Wednesday, June 29, 2022

Surat Imajiner, Pembasmi Overthinking

Catatan 27 Juni 2022

Surat imajiner sejatinya adalah obat untuk overthinking yang paling tepat bagi orang dengan gejala sepertiku, yang memiliki sesuatu yang tidak sempat tersampaikan kepada seseorang yang kini telah tiada. Kuharap apa yang kutulis dalam surat imajiner itu tersampaikan kepada Papa di sana, karena katanya roh-roh manusia memiliki kemampuan di atas manusia yang masih hidup. Meski jelas mereka tidak akan sempat untuk menghantui kita, karena mereka terlalu sibuk mengurusi amalan perbuatan mereka ketika masih hidup di dunia. Penafsiranku sih soal "dihantui" itu sebenarnya perasaan kita kepada merekalah yang menghantui pikiran kita, bukannya roh mereka.

Begitu juga denganku, sebelum mengetahui jenis surat tersebut, rasa bersalahku kepada Papa akibat Insiden Kelinci begitu menggayuti pikiranku. Walaupun itu terjadi lebih dari sepuluh tahun yang lalu, belum pernah benar-benar tertuntaskan batinku hingga aku mengetahui surat imajiner itu. Ketika jaman medsos, ternyata segala perasaan dan memori pahit tentang insiden itu termasuk ke dalam "overthinking", karena masa lalu tidak dapat kita edit atau kendalikan. Masa lalu adalah seperti buku, hanya dapat kita pelajari dan tidak dapat diubah isinya. 

Walaupun Papa saat hidup sudah memaafkan kesalahanku pada insiden itu, tetap saja rasanya masih ada yang mengganjal di hatiku. Perasaan yang menjadi ganjalan hati itu sama sekali bukannya tidak terima atau sakit hati, melainkan ada hal yang belum tuntas kusampaikan kepada beliau terkait kasus itu. Selama beliau hidup, aku tidak pernah mempunyai keberanian untuk mengungkapkan apa yang mendasari keluarnya sebuah perbandingan dari mulutku yang membuat beliau tersinggung. Karena, khawatir akan membuat semua ini menjadi runyam jika malah kusampaikan saat itu dan ini malah bukannya menyelesaikan masalahku. 

Akhir-akhir ini sejak aku membaca buku "Filosofi Teras" karya Kak Henry Manampiring, aku mulai memahami istilah "dikotomi kendali", yang artinya kita harus berfokus hanya pada hal-hal yang dapat dikendalikan oleh kita. Seperti halnya yang sudah kusebutkan tadi, masa lalu termasuk ke dalam hal-hal yang tidak berada dalam kendali kita. Namun, rasanya tetap saja gelisah jika dahulu tidak sempat meyakinkan almarhum Papa akan maksudku yang sebenarnya dari sebuah pertanyaanku yang membandingkan itu dan aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan agar kegelisahan itu hilang. Hal yang termasuk dalam kategori "mampu kukendalikan" adalah emosi diri dan apa saja yang dapat kulakukan, tetapi selama belasan tahun ini cukup sulit untuk menemukan apa yang bisa kuusahakan untuk mengatasi itu semua.

Kebanyakan perasaan pahit dalam diriku ini berasal dari overthinking, yaitu pikiran yang terus berputar-putar dalam hal-hal yang tidak menyenangkan dan juga tidak berada di dalam kendaliku. Untungnya baru sekitar dua kali pertemuan saja dengan psikolog yang sama, sudah kutemukan "surat imajiner" sebagai jalan keluarnya. Dengan menulis surat imajiner, aku menuangkan perasaan dan pikiranku dengan sejujur-jujurnya tanpa takut dihakimi oleh siapapun. Setelah kertas untuk menulis surat tersebut habis, wajib kusobek dan kubuang sebelum ada yang membacanya supaya segala penyebab ketidaksenangan itu bisa (perlahan tapi pasti) menghilang dari benakku ini.


Edit : sebenarnya catatan ini ditulis pada dua hari yang lalu, yaitu pada tanggal 27. Akan tetapi karena satu dan lain hal, akhirnya tertunda untuk kukirimkan di sini.

No comments:

Post a Comment

Ubahlah Persepsi Atas Diri Sendiri!

Catatan 12 Januari 2024 Setelah aku konsultasi dengan psikiater pada akhir Desember tahun kemarin, hari ini aku akan lanjut ke sesi ketiga t...