Orang yang juga imajiner sebagai tujuan dari surat imajiner ini adalah ... Dr. Heinz Doofenshmirtz! Menyukai tokoh kartun tidaklah serta merta membuat seseorang menjadi gila, melainkan pikiran apakah yang menyertai rasa suka terhadap tokoh kartun yang bersangkutan. Surat yang baru sebagian kutulis untuk Heinz ini bukan didasarkan oleh kesedihan atau penyesalan yang menahun seperti insiden kelinci itu. Isi surat ini masih membuatku bingung akan menulis apa.
Wednesday, February 23, 2022
Surat Imajiner untuk ... Dr. Doof?
Setelah menulis surat imajiner untuk almarhum Papah, psikolog aku juga menugaskanku untuk menulis surat imajiner lainnya. Surat imajiner yang ini bahkan juga ditujukan untuk orang yang imajiner alias fiktif atau tidak nyata! Entah mengapa beliau memberiku tugas seperti itu, kalau surat untuk ayahku sih sudah jelas tujuannya. Apapun perintahnya, lakukan saja karena beliau yang punya ilmu untuk mengatasi pikiranku yang seringkali kacau.
Tuesday, February 22, 2022
Dua Bulan Menjadi Maruk Atas Kakak Beradik!
Aku jarang membahas tentang tokoh kesukaanku yang baru ini. Malahan si tokoh baru ini masih adiknya Doof! Baru kusadari, tepat pada tanggal 22 Februari ini adalah dua bulan aku menyukainya! Maruk ya aku, suka kakak beradik sekaligus, meski keduanya sama sekali tidak mirip!
Hampir saja aku lupa menyebutkan nama adiknya Heinz Doofenshmirtz itu! Namanya Roger. Kenapa aku pilih Roger, bukannya Ultraman Gaia? Itu gara-gara screenshot Heinz yang sedang main golf bersama Roger!
Pada awalnya, aku hanya ingin mendownload gambar Heinz saja yang kebetulan adiknya itu kebawa. Dalam screenshot tersebut, Roger tampil beda (tentu saja, kan situasinya juga berbeda!) dengan topi visor-nya. Saat mengenakan topi tanpa bagian atas alias "batok" kepala itu, gaya rambutnya lebih kusukai ketimbang penampilan regulernya. Entah mengapa aku mulai tertarik dengan ekspresinya yang biasanya terlihat kalem, kemudian dalam SS adegan itu, menjadi seperti yang kaget.
Sebenernya, ketertarikan aku dengan si adik yang lebih macho itu sudah lebih dari dua bulan bahkan. Namun, saat itu aku selalu menghindari perasaanku, karena dilarang maruk akan lelaki lain dari keluarga yang sekandung dengan my crush! Akhirnya, pada Hari Ibu tahun 2021 lalu, perasaan itu tak bisa kusangkal lagi setelah melihat fan art Heinz melirik marah kepada Roger dan yang dilirik hanya membalas dengan tatapan sinis. Tatapan sinis sang adik yang bertubuh tinggi besar, itulah yang membuatku tak bisa lagi menghindari fakta bahwa aku memang akan ngefans juga dengannya.
Serasa kayak drama Turki "Kuzey Guney"!
Sudah bukan rahasia lagi jika Roger memiliki penampilan yang lebih menarik daripada kakaknya, Heinz. Sekali lihat juga sudah langsung ketahuan siapa yang lebih good looking! Akan tetapi, Roger ini malahan lebih menarik daripada tokoh ciptaanku Mr. Wynn! Apa, dia bahkan lebih menarik daripada Mr. Wynn!?
Bukan hanya itu saja, aku malah merasa Mr. Wynn ini lebih mendekati Roger daripada Mr. Hyunh yang dari kartun Hey Arnold! Baik secara penampilannya maupun kepribadiannya. Padahal Mr. Wynn ini tadinya diinspirasi dari Mr. Hyunh. Mr. Wynn juga awalnya "saingannya" Heinz, karena sampai sekarang belum juga dapat kuputuskan aku akan memilih siapa di antara keduanya dan dengan datangnya Roger, malah membuatku semakin sulit untuk memilih.
Sunday, February 20, 2022
Kecemburuan yang Aneh
Cemburu ngeliat crush ternyata sayangnya sama orang lain? Itu masih wajar, karena punya perasaan kepada seseorang itu normal. Lalu, apa cemburu yang tidak wajar? Kecemburuan yang tidak wajar itulah yang kualami, selama lebih dari satu tahun.
