Friday, February 18, 2022

Karya Gambar yang Didorong Kecemburuan Tanpa Dasar

Pada suatu pagi yang dingin menusuk, dibasahi oleh air hujan yang turun deras semalaman, terciptalah sebuah karya seni dari goresan tanganku. Karya seni tersebut berupa gambar kartun, yang justru tercetus idenya akibat hati yang panas membara di tengah cuaca yang membuat menggigil. Hatiku ini terbakar hanya akibat api kecemburuan yang berasal dari dunia irasional di dalam kepalaku. Kecemburuan yang muncul tanpa hak dan juga ... di luar kewajaran.

Ide gambar di atas muncul pada tanggal 19 Januari 2020 lalu, setelah aku mencari tahu sedikit tentang sebuah serial animasi berjudul "Milo Murphy's Law". Serial animasi tersebut bukanlah hal yang baru diluncurkan, tetapi aku yang terlambat untuk mengetahui acara tersebut. Kulihat salah satu screenshot (tangkapan layar) dari acara tersebut yang membuat perasaanku marah, panas, dan gusar tidak karuan. Itu kan cuma gambar kartun, hanya pelaku cerita yang tidak nyata dan buah dari khayalan seseorang! 

Hal yang membuat situasi semakin aneh tapi justru malah bagus, tanganku segera tergerak untuk menggambar dengan referensi berupa tangkapan layar dari adegan animasi tadi yang membuatku cemburu buta! Aku tidak menjiplak mentah-mentah gambar yang kulihat itu, melainkan hanya menerapkan rumus ATM : Amati, Tiru, dan Modifikasi! Jadi, gambar di atas sudah banyak menyimpang dari screenshot salah satu adegan dari Milo Murphy's Law itu. Tanggal 19 Januari kuresmikan sebagai hari jadi Franknessa, shipping (perjodohan dua karakter fiksi) ciptaanku sendiri yang melibatkan Canon X OC, yaitu Vanessa dari Milo Murphy's Law (juga dari Phineas and Ferb) dengan Frank Wynn tokoh asli buatanku sendiri, yang berasal dari novel yang sedang kutulis sejak 2017.

Hari ini sudah dua tahun lebih satu bulan aku membuat shipping/pairing Franknessa tersebut. Sayangnya, aku selama ini malas untuk melanjutkan menggambar mereka. Padahal, hingga detik ini masih ada perasaan kesal jika melihat atau menemukan kebersamaan Heinz dengan Vanessa dan kekesalan seperti itulah yang memicuku untuk menggambar pasangan Frank dengan anaknya Heinz itu! Bahkan, aku sampai menulis novel sendiri yang menyadur kisah hidupnya dua anggota keluarga Doofenshmirtz itu.

Dampak dari Menulis Surat Imajiner ... Yang Kedua Kalinya

15 Februari 2022

Apakah terlarang jika aku merasakan kesedihan akibat insiden kelinci itu? Sebenarnya, sudah kulakukan ribuan cara untuk menghilangkan kesedihan akan insiden tersebut. Sayangnya, hingga tigabelas tahun lebih sejak peristiwa yang abnormal tetapi kelam itu, rasa sedih itu tidak kunjung sirna. Hanya mungkin berkurang sedikit demi sedikit, tetapi belum pernah hilang seratus persen.

Jika aku bersedih akan peristiwa yang terjadi pada hari pertama bulan puasa tahun 2008 itu, banyak orang yang menganggap aku menyalahkan Papah. Kenyataannya, justru akulah yang tiada hentinya menyalahkan diriku sendiri. Peristiwa itu menenggelamkan diriku dalam insecure tidak berkesudahan, karena aku merasa diriku ini sangat bodoh. Tinggal satu cara yang belum pernah kulakukan sebelumnya, yaitu menulis surat imajiner. 

Ya, surat imajiner kepada Papah itulah cara yang paling ampuh untuk menaklukkan gunung kesedihan itu. Banyak hal yang tidak pernah bisa kusampaikan kepada beliau di masa hidupnya, akhirnya mulai tercurahkan dengan leluasa walau tentu saja beliau tidak akan dapat membacanya. Rupanya, menulis surat imajiner itu tidak cukup hanya satu kali. Sebab, banyak hal yang belum kepikiran ketika menulis surat tersebut untuk yang pertama kalinya. 

Kemarin malam, kutuliskan surat imajiner untuk almarhum Papah untuk yang kedua kalinya. Tanggal 14 Februari itu bukan sengaja kupilih, melainkan saat itu baru sempat untuk menuliskannya. Masih membahas tentang insiden kelinci itu, tetapi tiba-tiba saja terbersit ingatan terpendam yang jarang sekali muncul dalam pikiranku. Ingatan itu adalah tentang apa sebenarnya yang paling menjadi motivasiku untuk mengajukan pertanyaan yang absurd namun memilukan itu. 

