Concept art paling pertama dari Como Girls, yaitu nama clique atau geng enam tokoh utama dari komik Pen Power itu, berada dalam sebuah buku tulis yang menurutku cukup memorable, walaupun tidak ikonik banget. Karena itu buku tulis sebagai suvenir dari sebuah merek obat yang Mamahku jual ketika beliau masih menjadi apoteker pada tahun 2008 lalu. Bahkan mereknya juga aku masih ingat, yaitu Funzela. Dalam buku tersebut, banyak juga karyaku yang lainnya bersama karya dari adikku yang terbesar.
Hanya gegara satu member Como Girls (waduh, udah macam girlband aja nich) yang pakaian utamanya kelihatan pusar dan karyaku itu bikin aku nyesel nggak ketulungan, pada tahun itu aku malah mengabaikan buku itu. Tidak benar-benar kubuang sih bukunya, hanya kubiarkan saja buku tulis itu bertumpuk bersama barang-barang lainnya yang sudah tidak lagi terpakai di dalam sebuah dus. Satu barang lainnya yang paling kuingat juga menghuni dus tersebut adalah satu bantal kecil berbentuk bulat, berwarna biru, bekas aku waktu bayi. Empat belas tahun kemudiannya, tepatnya di bulan Agustus 2022 ini, aku terpikir lagi untuk mencari buku dari Funzela itu, karena aku ingin memotret concept art paling awal dari Como Girls dalam buku tulis itu.
Dua tahun yang lampau, gudang di rumahku mengalami "pengosongan". Yaitu, sebagian besar barang yang mengisi gudang itu, dijual agar tidak memenuhi ruangan tersebut. Aku jadi gamang, apakah dus berisi buku Funzela, bantal bayi biru bulat, dan banyak barang lainnya itu ikutan terjual? Harus cek lagi gudang nih.
Ingin menghilangkan, atau hanya mengurangi overthinking karena rasa bersalah akibat hasil karya jaman jebot? Bahasa kerennya itu "old shame" untuk perasaan seperti itu. Old Shame adalah sebuah karya yang aku anggap jelek sehingga ingin kulupakan saja karya itu. Satu karya yang paling menjadi old shame itu adalah komik Pen Power yang pernah kubuat jaman SD kelas V, saat umurku sebelas tahun.
Lalu, bagaimanakah penjelasan dari istilah tersebut?
"A work that their creator would prefer to be forgotten."
Artinya adalah "Sebuah karya yang lebih ingin dilupakan oleh pembuat/penciptanya."
Nah, harus dicari dulu apanya nih yang bikin aku overthinking dari old shame itu. Old Shame kan sebuah karya yang ingin dilupakan, tapinya kalo nggak bisa dilupain aja jadinya malah overthinking karena sibuk cari cara buat lupakannya (ayo kalian yang punya mantan, kayaknya bisa relate sama perasaan aku di sini deh 😁). Dari karya Pen Power yang aku sebut old shame itu, ini dia nih yang bikin aku kepikiran terus :
Desain pakaiannya terlalu terbuka untuk satu dari enam karakter utama ceritanya, yaitu baju gaya "bare your midriff". Mereka ini adalah geng atau clique gadis-gadis kecil berusia delapan tahun. Saat itu aku sebagai author masih umur sebelas tahun, jadinya nggak beda jauh umurnya sama para MC (main character(s)). Pas umur aku makin nambah, makin ngeh kalau baju dia itu nggak pantes banget buat umurnya.
Karena desain pakaiannya yang kurang pantas itu, aku jadi timbul guilt dan ilang ide serta minat buat lanjutkan kisah mereka. Karya yang nggak selesai-selesai itu bikin terus kepikiran, padahal pengennya sih dilupain aja.
Formula lama dari desain pakaian Como Girls : satu stel pakaian milik sepupu aku yang cewek dari pihak Mamah (sebenarnya dari pihak Eyang Putri, karena secara hierarki, dia sebenarnya sepupunya Mamah) + sepatu-sepatu yang pernah aku lihat dari seorang teman sekelasku jaman kelas IV, cewek juga, dia ini "mean girl" atau bahasa TV Tropes-nya, (bukannya bermaksud untuk ngegas, ya, ini emang istilahnya begini) "Alpha Bitch". Nggak tau kenapa, aku malah bikin kombinasi aneh (secara konsep, kalo secara penampilan sih masih wajar keliatannya) dari pakaian sodara aku yang di mix 'n match sama footwear kepunyaannya temen SD yang juahatnya minta ampun.
