Catatan tanggal 22 Juni 2022.
Satu dari dua kelinciku mati saat beberapa hari sebelum bulan puasa 2008, itu berarti kejadiannya sebelum "Insiden Kelinci". Ketika kelinci yang satunya lagi mati menyusul temannya tepat di hari pertama bulan puasa, barulah "Insiden Kelinci" itu terjadi. Pada kematian kelinci yang pertama, aku bertanya kepada Nenek dari pihak Papa soal penyebab kelinci itu jika mati harus tetap dikubur. Karena saat itu, Papa sedang mengubur kelinci yang duluan mati.
Di saat yang bersamaan, aku dan Nenek mengobrol di teras rumah Eyang Putri, (nenek dari pihak Mama) tempat keluargaku tinggal.
"Nek, mengapa kelinci yang mati harus dikubur juga? Kan bukan orang? Apakah supaya tidak menakutkan?" tanyaku.
"Bangkai hewan akan menyebarkan penyakit dari lalat yang memakannya. Jadi, bangkainya harus dikubur agar lalat tidak bebas beterbangan," jelas Nenek.
"Oh, jadi bukan supaya bangkai itu tidak terlihat menyeramkan?" aku meminta ketegasan.
"Bukan." Nenek menambahkan.
Rupanya, masih ada satu pertanyaan lagi yang kulontarkan. "Tapi, Nek, mengapa ya kalau mayat orang yang membusuk itu menyeramkan sekali? Apakah karena ukurannya yang besar jika dibandingkan kebanyakan hewan? Bangkai hewan sih tidak terlalu seram."
Nenek terdiam memikirkan jawabannya. Beliau seperti yang baru kepikiran bahwa jenazah manusia yang membusuk itu memang jauh lebih menyeramkan ketimbang bangkai hewan!
"Hmm, mungkin imejnya ya yang bikin seram kalau yang membusuk itu jasad manusia." Ibunya Papaku itu menerka jawabannya.
"Bisa saja sih, Nek." Aku menyetujuinya.
Pada awalnya, percakapan tersebut terkesan biasa saja, tidak menyinggung. Meskipun, ya, jelas agak mengerikan topik seperti itu untuk aku yang dulu masih berusia menjelang sebelas tahun. Begitu aku mengulik lebih jauh topik perbedaan kematian antara manusia dengan hewan pada saat "Insiden Kelinci", aku mulai menyadari sesuatu yang kurang elok. Yaitu, janganlah terlalu 'kepo' dengan topik-topik berbau kematian, karena bisa jadi malah mengarahkan kepada perkataan yang tidak etis, tepat seperti pertanyaanku dalam insiden hari pertama puasa itu pada tahun yang sama.
No comments:
Post a Comment