Pertanyaan itu kuajukan sama sekali bukan karena ingin menjadikan meninggalnya adikku itu less worthy. Kematian kelinci itu disebabkan karena tidak sempatnya semua orang di rumah (termasuk aku) saat itu untuk memasukkan sang kelinci yang tersisa dari yang semula dua ekor, kembali ke kandangnya. Di situ aku ingin hewan peliharaan diperlakukan seperti anggota keluargaku sendiri, sehingga semuanya peduli untuk menjaga hewan itu dari bahaya. Ku teringat nama almarhum adikku dalam pertanyaan yang terdengar tidak etis itu, karena peristiwa itulah yang paling mengajarkanku arti dari kehilangan. 

Untuk seterusnya, semua kematian membuatku berduka, bahkan untuk hewan kecil sekalipun. Kulihat semua orang di sekitarku tampak biasa saja dengan kabar kematian hewan ini, mereka tidak sedih sepertiku. Pemahaman yang masih minim dari diriku yang saat itu berusia sebelas tahun kurang satu bulan, membuatku heran akan fenomena tersebut. Dalam otakku yang masih bocah itu, tersusun sebuah kalimat pertanyaan "Mengapa orang-orang bersikap biasa saja akan matinya kelinci dan hanya sedih jika adikku yang meninggal?"

Kini, di usiaku yang sudah mencapai lebih dari 20 tahun, tentu saja telah menemukan sendiri jawabannya dari pertanyaan itu. Hewan peliharaan bisa dibeli lagi, tetapi anggota keluarga tidak akan pernah bisa tergantikan. Walaupun begitu, aku tetap menganggap hewan peliharaan sama pentingnya dengan anggota keluargaku yang sesungguhnya. Justru karena pernah mengalami kehilangan anggota keluarga, aku ingin menjaga setiap makhluk hidup sebisaku.

Semestinya, kusebutkan saja kematian manusia secara umum saat menanyakan itu, jangan menyebut nama adikku atau siapapun. Akan tetapi, hal tersebut baru kusadari tahun-tahun terakhir ini, tepatnya sejak pandemi Corona melanda. Nama adikku itu disebutkan hanya sebatas karena itu adalah peristiwa kehilangan anggota keluarga yang paling dekat denganku saat itu saja. Hanya spontan saja, tidak ada tujuan lainnya, apalagi untuk merendahkannya. 

Mungkin saja surat imajiner ini perlu kutuliskan lagi, atau mungkin saja tidak. Lihat saja dulu ke depannya. Kuharap surat imajiner untuk Papah yang kedua ini banyak mengobati perasaanku. Karena dalam kenangan pahit ini sama sekali tidak kurasakan marah di dalamnya meski aku aslinya adalah orang yang mudah marah. Kalaupun ada perasaan itu, lebih ditujukan kepada diriku sendiri yang telah menyinggung ayahku tanpa kuinginkan, bukan kepada beliau

Surat Imajiner untuk Papah

 Februari 2022

Setelah tigabelas tahun lamanya, atau tepatnya sudah jalan tahun keempatbelas, akhirnya aku mulai dapat menghilangkan rasa sedih akibat kesalahanku sendiri pada insiden kelinci itu. Perasaan bersalah dan menyesal memang masih tersisa, tetapi porsinya tidak sebanyak ketika sebelum kutulis surat imajiner untuk Papah tempo hari. Surat imajiner itu hampir sama seperti surat pribadi biasa, hanya saja tujuan surat jenis ini adalah untuk seseorang yang telah tak mampu lagi kujangkau untuk selama-lamanya. Dalam surat tersebut, kutuliskan semua hal inti di balik perbuatanku yang keliru dalam insiden yang menyertai matinya kelinciku itu, insiden yang terjadi pada tahun 2008 tentu sama sekali bukan lagi peristiwa yang masih segar atau baru. 

Surat ini kutulis pada tanggal 8 Februari lalu, tepat sepuluh hari yang lalu. Sebenarnya, psikolog langgananku sudah memberiku tugas menulis surat ini sejak bulan Desember 2021 lalu, hanya saja baru sempat kutulis pada hari itu. Aku sempat dilanda kebingungan untuk merangkai kata yang akan kutuangkan ke dalam surat tersebut, karena seluruh isi hatiku harus tercurahkan di dalamnya. Pada bulan Januari lalu tahun ini, aku sibuk bekerja dan bulan ini aku dilanda sakit flu dan batuk, sehingga aku berhenti bekerja dahulu agar memastikan tidak tertular virus varian terbaru. 