Dari dua penyebab timbulnya pikiran yang cenderung mengganggu tentang karya lamaku itu, aku memetik solusinya jika itu karya nggak bisa aja buat dilupain : antara gedein umur para tokoh utamanya, rombak outfit-nya jadi lebih ketutupan/sopan, atau bahkan mungkin dua-duanya! Inilah banyak screenshots dari Equestria Girls season terakhir sebagai salah satu referensi untuk merombak total outfit Como Girls, karena rasanya kurang sreg jika hanya mengubah desain baju untuk "si midriff" itu!
"Teh Hanna mah personality-nya kayak yang hampir nggak ada perubahan sejak tahun 2008 hingga 2012!" kata adik aku yang terbesar, kira-kira pada awal dekade 2020-an ini.
Perkataannya itu kuat sekali buktinya. Jika sedang bernostalgia, peluangnya sekitar 90 persen aku "balik" ke tahun 2008. Insiden Kelinci,' kan terjadi pada tahun itu. Ketika sedang "berpetualang" ke masa-masa yang lainnya, dapat diperkirakan ingatanku masih seputar waktu yang tidak jauh dari tahun tersebut, jika bukan yang dipastikan. Hal-hal yang kusukai juga hampir semuanya berasal dari periode tersebut. Cuma Frank Wynn alias Mr. Wynn yang tidak berasal dari kurun waktu tersebut, yakni bermula dari Agustus 2015.
Karena pada tahun-tahun sebelumnya dari 2008, kemampuanku berpikir masih kurang, sehingga belum dapat banyak menyimpan memori. Barulah sejak tahun yang disebutkan itu, aku mulai lebih banyak mengingat, plus hadirnya satu kejadian dengan impact yang sangat besar untukku. Hingga kurang lebih empat tahun selanjutnya, banyak peristiwa yang menurutku memorable.
Aneka karakter kesukaanku pada periode 2008-2012, sebenarnya masih ada banyak lagi tetapi kutampilkan yang paling memorable saja!
Banyak juga karakter kesukaanku yang berupa tokoh-tokoh obscure (kurang dikenal) seperti tokoh pada gambar dua merek sandal jepit, yaitu merek Konnichiwa dan satunya lagi merek yang nyaris jarang terdengar sehingga tidak masuk memoriku, jadinya baik karakter maupun mereknya sama-sama lesser known.
Inilah daftar karakter kesukaanku selama periode tahun 2008 hingga 2012!
1. Danny Phantom
Yup, dia ini tokoh kartun kesukaan aku yang paling menonjol, meski bukan tokoh kartun yang paling populer. Karena memang dia yang paling kusukai dari mungkin puluhan tokoh kartun yang pernah singgah di hatiku (eaaak). Sampai-sampai tokoh Danny ini kayak udah jadi ikon dari aku aja pada saat aku kelas IV semester genap (2008) hingga kelas VIII semester genap juga (2012). Juga, waktuku untuk menyukainya juga paling lama ketimbang tokoh-tokoh lainnya.
Banyak banget cerita seputar pengalamanku menjadi Fangirl berat dari tokoh yang satu ini, nggak akan muat kalo diceritakan semuanya di sini!
2. Dr. Heinz Doofenshmirtz
Aku ragu buat masukin Dr. Doofenshmirtz ke daftar tokoh kesukaanku pada periode 2008-2012, karena tadinya kan aku benci bingits sama dia ini! Baru deh aku resmi jadi fan itu pas tahun 2019, kira-kira sembilan hingga sebelas tahun kemudian. Tapi aku juga nggak bisa memungkiri bahwa di saat aku benci sama Doof ini entah kenapa malah terus kebayang-bayang dan penasaran wae. Pertama kali banget "kenal" sama si profesor jahat dari Phineas and Ferb ini pas awal tahun 2009 kelas V semester genap, di Disney Channel.
Tadinya aku 100% nggak benci lho, perasaan aku itu netral-netral aja pas baru kenal Doof. Dua tahun kemudian, pas udah jadi anak esempeh kelas tujuh, lagi-lagi pas semester genap, tahun 2011, baru deh jadi benci pas ngeliat dia pake boxer gambar Perry The Platypus tanpa singlet atau kaus dalamnya! Anehnya, malah aku terus cariin tentang dia di internet, padahal lagi benci-bencinya. Malahan aku pernah request begonoh ke adik aku yang terbesar : gambarin Doofenshmirtz pake "mata anime" kayak tokoh-tokoh utama lainnya dari kartun itu waktu mereka lagi piknik ke Tokyo, karena saat itu Doof nggak ikutan piknik sama mereka.
