, kebiasaan ngopetin kulit deket kuku jari ini harus segera diatasi. Nah, kita cari tahu dulu nih kenapa aku sering timbul dorongan buat kelupasin kulit kuku ini.

Hari Jumat kemarin tanggal 17 Maret lalu, aku check-up kesehatan. Hasilnya, stres aku ini lumayan tinggi, lho! Kebiasaan mengelupaskan kulit kuku sambil diliatin ini seperti yang tadi dibilang, muncul ketika lagi banyak mikirin sesuatu. Banyak mikir itu adalah salah satu ciri stres.

Sebelum aku bisa buat nggak terlalu banyak mikir, setidaknya bentuk kuku yang kurang rapi dan kulit di sekitarnya yang udah biasa ngelupas sendiri itu nggak bikin kepikiran! Gimana caranya biar nggak jadi gelisah? Untuk permulaan, kayaknya perlu deh buat nutupin jari-jari pake sarung tangan. Emang sih nggak langsung menghilangkan akar dari stres itu sendiri, tapi dengan mengurangi satu atau dua hal yang menggelisahkan mungkin saja akan ber-impact besar!

Apa aja model dan warnanya, nih, sarung tangan yang mau dibeli? Karena pilihan sarung tangan di toko online itu buanyak beut, makanya harus ada karakter fiksi yang jadi patokan untuk beli sarung tangan nanti, ya. Berhubung tujuan pake sarung tangan ini biar pelan-pelan berhenti kopetin kulit dan liatin kuku jari tangan, semua jariku harus tertutupi oleh sarung tangannya! Dengan kata lain, haram pake sarung tangan model fingerless, karena kuku jarinya bakalan tetep kelihatan!

Nah, ada nih beberapa karakter yang pake sarung tangan buat outfit utamanya, tapi pakaiannya tetap realistik. Outfit mereka bukan hanya sebatas untuk setting cerita fantasy aja, jika diberi beberapa penyesuaian. Karena ada lebih dari satu karakter yang pake sarung tangan, jadi aku bakalan beli lebih dari satu pasang. Harus punya banyak koleksi sarung tangan biar bisa sering-sering ketutupan.

Inilah beberapa karakter yang rutin pake sarung tangan dalam outfit yang lumayan realistik, menyerupai pakaian kasual :

1. 2nd Vanessa Doofenshmirtz (Phineas and Ferb dari deleted scenes "Across The 2nd Dimension" dan episode "Tales of The Resistance", setelah batal muncul di movie akhirnya dapet kesempatan juga) tinggal aksesoris rambutnya aja dibikin lebih normal
2. Birgitte (Phineas and Ferb dari episode "Night of The Living Pharmacists"), ini contoh outfit yang paling normal di antara lima karakter ini
3. Iroha Tamaki (Spin-off dari Puella Magi Madoka Magica) dengan sedikit penyesuaian agar lebih cocok untuk kostum real life 
4. Vicky The Kid (Fairly Oddparents dari episode "Odd, Odd West"), jika tanpa topi koboi bisa keliatan kayak pakaian kasual
5.  

Thursday, March 16, 2023

Arti dari Membandingkan

Catatan 16 Maret 2023


Salah satu cara untuk mengetahui apakah kita punya trauma atau tidak adalah dengan mengetes "ada gak sih kata-kata tertentu yang jika kita menemukannya selalu membuat teringat akan peristiwa yang tidak menyenangkan?" 

Ketika aku kelas V, beberapa bulan setelah Insiden Kelinci, pernah kutulis beberapa kata yang membuatku selalu keingetan lagi sama insiden tersebut. Inget deh waktu itu lagi liburan tahun baru 2009 di rumah Nenek (ibunya almarhum Papah) barengan sepupu aku Mayang. Aku, Mayang, dan adikku yang terbesar Irsyad lagi ngegambar dan nulis di kertas-kertas yang dilipat di tengah, dijadikan buku dikasih dari Paman (adik bungsunya Papah). Di situlah kutulis beberapa kata yang selalu bikin flashback kejadian yang udah nggak baru lagi itu.

Kata-kata tersebut antara lain adalah :
1. Menyamakan
2. Membandingkan
3. Meninggal/mati
4. Kelinci

Oke, untuk kata nomer tiga di atas itu wajar kalo bikin sedih denger atau bacanya, tapi buat aku pribadi sih udah another level of sadness (rasa sedihnya beda dengan tipikal orang-orang). Karena, perihal meninggal atau mati ini aku pernah ngeluarin perkataan yang kontroversial dan terkejut banget begitu tahu itu menyinggung. Mayang dan aku tukeran buku dari kumpulan kertas tadi, karena pengen lihat karya masing-masing. Kalo Irsyad sih jelas udah familiar sama gambaran aku dan sebaliknya, jadi yang tukeran karya cuma kami berdua yang anak-anak perempuan aja.