Apa saja yang dimaksud dengan "hal inti" di balik kesalahan yang pernah kuperbuat itu? Yakni adalah perasaanku yang timbul sebelum mengajukan pertanyaan yang bagi orang pada umumnya dianggap tidak etis itu, motivasiku untuk menanyakan hal itu, dan juga pemahamanku yang saat itu masih kurang sehingga belum menyadari bahwa pertanyaan seperti itu adalah tidak dapat diterima. Selama Papah masih hidup, aku tidak pernah benar-benar berani untuk mengatakan semua itu, hingga beliau akhirnya wafat pada tahun keempat setelah insiden itu, pada tahun 2012 lalu. Pernah pada suatu hari aku membicarakan hal ini kepada beliau, itu pun kulakukan karena sangat terpaksa, tetapi ending-nya sangat menyedihkan dan malah membuatku menyesal sedalam-dalamnya karena telah membahasnya (ini sudah kuceritakan, ya, di catatan-catatan sebelumnya). 

Pada suatu pagi, Papah memergoki aku menangis tanpa suara. Tanpa sungai air mata yang berlinang di kedua pipiku. Hanya bulu mata yang mengkilap karena terbasahi oleh air mata. Wajar saja jika beliau penasaran dengan sebab di balik basahnya kedua mataku, kujawab saja apa yang membuatku menangis karena kesedihanku akan insiden itu tidak kunjung hilang meski sudah lama.

Biasanya, kesedihan akibat dimarahi oleh Papa dapat terobati dengan cepat hanya dengan membaca buku, menonton televisi, atau bepergian. Apapun caranya, semua penghiburan selalu berhasil. Namun, kasus ini sangatlah berbeda. Kesedihan, penyesalan, dan rasa malu untuk kasus insiden ini ternyata jauh lebih rumit untuk diobati daripada yang aku duga!  

Beliau tentu saja kaget, karena aku masih menyedihkan sebuah kejadian, yang saat itu sudah (atau "masih", jika dibandingkan dengan keadaan sekarang) dua bulan sejak waktu itu terjadi. Merasa sedih akibat dimarahi memang perasaan yang valid, tetapi bagaimana kalau kejadian dimarahinnya itu sudah lewat dua bulan yang lalu? Pada saat itu saja kesedihanku sudah dianggap terlalu lama, apalagi pada tahun ini yang sudah melebihi sepuluh tahun sejak peristiwa itu? Perasaanku yang bermuram durja ini bukanlah disebabkan oleh hatiku yang sakit kepada beliau, melainkan kaget yang sehebat-hebatnya karena dengan pemahamanku yang minim ini, aku sama sekali tidak menyangka bahwa pertanyaan seperti itu akan menjadi perkataan yang buruk bahkan menyinggung. 

Awalnya saja aku sedih akibat dimarahi Papah, tetapi seiring dengan bertambahnya usia dan ilmuku, penyebab rasa sedih itu berubah. Dengan semakin menyadari di mana letak kesalahanku pada insiden tersebut, rasa sedih itu menjadi lebih ke arah menyesali diri. Semakin aku memahami mengapa Papah marah dengan pertanyaan itu, semakin juga kusadari bahwa pertanyaanku waktu itu bukannya konyol saja, tetapi dapat melukai tanpa kusengaja. Ibarat kusentuh sebuah senjata yang tidak banyak diketahui umum dan akupun baru melihatnya pertama kali, lalu senjata tersebut malah kuarahkan kepada seseorang yang kusayangi tanpa mengetahui dampak dari benda yang kugunakan itu. 

Aku tenggelam dalam penyesalan diri yang semakin mendalam setiap tahunnya, karena pemahamanku yang semakin meningkat akan hal apa saja yang pantas ditanyakan dan yang tidak. Namun, masa lalu tidak dapat kita ubah dan hanya dapat kita ambil pelajaran darinya. Seperti isi buku yang tidak dapat diedit dan hanya dapat dibaca serta diambil pengetahuannya. Lalu, perasaan negatif akibat insiden itu yang berlangsung dalam waktu yang sangat-sangat tidak wajar, hingga tigabelas tahun lebih lamanya sampai tulisan ini diketik, membuatku tetap harus melakukan sesuatu untuk menghentikannya. 

Terasa sekali dampaknya bagiku setelah menulis surat imajiner untuk Papah untuk menyatakan segala hal yang berkaitan dengan insiden kelinci itu. Begitu selesai kutulis, surat itu wajib kusobek-sobek agar tidak terbaca terutama oleh orang lain lalu kepikiran lagi. Mungkin saja butuh lebih dari satu kali kutuliskan surat seperti itu kepada beliau, karena bisa saja belum seluruhnya kutuangkan di dalamnya. Alhamdulillah, usahaku untuk melenyapkan kesedihan itu sudah mulai membuahkan hasil. 