Pas 2012, aku masih aja benci sama itu tokoh profesor. Tapi aku nggak bisa mengelak bahwa saat-saat itu udah ada rasa tertarik sama kedua matanya yang plus size dan rambutnya yang coklat rancung-rancung. Tokoh ini lalu terlupakan begitu saja begitu aku naik ke kelas sembilan. Mungkin karena udah mulai suka cowok beneran kali, ya.
3. Cosmo Cosma
Meskipun pada beberapa Minggu awal sebagai siswi kelas V pernah membenci tokoh Cosmo, awalnya aku pernah mau suka dia lho! Berhubung penciptanya adalah orang yang sama dengan Danny Phantom, wajar saja wajahnya beda tipis. Malahan Cosmo ini kata aku sih udah kayak versi Chibi dari Danny aja, cuma rambutnya bukannya putih tapi hijau. Trus, kenapa bisa jadi berubah jadi benci?
Bukan karena sifat konyol dan bodohnya lho yang bikin benci dia sebenarnya! Itu gegara rasa bersalahku setelah gambar dia terlalu banyak ke-print. Waktu liburan kenaikan kelas 2008, pas aku mo naik ke kelas V, aku pernah nge-print gambarnya Cosmo dari laptop Papah ke printer di rumah. Gegara laptop itu yang lemot, jadinya malah aku teken tombol "print" lebih dari sekali, jadinya ke-print banyak yang tadinya mau bikin satu gambar aja.
"Aduuh, jadinya boros tinta, Teh!" seru Papah.
Entah mengapa setelah timbul perasaan bersalah itu, aku malah jadi berbalik membenci Cosmo. Padahal tadinya sih mau jadi tokoh kesukaanku yang sekunder setelah Danny Phantom. Malah dia yang lebih populer daripada Danny si manusia setengah hantu.
4. Trix dan Flix
Mereka ini tokoh musiman, yaitu hanya nge-hits sekitar Piala Dunia 2008 aja. Wajar sih, mereka kan maskot Piala Dunia pada tahun itu. Aku tadinya nggak akan seneng sama mereka berdua yang kembar ini, karena hanya sebatas maskot jadi mereka tidak memerlukan karakterisasi yang mendalam. Bahasa gampangnya, mereka nggak punya sifat yang jelas karena emang nggak perlu karena bukan tokoh cerita.
Pas musim Piala Dunia tahun tersebut, otomatis gambar mereka bermunculan di koran. Tangan ini malah tergerak buat guntingin gambar mereka dan tempelkan pada tempat pensil aku saat itu. Oh, ya, waktu itu adalah bulan-bulan terakhirku sebagai murid kelas IV SD. Pas naik kelas V, beberapa bulan setelah Piala Dunia berakhir, masih dijual buku tulis dengan gambar mereka dan aku beli dech!
5. Spelvin
Buat yang akrab dengan game-game jadul dari GameHouse, kayaknya familiar dengan Spelvin, si huruf i yang hidup dan mengenakan kacamata hitam bingkai kuning besar. Dia emang nggak sesohor game-game lainnya seperti Feeding Frenzy atau Hamsterball. Begitu mulai main game Spelvin ini pada akhir 2010 menjelang pergantian semester ganjil ke genap ketika aku jadi anak kelas VII, aku langsung suka gayanya yang cute abis meski wajahnya tanpa mulut.Apalagi setiap akhir dari level, ditunjukin kita ini udah nyampe rank mana dari nilai yang kita capai, dengan sang tokoh utama game yang punya macem-macem outfit!
Spelvin ini bisa punya "kloning" karena dia bisa punya lebih dari satu dirinya, masing-masing punya gaya rambut dan baju yang bervariasi (baju di sini memang maksudnya hanya baju keatasan, karena dia tidak punya kaki sehingga tidak memerlukan celana atau kebawahan). Kedua mata biru besarnya yang menjadi salah satu penyebab dia terlihat imut, kadang tidak ditutupi kacamatanya sehingga kita dapat melihat kedua matanya dengan lebih jelas.Warna rambutnya juga bisa ganti, nggak hanya hitam kayak penampilan default. Di beberapa rank, dia malah bisa juga berubah jadi cewek, lho!
Inget, deh, aku pernah ngegambar Danny Phantom "cosplay" jadi aneka macam rank Spelvin tadi itu pas kelas tujuh. Maksudnya, tokoh itu pake baju dan gaya serta warna rambut dari macam-macam rank yang muncul dalam game Spelvin.