Ternyata, "buku karya" Mayang masih kosong banyak! 😯 Baru sedikit gambar dan tulisan yang dia torehkan di beberapa lembar pertama. Seinget aku sih dia itu bikin gambar masjid dan di depannya ada anak perempuan. Waktu itu, dia masih jadi anak kelas IV (seangkatan di bawahku).

Setelah aku ngeliat karya dia yang baru sedikit dan dia ngeliat karya aku yang udah ngabisin empat atau lima lembar kertas yang dijadikan buku itu (total masing-masing buku itu ada kurang lebih 10 halaman), ...

"Teh Hanna, boleh aku salin semua tulisannya dan gambarnya aku bikin ulang?" pinta Mayang.

"Boleh dong!" seruku dengan semangat. Menurut aku sih ada yang meniru gambar karyaku itu suatu kesenangan sendiri! ☺️

Sambil dia salin semua tulisan dan gambar aku di bukunya, aku liatin apa aja yang dia salin. Ternyata semuanya, emang literally semuanya dia tulis dan gambar ulang! Bahkan termasuk "daftar kata-kata sedih" itu, padahal dia saat itu belum tahu-tahu acan Insiden Kelinci itu. Nggak heran, daftar kata itu bikin dia penasaran sama konteksnya, kenapa bisa bikin aku sedih!

"Teh Hanna, kenapa kata 'membandingkan' dan 'menyamakan' itu bikin sedih?" tanyanya setelah selesai menyalin total isi buku karyaku. Untuk yang lainnya sih dia lumayan memahaminya, apalagi saat itu dia juga lagi pelihara kelinci di rumahnya.

Untuk menjawabnya, aku agak berat untuk menceritakan kisah itu dengan lengkap dan apa adanya. Saking takutnya semakin dianggap aneh (kenapa ngeliatin gambar Danny Phantom berjam-jam nggak ada rasa takut dianggap aneh? Karena itu usahaku buat ngelupain kejadian itu, sayangnya nggak pernah berhasil dengan cara itu!), aku cerita bahwa aku dimarahin Papah gegara nangis sama kelinci yang mati. Jeleknya aku di masa lampau itu, cuma cerita sebatas gitu aja. Nggak dirinci lagi bahwa pertanyaan itulah yang sebenarnya bikin Papah marah, bukannya karena nangisin kematian kelincinya.

Terus, apa hubungannya dengan kata "menyamakan" dan "membandingkan"? Mayang hanya mendengar dariku bahwa aku menyamakan rasa sedihku untuk manusia dan kelinci juga membandingkan reaksi orang lain terhadap manusia yang meninggal serta kelinci yang mati. 

"Udah Teh, jangan dibahas lagi," hibur Mayang. 

Untungnya air mataku belum turun deras kayak hujan, juga itu lagi di rumah Nenek, ruwet lagi masalahnya kalau sampai kisah ini bocor ke keluarga. Waktu itu, reaksinya dia menghiburku karena kisahnya nggak dirinci. Detail bahwa aku nyebutin Hanif, adik aku yang meninggal dalam Insiden Kelinci itu, nggak disebut, terlalu takut! Terlalu takut dia malah ngetawain atau mikirnya aku ini jahat ke almarhum adik kandung sendiri!

Ini pertama kalinya aku menceritakan kisah ini untuk orang di luar keluarga inti, sampai-sampai dia lebih dulu aku sharing kisah itu daripada Mamah! Ya, karena orang selain keluarga dekat nggak akan ngorek-ngorek kejadian itu sampai mendetail, makanya berani spill ke Mayang. Itupun nggak terlalu diceritakan secara terbuka, baru deh Mayang tahu kisah selengkapnya itu hampir sepuluh tahun kemudian!

Tepatnya, pada tahun 2018 aku berani menceritakan kisah ini secara benar-benar terbuka! Tidak ada lagi yang ditutup-tutupi kayak catatan harianku di diary/binder jaman kelas tujuh. Ternyata eh ternyata, dia tahu kisah aslinya juga nggak bikin dia mencemooh aku. Saat itu, kami berdua sedang curhat tentang kisah masing-masing ortu kami.

"Papahnya Teh Hanna mah ngomongnya pedas, ya!" katanya.