Percaya gak sih aku cemburu sama tokoh kartun kesukaan sendiri? Cemburunya juga bukan ke pacar si tokoh, melainkan sama anak ceweknya. Tokoh itu tak lain dan tak bukan adalah ... Dr. Heinz Doofenshmirtz! Anaknya sendiri namanya Vanessa.
Heinz sendiri udah cerai sama istrinya. Kalo nikah atau pacaran itu bisa pisah. Sama anak mah gak akan. Makanya, aku lebih cemburu sama anaknya ketimbang mantan istrinya.
Setiap kali ngeliat kebersamaan Heinz dan Vanessa, rasa panas yang aneh itu timbul! Nah, rasa panas inilah yang memberiku ide buat bikin shipping Franknessa itu. Apa cuma aku aja yang ngerasa kalo interaksi Heinz dengan putrinya itu kayak ke pacar? Jadinya "ayah rasa pacar", dong?
Untungnya, kecemburuan ini malahan jadi ide aku buat nulis novel yang benar-benar fresh, sama sekali baru. Tentang seorang santriwan yang mencintai tokoh gadis dari novel, tetapi dia bukan tokoh utamanya novel tersebut. Tokoh utamanya justru ayahnya gadis itu, yang merupakan ilmuwan jahat sama seperti Doofenshmirtz. Biar bagaimanapun, sang santri tidak dapat berbuat apa-apa untuk melampiaskan perasaan cintanya, karena berbeda dimensi dan dia mendalami tokoh ayah dari gadis yang dicintainya, yang tentunya tidak bisa sembarang "confess".
Friday, February 18, 2022
Karya Gambar yang Didorong Kecemburuan Tanpa Dasar
Pada suatu pagi yang dingin menusuk, dibasahi oleh air hujan yang turun deras semalaman, terciptalah sebuah karya seni dari goresan tanganku. Karya seni tersebut berupa gambar kartun, yang justru tercetus idenya akibat hati yang panas membara di tengah cuaca yang membuat menggigil. Hatiku ini terbakar hanya akibat api kecemburuan yang berasal dari dunia irasional di dalam kepalaku. Kecemburuan yang muncul tanpa hak dan juga ... di luar kewajaran.
Ide gambar di atas muncul pada tanggal 19 Januari 2020 lalu, setelah aku mencari tahu sedikit tentang sebuah serial animasi berjudul "Milo Murphy's Law". Serial animasi tersebut bukanlah hal yang baru diluncurkan, tetapi aku yang terlambat untuk mengetahui acara tersebut. Kulihat salah satu screenshot (tangkapan layar) dari acara tersebut yang membuat perasaanku marah, panas, dan gusar tidak karuan. Itu kan cuma gambar kartun, hanya pelaku cerita yang tidak nyata dan buah dari khayalan seseorang!
Hal yang membuat situasi semakin aneh tapi justru malah bagus, tanganku segera tergerak untuk menggambar dengan referensi berupa tangkapan layar dari adegan animasi tadi yang membuatku cemburu buta! Aku tidak menjiplak mentah-mentah gambar yang kulihat itu, melainkan hanya menerapkan rumus ATM : Amati, Tiru, dan Modifikasi! Jadi, gambar di atas sudah banyak menyimpang dari screenshot salah satu adegan dari Milo Murphy's Law itu. Tanggal 19 Januari kuresmikan sebagai hari jadi Franknessa, shipping (perjodohan dua karakter fiksi) ciptaanku sendiri yang melibatkan Canon X OC, yaitu Vanessa dari Milo Murphy's Law (juga dari Phineas and Ferb) dengan Frank Wynn tokoh asli buatanku sendiri, yang berasal dari novel yang sedang kutulis sejak 2017.
Hari ini sudah dua tahun lebih satu bulan aku membuat shipping/pairing Franknessa tersebut. Sayangnya, aku selama ini malas untuk melanjutkan menggambar mereka. Padahal, hingga detik ini masih ada perasaan kesal jika melihat atau menemukan kebersamaan Heinz dengan Vanessa dan kekesalan seperti itulah yang memicuku untuk menggambar pasangan Frank dengan anaknya Heinz itu! Bahkan, aku sampai menulis novel sendiri yang menyadur kisah hidupnya dua anggota keluarga Doofenshmirtz itu.
Dampak dari Menulis Surat Imajiner ... Yang Kedua Kalinya
15 Februari 2022
Jika aku bersedih akan peristiwa yang terjadi pada hari pertama bulan puasa tahun 2008 itu, banyak orang yang menganggap aku menyalahkan Papah. Kenyataannya, justru akulah yang tiada hentinya menyalahkan diriku sendiri. Peristiwa itu menenggelamkan diriku dalam insecure tidak berkesudahan, karena aku merasa diriku ini sangat bodoh. Tinggal satu cara yang belum pernah kulakukan sebelumnya, yaitu menulis surat imajiner.