Akibat chatting aku via WA dengan seorang kerabatku kemarin lusa, seketika aku mendapat insight. Dalam chat kami kemarin lusa itu, sehari sebelum Hari Kemerdekaan RI yang ke-77, kami sempat membahas tentang seorang tokoh politik yang disebutkan dalam catatanku sebelumnya. Ya, kami berdua membahas tokoh politik itu yang aslinya hanya berniat untuk membatasi volume suara toa untuk mengumandangkan adzan itu. Lalu, kami berdua terpikirkan akan suatu hal : mengapa hewan anjing dianggap begitu rendahnya, terutama dalam hukum agama Islam, sehingga sang tokoh menuai kontroversi karena menyebutkan hewan itu.
"Pihak Kemenag juga tak bisa memaksakan persepsi masyarakat soal azan dan gonggongan anjing."
Topik ini memang sudah tidak lagi hangat, karena sudah berlalu hampir enam bulan yang lalu. Namun, bagiku terasa begitu relatable. Karena hewan anjing begitu di-degrading, terutamamasyarakatyang termasuk muslim, terpicu emosinya duluan begitu mendengar nama hewan itu dijadikan analogi, apalagi dengan panggilan untuk melakukan ibadah salat wajib lima waktu. Padahal jika saja kita mau meluangkan sedikit waktu kita untuk mencermati maksud dari perkataan tokoh tersebut, kita akan menyadari bahwa terlalu tidak wajar jika sampai beliau membenci adzan dengan merendahkannya hingga dibandingkan dengan suara gonggongan anjing.
Setelah aku mendengarkan perkataannya beliau dari satu video karena berangkat dari rasa penasaranku, dari intonasi bicaranya jelas tidak ada kebencian terhadap adzan. Beliau menyebutkan hewan tersebut hanya sebagai sesuatu yang memiliki tingkat kekerasan suara yang sama atau mirip. Niat beliau hanya untuk mengatur tingkat kekerasan dari adzan, jangan sampai yang fungsinya adalah untuk mengajak umat muslim untuk beribadah malah jadi mengganggu masyarakat. Karena nilai dari hewan yang begitu dianggap rendahnya, terutama anjing, maksud baik dari beliau malah tertutupi dan memicu keributan.
"Kepada saudaraku yang akan berdemo saya mengajak kita semua untuk secara otentik dan jujur mendengarkan bisikan nurani terdalam kita tanpa ada benci, dendam dan kepentingan tentang pernyataan Gus Menteri," ujar Direktur Jenderal Bimas Islam Kemenag, Kamaruddin Amin kepada VIVA di Jakarta, Jumat, 4 Maret 2022.
Dia menambahkan, "Sembari membaca secara utuh pernyataan beliau, memahami konteks dan substansi surat edarannya. Insya Allah bisikan rohani kita akan berkata bahwa Gus Menteri punya niat baik, tidak ada maksud membandingkan antara suara azan dan gonggongan anjing."
Ia menjelaskan, latar belakang menteri agama sebagai seorang santri yang tumbuh besar di lingkungan pesantren di bawah tempaan almarhum ayahnya yang seorang ulama tak mungkin melakukan seperti yang dipersepsikan itu.
Dari percakapan kami, aku teringat akan suatu kejadian yang tadi kusebutkan terjadi sekurang-kurangnya tiga bulan yang lalu. Kejadian ini belum pernah kubahas dengan kerabat tersebut hingga detik catatan ini ditulis. Inti dari kejadian ini menyisakan pertanyaan yang hampir sama : mengapa hewan dianggap makhluk yang sebegitu rendahnya? Berawal dari seekor kucing peliharaan kami yang bernama Meylin ...
Meylin, kucing di rumahku setelah Keneng-keneng hilang
Pada suatu pagi menjelang siang, aku sedang duduk di ruang tengah untuk sarapan. Maklum, sarapanku sering telat karena aku selalu kebagian kuliah online pagi hingga akhir Juni lalu. Di atas sebuah kursi di sebelahku, duduklah Meylin kucing peliharaan keluargaku. Datanglah anak bungsunya dari seorang ART di rumahku ke ruangan tersebut.
Anak tersebut yang masih berusia tiga setengah tahun bermain-main dengan Meylin, hingga akhirnya kucing itu merasa tidak nyaman dan kemudian mencakar anak itu. Karena rasa kaget dan perih akibat cakarannya, anak itu menangis. Malam pada hari yang sama setelah kejadian tersebut, aku menceritakannya kepada adikku yang paling terakhir. Saat itu, aku berada di ruangan yang sama dengan kejadian Meylin tadi bersama Mamah dan adikku yang termuda tadi itu.