Sebenarnya bukan soal pedasnya sih yang bikin sedih terus-terusan, melainkan lebih ke kaget karena disangkanya aku itu nggak bikin beliau marah. Aku bolos sekolah atau ngelawan ortu terus dikasih omongan pedas sama beliau sih udah nggak kaget lagi. Dalam perkiraanku, Papah itu ngejawab pertanyaan aku dalam insiden tersebut. Soalnya belum puas sama beliau versi halu yang ngasih jawaban gini : "Adiknya Teteh itu kan manusia, kalo kelinci itu kan binatang. Jadinya orang lebih sedih untuk yang sama-sama manusia", tapi pada kenyataannya pertanyaan itu baru terjawab sekian tahun kemudian setelah sering ngelamun.

Jawaban Papah dalam versi halu itu emang benul, "bener dan betul". Cuman, buat logika aku yang pada saat itu berusia sebelas tahun kurang sebulan, rasanya masih kurang cukup jawaban kayak gitu. Kalo nanyeak ke orang lain, takut mereka lebih nggak ngerti lagi, kalopun bukan ngejek ke aku. Biasanya cuma Papah yang mampu menjawab pertanyaan rumit begitu (buat orang awam sih malah konyol), rupanya ada kalanya memang lebih tepat jika bertanya kepada orang yang lainnya di luar beliau.

Empat belas tahun setelah kejadian itu berlalu, aku tetiba kepikiran buat cari "apa sih definisi persisnya dari membandingkan". Lalu taraaaa, ketemu deh di Brainly.co.id!

"Membandingkan adalah melakukan pengamatan terhadap 2 atau lebih obyek yang setara atau sejenis dan diberikan perlakuan yang berbeda untuk mengetahui perbedaan atau persamaan nilai, perubahan atau sifat lainnya yang ingin diketahui."


Lalu, ada lagi satu definisi lainnya : 

membandingkan] Arti kata membandingkan di KBBI adalah: dua benda (hal dan sebagainya) untuk mengetahui persamaan atau selisihnya.


Dari definisi yang pertama, tertulis frasa "dua objek yang setara atau sejenis". Pas baca itu, aku mikir gini : adikku almarhum jelas nggak mungkin aku anggap setara dan sejenis dengan kelinciku itu yang hewan peliharaan, tetapi keduanya memberikan kedukaan yang sama buatku. Meskipun adik sendiri pastinya jauh lebih berharga. Iya sih, buat orang umum atau "akal sehat/normal", tidak apple to apple manusia dengan hewan itu. Namun, untuk pemilik pet, berdukacita bisa sama dalamnya dengan sesama manusia tanpa menjadikan derajat manusia itu sendiri jatuh.

Dari definisi yang kedua, diambil dari KBBI ini lebih sreg untuk pengalamanku itu. Dari pertanyaan itu, aku cuma kepo lebih lanjut tentang perbedaan manusia dengan hewan selain dari pernyataan "manusia itu tinggi derajatnya karena berakal, sedangkan hewan tidak punya akal". Tidak ada niatan buat ngerendahin adik aku sendiri, buat apa, gak ada gunanya buat diriku sendiri juga. Aku mau jawaban, cukup satu jawaban (udah kayak lagunya T2 yang judulnya "OK!!!") yang ternyata udah kejawab sendiri lewat ngelamun di hari liburan lebaran yang gabut pada tahun 2011 lalu dan juga curhat sama warganet di Twitter tahun ini.

Selain dari perbedaan, aku juga pengen tahu persamaannya dari manusia dan hewan. Meskipun manusia memiliki akal, tetapi pastinya masih ada persamaannya dengan hewan. Karena, manusia masih digolongkan sebagai kingdom "animalia", yaitu kerajaan makhluk hidup untuk hewan. Buat pet owners, persamaan antara anggota keluarga sendiri dengan hewan piarannya adalah disayangi dengan sepenuh hati dan banyak berinteraksi dengan mereka. ❤💞



Wednesday, March 8, 2023

Di Hari Perempuan Internasional Ini, Aku

Catatan 8 Maret 2023

Hari ini adalah Hari Perempuan Internasional! Mau bikin proyek apa ya? Soalnya ada buanyak pol karakter perempuan yang aku suka! Dari Phineas and Ferb aja kayaknya hampir semua tokoh perempuannya aku suka, terutama Vanessa dan Charlene, itu anak dan ibunya, coy!

Berhubung aku lagi revisi bab I hingga III skripsi, alhasil nggak ada ide dan semangat untuk menggambar yang keluar. Lama juga ya aku nggak ngegambar? Kayaknya udah itungan bulan deh nggak bikin gambar! Mungkin proyek iklan es krim Spongebob itu gambar yang terakhir kalinya dibikin!


Mengenang Kembali Karakter Anime Berambut Hijau Mint: Martina Zoana Mel Navratilova

Catatan Rabu, 20 November 2024 Ada kalanya, sebuah kenangan masa kecil kembali muncul begitu saja, membawa kita ke waktu yang lebih sederhan...