Ya, surat imajiner kepada Papah itulah cara yang paling ampuh untuk menaklukkan gunung kesedihan itu. Banyak hal yang tidak pernah bisa kusampaikan kepada beliau di masa hidupnya, akhirnya mulai tercurahkan dengan leluasa walau tentu saja beliau tidak akan dapat membacanya. Rupanya, menulis surat imajiner itu tidak cukup hanya satu kali. Sebab, banyak hal yang belum kepikiran ketika menulis surat tersebut untuk yang pertama kalinya.
Kemarin malam, kutuliskan surat imajiner untuk almarhum Papah untuk yang kedua kalinya. Tanggal 14 Februari itu bukan sengaja kupilih, melainkan saat itu baru sempat untuk menuliskannya. Masih membahas tentang insiden kelinci itu, tetapi tiba-tiba saja terbersit ingatan terpendam yang jarang sekali muncul dalam pikiranku. Ingatan itu adalah tentang apa sebenarnya yang paling menjadi motivasiku untuk mengajukan pertanyaan yang absurd namun memilukan itu.
Pertanyaan itu kuajukan sama sekali bukan karena ingin menjadikan meninggalnya adikku itu less worthy. Kematian kelinci itu disebabkan karena tidak sempatnya semua orang di rumah (termasuk aku) saat itu untuk memasukkan sang kelinci yang tersisa dari yang semula dua ekor, kembali ke kandangnya. Di situ aku ingin hewan peliharaan diperlakukan seperti anggota keluargaku sendiri, sehingga semuanya peduli untuk menjaga hewan itu dari bahaya. Ku teringat nama almarhum adikku dalam pertanyaan yang terdengar tidak etis itu, karena peristiwa itulah yang paling mengajarkanku arti dari kehilangan.
Untuk seterusnya, semua kematian membuatku berduka, bahkan untuk hewan kecil sekalipun. Kulihat semua orang di sekitarku tampak biasa saja dengan kabar kematian hewan ini, mereka tidak sedih sepertiku. Pemahaman yang masih minim dari diriku yang saat itu berusia sebelas tahun kurang satu bulan, membuatku heran akan fenomena tersebut. Dalam otakku yang masih bocah itu, tersusun sebuah kalimat pertanyaan "Mengapa orang-orang bersikap biasa saja akan matinya kelinci dan hanya sedih jika adikku yang meninggal?"
Kini, di usiaku yang sudah mencapai lebih dari 20 tahun, tentu saja telah menemukan sendiri jawabannya dari pertanyaan itu. Hewan peliharaan bisa dibeli lagi, tetapi anggota keluarga tidak akan pernah bisa tergantikan. Walaupun begitu, aku tetap menganggap hewan peliharaan sama pentingnya dengan anggota keluargaku yang sesungguhnya. Justru karena pernah mengalami kehilangan anggota keluarga, aku ingin menjaga setiap makhluk hidup sebisaku.
Semestinya, kusebutkan saja kematian manusia secara umum saat menanyakan itu, jangan menyebut nama adikku atau siapapun. Akan tetapi, hal tersebut baru kusadari tahun-tahun terakhir ini, tepatnya sejak pandemi Corona melanda. Nama adikku itu disebutkan hanya sebatas karena itu adalah peristiwa kehilangan anggota keluarga yang paling dekat denganku saat itu saja. Hanya spontan saja, tidak ada tujuan lainnya, apalagi untuk merendahkannya.
Mungkin saja surat imajiner ini perlu kutuliskan lagi, atau mungkin saja tidak. Lihat saja dulu ke depannya. Kuharap surat imajiner untuk Papah yang kedua ini banyak mengobati perasaanku. Karena dalam kenangan pahit ini sama sekali tidak kurasakan marah di dalamnya meski aku aslinya adalah orang yang mudah marah. Kalaupun ada perasaan itu, lebih ditujukan kepada diriku sendiri yang telah menyinggung ayahku tanpa kuinginkan, bukan kepada beliau.
Surat Imajiner untuk Papah
Februari 2022
Surat ini kutulis pada tanggal 8 Februari lalu, tepat sepuluh hari yang lalu. Sebenarnya, psikolog langgananku sudah memberiku tugas menulis surat ini sejak bulan Desember 2021 lalu, hanya saja baru sempat kutulis pada hari itu. Aku sempat dilanda kebingungan untuk merangkai kata yang akan kutuangkan ke dalam surat tersebut, karena seluruh isi hatiku harus tercurahkan di dalamnya. Pada bulan Januari lalu tahun ini, aku sibuk bekerja dan bulan ini aku dilanda sakit flu dan batuk, sehingga aku berhenti bekerja dahulu agar memastikan tidak tertular virus varian terbaru.