"Ya itu sih salah dia (anaknya ART tadi) sendiri, dong," ujar adik terakhirku dengan nada agak kesal selepas aku mengakhiri ceritaku tentang Meylin pada tadi siangnya.
"Mengapa Ade lebih membela yang tidak punya akal?" tanyaku. Aku biasa memanggil adik bungsuku dengan sebutan 'Ade'.
"Dalam Islam, binatang itu kok rasanya direndahkan sekali. Seakan-akan kita para manusia saja yang unggul, sedangkan mereka begitu dianggap hina," tutur adik bungsuku itu heran.
"Sebenarnya bukan merekanya yang jelek, tetapi kita lebih memiliki kelebihan karena mampu berpikir," jelas Mamah.
"Iya juga ya, padahal jika dibandingkan dengan waktu kemunculannya mereka para hewan di muka Bumi ini, kita sebagai manusia itu justru newbie," kataku tersadar.
Tidak ada habisnya aku teringat akan insiden kelinci itu jika sudah membahas nilai dari hewan. Oleh karena dalam agama Islam yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, hewan itu dianggap makhluk yang rendah derajatnya dibandingkan dengan manusia, hingga Papah tersinggung dengan pertanyaan yang kulontarkan pada saat insiden itu. Padahal secara filosofis, sejatinya hewan dan manusia dan juga tumbuhan, itu sama-sama berharganya. Mengapa hewan seringkali dianggap sebagai makhluk yang serendah-rendahnya, padahal mereka jelas tidak mungkin berbuat jahat, justru karena ketidakmampuan mereka untuk berpikir dan merencanakan?
Kemarin aku iseng-iseng mencari lagi Trix and Flix, tokoh maskot Piala Dunia Euro 2008. Tahun tersebut ternyata sudah berlalu 14 tahun yang lalu, Yach? Oh, ya, tahun ini juga kan merupakan tahun genap, pastinya ada Pildun juga! Hanya saja gegara pandemi, sejak dua tahun yang lalu acara tersebut tidak terlalu ramai lagi seperti tahun-tahun sebelumnya.
Trix (kiri) dengan kaos putih dan Flix (kanan) dengan kaos merah
Semua maskot Piala Dunia setelah tahun 2008 nyaris tidak kulirik, karena preferensiku lebih ke karakter manusia ketimbang hewan. Betul, hampir semua maskot selain Trix dan Flix berbentuk hewan, kecuali maskot untuk Piala Dunia 2012. Itu pun penampilan tokohnya tidak jauh berbeda dengan "si kembar dari tahun 2008" itu. Nah, tetiba saja aku mendapatkan ide dari si kembar Trix dan Flix itu untuk gambar karakter yang akan dijadikan desain kaos produk untuk anak-anak cowok!
Akan tetapi, mereka bukan maskot Piala Dunia Euro pertama yang berupa tokoh manusia. Mereka sudah didahului oleh Kinas, maskot dari Euro 2004.
"Berbeda dari Maskot sebelumnya, di Euro 2004 karakternya bukan binatang melainkan seorang anak yang bernama Kinas."
Ditambah tempo hari aku melihat boneka trenggiling (yang ternyata bernama Fuleco) maskot Piala Dunia tahun 2014 di dasbor angkot yang kunaiki untuk berangkat ke kantor, semakin mantap saja ideku untuk membuat karakter yang mirip dengan maskot Piala Dunia..
Selama hari-hariku magang, aku kepikiran begini, "Aku sudah banyak menggambar karakter desain kaos untuk anak-anak perempuan, bagaimana untuk anak-anak yang lelakinya?" Pulang dari kantor, kuamati anak-anak yang tinggal di sekitar, ternyata anak-anak lelaki itu lebih suka mengenakan kaus bola ketimbang yang bergambar karakter. Akan tetapi, rasanya kurang adil dan kurang pas jika hanya berpusat di gender perempuan untuk target pasar usia anak-anak saja untuk produk yang akan kubuat ini. Ide segar menghampiri kepalaku : buat saja kaus bergambar karakter yang terinspirasi maskot Piala Dunia, terutama Trix dan Flix!
Jika menggunakan karakter aslinya, pasti akan kena hak cipta (copyright)! Untuk mendapatkan izin atau lisensi menggunakan karakter seperti itu secara resmi, layaknya buku-buku tulis sekolah, akan jauh lebih ribet daripada menciptakan karakter sendiri. Apalagi aku sudah pernah membuat sendiri tokoh anak lelaki kembar, yaitu Edward dan Edmund. Psst, mereka ini masih sepupunya Davina, salah satu karakterku yang kujadikan desain kaus untuk anak perempuan!
N. B. : Edward dan Edmund ini adalah "gender flip" dari karakter anime perempuan di sandal jepit dari merek yang obscure (kurang terkenal), yang pernah kusebut "Danny Phantom".
Danny si tokoh utama dalam wujud hantu baik untuk memberantas hantu-hantu lainnya yang bersifat jahat!
Topik ini adalah salah satu ide yang muncul dari lautan ide di kepalaku, juga yang paling sering menonjol ketimbang ide-ide topik lainnya. Orang-orang yang mengenalku sejak dulu atau teman-teman lamaku pastinya bertanya, "Apa sih yang bikin Hanna (namaku) terobsesi dengan Danny Phantom?" Dia memang pahlawan super dalam ceritanya, tetapi tetap saja bukan yang sohor macam Spiderman, Batman, atau Superman. Secara fisik, dia memang termasuk tokoh kartun laki-laki yang good-looking dan itu jarang buat tokoh kartun Amrik, hanya saja tentu masih termasuk "B aja" daripada berbagai superhero yang jauh lebih populer.
Hal yang membuat mereka semakin bertanya-tanya adalah sikapku yang segitunya terkunci olehnya ketika kelas IV bahkan hingga VIII, empat tahun cuy! Jika menggambar, yang digoreskan di atas kertas itu 90% kemungkinannya adalah fan art dari sang tokoh manusia setengah hantu itu. Kalo nyarita (ngomong), topiknya gak akan jauh-jauh dari si remaja cowok yang memiliki rambut putih ketika berubah wujud menjadi hantu super. Sampai-sampai adikku yang terbesar aja ngambek, bosen katanya. Weleh-weleh.
Saking terikatnya aku sama Danny Phantom, sampai-sampai kalo nemu orang atau gambar yang seksi-seksi itu aku sebut mereka pake nama dia. (Duuh, kasian amat Danny, sampai "dinistakan" oleh seorang fangirl yang fanatik!) Bisa baca di link bawah ini nih kisahnya :
Bahkan, aku sampai ingat tanggal "peresmian" diriku sebagai fan dari Danny Phantom : 16 Januari 2008! Empat belas tahun yang lalu, malah udah lebih, coy! Begitu udah ngelewatin tanggal 16 di bulan Agustus ini, buru-buru aku tulis topik ini. Catatan ini sebenarnya dituliskan pada hari setelahnya, yaitu pada Hari Kemerdekaan RI, karena di hari libur ini aku baru punya waktu untuk menuliskannya.
Jadi, ada apa sebenarnya dengan Danny Phantom? Seperti yang sudah kuceritakan pada catatanku yang lalu, aku menenggelamkan diriku dalam kubangan segala hal mengenai DP untuk mengobati kesedihanku akan insiden kelinci (tapi gagal). Tetapi, hal itu masih belum sepenuhnya menjawab pertanyaan tadi dan malah menyisakan pertanyaan baru : Mengapa Danny Phantom yang dipilih, bukan tokoh kartun lainnya yang jelas-jelas lebih terkenal, seperti Avatar Aang?
Rasa suka ini sudah dimulai sejak kurang lebih dua tahun sebelum tanggal resminya aku menjadikan Danny Phantom sebagai tokoh kartun idolaku. Berarti aku sudah mulai timbul rasa cinta kepada orang setengah hantu itu sejak kelas II SD semester II, ketika acaranya mulai tayang di televisi nasional pada awal 2006. Akan tetapi, saat itu belum terlalu tertarik dengan karakter cowok apapun, waktu itu aku lebih demen ngikutin kisahnya Helga Pataki dari Hey Arnold dan Vicky The Babysitter dari The Fairly Odd Parents. Kalaupun ada tokoh cowok yang kusukai, waktu itu anehnya malah lebih kepincut sama Suneo dari Doraemon (iya, Suneo yang mulutnya mancung) karena lore-nya tokoh itu lebih mudah kucerna saat itu ketimbang Danny Phantom.