Apa saja yang dimaksud dengan "hal inti" di balik kesalahan yang pernah kuperbuat itu? Yakni adalah perasaanku yang timbul sebelum mengajukan pertanyaan yang bagi orang pada umumnya dianggap tidak etis itu, motivasiku untuk menanyakan hal itu, dan juga pemahamanku yang saat itu masih kurang sehingga belum menyadari bahwa pertanyaan seperti itu adalah tidak dapat diterima. Selama Papah masih hidup, aku tidak pernah benar-benar berani untuk mengatakan semua itu, hingga beliau akhirnya wafat pada tahun keempat setelah insiden itu, pada tahun 2012 lalu. Pernah pada suatu hari aku membicarakan hal ini kepada beliau, itu pun kulakukan karena sangat terpaksa, tetapi ending-nya sangat menyedihkan dan malah membuatku menyesal sedalam-dalamnya karena telah membahasnya (ini sudah kuceritakan, ya, di catatan-catatan sebelumnya).
Pada suatu pagi, Papah memergoki aku menangis tanpa suara. Tanpa sungai air mata yang berlinang di kedua pipiku. Hanya bulu mata yang mengkilap karena terbasahi oleh air mata. Wajar saja jika beliau penasaran dengan sebab di balik basahnya kedua mataku, kujawab saja apa yang membuatku menangis karena kesedihanku akan insiden itu tidak kunjung hilang meski sudah lama.
Biasanya, kesedihan akibat dimarahi oleh Papa dapat terobati dengan cepat hanya dengan membaca buku, menonton televisi, atau bepergian. Apapun caranya, semua penghiburan selalu berhasil. Namun, kasus ini sangatlah berbeda. Kesedihan, penyesalan, dan rasa malu untuk kasus insiden ini ternyata jauh lebih rumit untuk diobati daripada yang aku duga!
Beliau tentu saja kaget, karena aku masih menyedihkan sebuah kejadian, yang saat itu sudah (atau "masih", jika dibandingkan dengan keadaan sekarang) dua bulan sejak waktu itu terjadi. Merasa sedih akibat dimarahi memang perasaan yang valid, tetapi bagaimana kalau kejadian dimarahinnya itu sudah lewat dua bulan yang lalu? Pada saat itu saja kesedihanku sudah dianggap terlalu lama, apalagi pada tahun ini yang sudah melebihi sepuluh tahun sejak peristiwa itu? Perasaanku yang bermuram durja ini bukanlah disebabkan oleh hatiku yang sakit kepada beliau, melainkan kaget yang sehebat-hebatnya karena dengan pemahamanku yang minim ini, aku sama sekali tidak menyangka bahwa pertanyaan seperti itu akan menjadi perkataan yang buruk bahkan menyinggung.
Awalnya saja aku sedih akibat dimarahi Papah, tetapi seiring dengan bertambahnya usia dan ilmuku, penyebab rasa sedih itu berubah. Dengan semakin menyadari di mana letak kesalahanku pada insiden tersebut, rasa sedih itu menjadi lebih ke arah menyesali diri. Semakin aku memahami mengapa Papah marah dengan pertanyaan itu, semakin juga kusadari bahwa pertanyaanku waktu itu bukannya konyol saja, tetapi dapat melukai tanpa kusengaja. Ibarat kusentuh sebuah senjata yang tidak banyak diketahui umum dan akupun baru melihatnya pertama kali, lalu senjata tersebut malah kuarahkan kepada seseorang yang kusayangi tanpa mengetahui dampak dari benda yang kugunakan itu.
Aku tenggelam dalam penyesalan diri yang semakin mendalam setiap tahunnya, karena pemahamanku yang semakin meningkat akan hal apa saja yang pantas ditanyakan dan yang tidak. Namun, masa lalu tidak dapat kita ubah dan hanya dapat kita ambil pelajaran darinya. Seperti isi buku yang tidak dapat diedit dan hanya dapat dibaca serta diambil pengetahuannya. Lalu, perasaan negatif akibat insiden itu yang berlangsung dalam waktu yang sangat-sangat tidak wajar, hingga tigabelas tahun lebih lamanya sampai tulisan ini diketik, membuatku tetap harus melakukan sesuatu untuk menghentikannya.