Satu tahun kemudian, saat aku sudah kelas III SD, pada akhir tahun 2006 aku menginap di rumah sepupu (keluarga abangnya Papah) di Cirebon. Mereka punya satu majalah anak-anak Kids Fantasi yang mengulas Danny Phantom, aku sampai ingat itu edisi nomor 140. Entah mengapa, mataku tidak henti-hentinya mengedarkan pandangan ke bagian cover depan majalah itu yang tentunya bergambar sang tokoh. Rasanya kayak sekarang aja ke Heinz Doofenshmirtz dan Mr. Wynn, karakter kartun ciptaan sendiri.
Kira-kira satu bulan sebelum aku fix menjadikan Danny Phantom sebagai tokoh kesukaanku, yaitu pada akhir tahun 2007, aku melihat majalah anak-anak dengan judul lainnya, XY Kids yang mengulas tokoh kartun yang sama. Kali ini adalah majalahnya milik Mayang, sepupuku dari keluarganya Eyang Putri, ini masih di Bandung. Rasa kagum kepada Danny Phantom yang sempat terkubur lama sejak kunjungan ke rumah sepupu di Cirebon, mulai terbangkitkan kembali. Akan tetapi, saat itu belum benar-benar menjadi tokoh kesukaanku karena masih suka sama Swiper dari Dora The Explorer (kayaknya aku ada sedikit ketertarikan sama furries = karakter binatangjuga deh).
Kartun Danny Phantom ini lore-nya emang lebih rumit ketimbang berbagai kartun lainnya yang tayang di TV pada era yang sama. Bahkan Phineas and Ferb aja lebih kerasa simpel bagiku alur ceritanya. Kemudian, pada setiap subuh selama beberapa hari sebelum tanggal 16 Januari 2008 itu, aku mulai dapat sedikit menyimak alur cerita Danny Phantom bersama Irsyad, adikku yang terbesar. Dari situlah aku mulai benar-benar mencintai tokoh utama yang bernama sama dengan judul kartun itu.
Tambahan, Papahku almarhum pernah berteori bahwa alasan aku menyukai tokoh fiksi ilmiah itu adalah karena di alam bawah sadar, aku merasakan adanya kemiripan antara Danny Phantom dengan adikku yang terbesar tadi.
So, kesimpulannya adalah aku bisa segitu cintanya kepada Danny Phantom adalah karena banyaknya asosiasi dengan saudara-saudaraku, baik itu saudara kandung sendiri (adikku yang terbesar) maupun saudara sepupu. Dengan mengaitkannya dengan banyak anggota keluargaku, sang tokoh kartun memberikan aku kenyamanan.
Kurang lebih enam bulan yang lalu, seorang tokoh politik menuai kontroversi di bidang keagamaan. Kabarnya, beliau melakukan penghinaan terhadap agama, yaitu membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing. Aku penasaran dengan motif beliau, apakah memang iya beliau sampai setega itu dengan topik agama? Jika suara yang memanggil masyarakat muslim untuk segera mendirikan salat itu dirasa terlalu berisik oleh beliau, kurasa terlalu tidak wajar jika beliau sampai sangat membenci suara panggilan itu dengan menyamakannya dengan suara hewan yang dipandang sensitif oleh kebanyakan masyarakat dari agama Islam.
Seorang sahabatku memberikan link video ketika tokoh politik tersebut berujar hal yang penuh kontroversi itu. Aku coba dulu untuk menonton dan mendengarkannya dengan seksama, apa yang membuat kalimat yang (katanya) kurang pantas itu terucap dari mulut sang tokoh. Ternyata, beliau hanya salah memilih pembanding untuk menjelaskan kebijakannya mengatur tingkat kerasnya suara panggilan untuk melakukan salat lima waktu. Alhasil, perkataannya terdengar kurang baik karena kesalahan beliau memilih analogi tersebut.
Secara tingkat kekerasan suara, dalam ukuran desibel antara adzan dengan gonggongan anjing boleh jadi memang sama. Namun, tetap saja sebaiknya beliau memilih pembanding yang lebih kecil resikonya. Yaitu, pembanding lainnya yang desibelnya tetap sama besarnya dengan suara adzan lewat toa, tetapi konotasinya terdengar lebih aman daripada gonggongan anjing tadi itu. Peristiwa itu kira-kira memiliki same energy dengan "Insiden Kelinci" yang terjadi akibat pertanyaanku 13 tahun lebih sebelumnya.