Terasa sekali dampaknya bagiku setelah menulis surat imajiner untuk Papah untuk menyatakan segala hal yang berkaitan dengan insiden kelinci itu. Begitu selesai kutulis, surat itu wajib kusobek-sobek agar tidak terbaca terutama oleh orang lain lalu kepikiran lagi. Mungkin saja butuh lebih dari satu kali kutuliskan surat seperti itu kepada beliau, karena bisa saja belum seluruhnya kutuangkan di dalamnya. Alhamdulillah, usahaku untuk melenyapkan kesedihan itu sudah mulai membuahkan hasil.
Thursday, February 17, 2022
Kekaguman yang Irasional
Wajar apabila seseorang kagum atas prestasi, kebaikan, atau skill keren yang dilakukan oleh seseorang. Lalu, bagaimana jika aku mengagumi perbuatan seseorang yang justru buruk dan aku sudah mengetahui hukumnya haram untuk dilakukan? Hal yang membuatnya semakin sulit untuk dimengerti, rasa itu hanya kagum saja tanpa rasa "kabita" ingin melakukannya juga, karena aku sudah tahu perbuatan itu tidak baik dan benar. Itulah yang kusebut "kekaguman yang Irasional"!
Orang yang menjadikan kekaguman itu timbul juga bukan orang nyata, melainkan hanya karakter fiksi sahaja. Entah mengapa, saat aku cek bagian "Parental Guidance" di IMDb tentang kartun kesukaanku Phineas and Ferb, perasaan yang sulit dijelaskan itu mulai timbul. Pada bagian "Alcohol, Drugs, & Smoking", memang tidak banyak yang timbul, hanya dua entri saja karena pasar kartun itu untuk anak-anak. Hal yang menjadikannya menarik bagiku adalah, kedua entri tersebut menyebutkan satu orang yang sama, yaitu tokoh kesukaanku Dr. Heinz Doofenshmirtz.
Sebenarnya menampilkan tokoh yang mengonsumsi alkohol dalam acara kartun anak-anak itu kurang pantas, meski hanya sebanyak dua kali ditampilkan. |
Eits, bukan karena hanya itu rasa kagum yang tidak masuk akal ini timbul! Dalam kedua entri tersebut, disebutkan bahwa dalam satu episode Dr. Doofenshmirtz terserang "hangover" karena pesta semalam dan pada episode lainnya, diceritakan orang yang sama mengonsumsi minuman bernama eggnog yang mengandung alkohol. Aneh sekali, sejak kecil sudah diperkenalkan kepadaku bahwa alkohol itu haram untuk dikonsumsi dalam agamaku, tetapi aku malah kagum dengan kedua cerita tersebut.
Padahal apa kerennya dua hal itu? Mungkin karena jarangnya aku mendapati tokoh kartun yang kusukai menikmati hal seperti itu. Tidak ada seorangpun yang dapat menjelaskan mengapa perasaanku yang aneh itu dapat timbul. Setiap kali kubaca dua kalimat dalam bagian yang tadi kusebut dari IMDb itu, hatiku langsung berdesir tidak karuan dan segera menyetel lagu-lagu yang paling kusukai sambil membaca tulisan-tulisan itu!
Bagian yang paling aneh dari ketertarikan aku ini adalah aku seakan antusias setiap kali Mamah sakit kepala, karena gejalanya seperti yang Hangover (jelas beliau tidak pernah Hangover benaran, karena beliau sudah tentu tidak pernah mabuk) itu tadi! Ya, aku merasakan itu karena teringat adegan-adegan Dr. Doof yang sedang sakit kepala parah akibat pesta tadi malamnya. Semestinya seorang anak merasa kasihan kepada orangtuanya yang sedang sakit, ini malah kepikiran hal-hal remeh dan nyeleneh seperti tadi itu! Duh, ini sih sudah jelas bukan perasaan yang sehat dan jangan kubiarkan ada sampai menunggu karma yang menimpaku.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Mengenang Kembali Karakter Anime Berambut Hijau Mint: Martina Zoana Mel Navratilova
Catatan Rabu, 20 November 2024 Ada kalanya, sebuah kenangan masa kecil kembali muncul begitu saja, membawa kita ke waktu yang lebih sederhan...
-
Catatan 22 Februari 2023 Padahal aku nggak ngikutin apa yang lagi jadi trending topic dalam negeri, tapinya nggak sengaja nemu t...
-
Catatan 20 Oktober 2023 Biasanya jika aku dimarahin sama ortu, udah langsung tahu di mana letak kesalahannya. Nah, salah satu hal yang bikin...
-
Catatan 10 Januari 2024 "An autistic person may have difficulty in communication; both the physical act and the meta-knowledge of the p...