Hampir sama dengan kasus suara adzan dari toa yang dibandingkan dengan suara anjing menggonggong tadi, kasusku adalah aku membandingkan reaksi orang-orang ketika adikku wafat dengan kelinciku waktu dia mati. Jika kasus politik tadi terjadi kesamaan dalam ukuran desibel dari kedua suara tersebut, maka dalam kasusku ini adalah kesamaan dari nilai nyawa setiap makhluk hidup secara filosofis. Meski demikian, pembanding yang kupilih juga kurang tepat. Karena tetap saja nyawa manusia tidak akan dapat tergantikan oleh apapun.
Begitu pula dengan seruan panggilan untuk ibadah salat lima waktu. Meskipun terdengar sama kerasnya dengan suara hewan yang paling keras itu, tentu saja tidak bisa dibandingkan dengan suara semacam itu. Panggilan untuk beribadah adalah hal yang tinggi, sama seperti nyawa anggota keluarga, sehingga menjadikan kedua hal tersebut adalah sensitif dan jangan sampai sembarang memberikan pembanding. Dengan berkaca pada pengalaman pribadi, aku bersyukur tidak mudah terpengaruh oleh berita yang ada dan justru dapat memakluminya.
Aku pun bukannya bermaksud untuk menghina adikku sendiri, untuk apa, tidak ada untungnya. Tujuanku dari saat itu menanyakan sebabnya reaksi orang-orang di sekitarku yang berbeda ketika menghadapi peristiwa adikku yang wafat dengan kelinciku yang mati. Bagiku, semua kematian terasa sama saja menyedihkannya, mau itu anggota keluarga sendiri maupun hewan peliharaanku. Oleh karena itu, bagi pikiranku yang saat itu baru akan menginjak umur sebelas tahun, perbedaan semacam itu memancing rasa penasaranku.
Seperti yang telah banyak disebut dalam catatan-catatan sebelumnya, sebaiknya aku memilih untuk menyebutkan kasus meninggalnya manusia secara umum saja. Bukan berupa hanya satu kasus saja, yaitu saat satu adikku wafat. Penyelesaian dari insiden tokoh politik agama itu adalah memilih pembanding yang lebih aman daripada gonggongan anjing, maka penyelesaianku adalah memilih pembanding yang kurang menyinggung daripada menyebutkan suatu peristiwa kehilangan salah satu anggota keluargaku.
Mungkinkah terjadi "keceplosan" ketika membuat perbandingan yang kurang etis?
Apakah pembanding itu dipilih secara spontan, tidak disengaja? Untuk kasusku, jawabannya adalah "ya". Namun, aku tidak tahu pasti untuk kasusnya suara adzan ini. Barangkali tokoh politik sekaligus agama tersebut banyak mendengar suara anjing menggonggong dalam kesehariannya, sehingga jenis suara tersebut menjadi top of his mind, sama sepertiku yang pada saat itu masih terus teringat akan adikku, yang "keceplosan", terucap begitu saja ketika menemui peristiwa kematian yang skalanya lebih kecil.
Meskipun niatannya belum tentu buruk, alangkah baiknya bila tetap meminta maaf
Begitu peristiwa itu tone-nya kontras berbeda dengan percakapan antara aku dan Papah pada berbagai kesempatan lainnya, segera aku meminta maaf kepada beliau. Padahal saat itu aku belum sepenuhnya memahami di mana letak dari kesalahanku, malahan baru kupahami itu pada tiga tahun setelahnya. Walaupun demikian, permintaan maaf tetap kusebutkan. Hal yang sama berlaku untuk tokoh politik yang disebutkan sebelumnya, meskipun beliau tidak bermaksud buruk alangkah baiknya tetap meminta maaf kepada masyarakat.
"Jadi saya berharap pak menteri dan orang sekitarnya pak menteri tidak usah berargumen lah ya, tidak usah klarifikasi a-i-u, ndak usah, langsung mohon maaf, itu yes banget, prestise, dan martabat menteri langsung jadi tinggi ketika langsung mohon maaf, daripada stafnya mbulet-mbulet buat alasan ini-itu," kata Prof Zahro dikutip VIVA dari Channel Youtube Zahrowy TV, Selasa, 1 Maret 2022.
Ia menyarankan sebaiknya Menag dan para pembantunya tidak sibuk beralibi atau memberikan klarifikasi yang justru akan semakin membuat persepsi miring terhadap Menag Yaqut. Pihak Kemenag juga tak bisa memaksakan persepsi masyarakat soal azan dan gonggongan anjing. "Kalau salah ya akui salah itu bagus banget, orang minta maaf itu enggak jatuh. Minta maaf bagus sudah, setelah minta maaf kemudian dijelaskan. Wong sudah salah stafnya jelaskan makin tidak jelas, wong salah kok keakehan polah," tegasnya