Thursday, February 17, 2022

Kekaguman yang Irasional

Wajar apabila seseorang kagum atas prestasi, kebaikan, atau skill keren yang dilakukan oleh seseorang. Lalu, bagaimana jika aku mengagumi perbuatan seseorang yang justru buruk dan aku sudah mengetahui hukumnya haram untuk dilakukan? Hal yang membuatnya semakin sulit untuk dimengerti, rasa itu hanya kagum saja tanpa rasa "kabita" ingin melakukannya juga, karena aku sudah tahu perbuatan itu tidak baik dan benar. Itulah yang kusebut "kekaguman yang Irasional"!

Orang yang menjadikan kekaguman itu timbul juga bukan orang nyata, melainkan hanya karakter fiksi sahaja. Entah mengapa, saat aku cek bagian "Parental Guidance" di IMDb tentang kartun kesukaanku Phineas and Ferb, perasaan yang sulit dijelaskan itu mulai timbul. Pada bagian "Alcohol, Drugs, & Smoking", memang tidak banyak yang timbul, hanya dua entri saja karena pasar kartun itu untuk anak-anak. Hal yang menjadikannya menarik bagiku adalah, kedua entri tersebut menyebutkan satu orang yang sama, yaitu tokoh kesukaanku Dr. Heinz Doofenshmirtz. 

Sebenarnya menampilkan tokoh yang mengonsumsi alkohol dalam acara kartun anak-anak itu kurang pantas, meski hanya sebanyak dua kali ditampilkan.


Eits, bukan karena hanya itu rasa kagum yang tidak masuk akal ini timbul! Dalam kedua entri tersebut, disebutkan bahwa dalam satu episode Dr. Doofenshmirtz terserang "hangover" karena pesta semalam dan pada episode lainnya, diceritakan orang yang sama mengonsumsi minuman bernama eggnog yang mengandung alkohol. Aneh sekali, sejak kecil sudah diperkenalkan kepadaku bahwa alkohol itu haram untuk dikonsumsi dalam agamaku, tetapi aku malah kagum dengan kedua cerita tersebut. 

Padahal apa kerennya dua hal itu? Mungkin karena jarangnya aku mendapati tokoh kartun yang kusukai menikmati hal seperti itu. Tidak ada seorangpun yang dapat menjelaskan mengapa perasaanku yang aneh itu dapat timbul. Setiap kali kubaca dua kalimat dalam bagian yang tadi kusebut dari IMDb itu, hatiku langsung berdesir tidak karuan dan segera menyetel lagu-lagu yang paling kusukai sambil membaca tulisan-tulisan itu!









Bagian yang paling aneh dari ketertarikan aku ini adalah aku seakan antusias setiap kali Mamah sakit kepala, karena gejalanya seperti yang Hangover (jelas beliau tidak pernah Hangover benaran, karena beliau sudah tentu tidak pernah mabuk) itu tadi! Ya, aku merasakan itu karena teringat adegan-adegan Dr. Doof yang sedang sakit kepala parah akibat pesta tadi malamnya. Semestinya seorang anak merasa kasihan kepada orangtuanya yang sedang sakit, ini malah kepikiran hal-hal remeh dan nyeleneh seperti tadi itu! Duh, ini sih sudah jelas bukan perasaan yang sehat dan jangan kubiarkan ada sampai menunggu karma yang menimpaku. 

Sunday, June 27, 2021

The Missing Note (Catatan yang Hilang)

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi/siang/sore/malam. Lama juga ya aku kena writer's block. Artinya, aku tetiba males or gada keinginan buat nulis/ngetik postingan baru di sini.

Ini masih bagian dari "Jurnal Ramadhan Sang Pengelana Naif". Di sini aku mau mengubah format diary aku selama bulan puasa yang tadinya tulisan tangan menjadi ketikan blog. Postingan terakhir itu catatan tanggal 28 April 2021 lalu. Begitu aku buka buku harianku, voila, tidak ada catatan tanggal 29!

Inilah yang bikin bingung buat melanjutkan, makanya kena writer's block. Untung aku segera balik lagi, karena aku ingat akan keinginanku jadiin catatan ini sebagai buku terbit. Kalau belum bisa punya buku solo berupa novel karya sendiri, pengennya bikin buku tentang kisah hidup sendiri yang "eksotis". Jarang dengar khan ada orang bersikap eksentrik yang membagikan pengalaman sikap anehnya sendiri?

Meskipun ketika tanggal 29 itu aku tidak menuliskan apa", setidaknya ada hal yang aku pikirkan saat itu. Sepertinya aku masih ingat apa saja yang waktu itu malang melintang di otak, karena aku punya kebiasaan mengingat terus hal yang sama dalam waktu yang lama. Makanya diduga punya OCD (Obsessive Compulsive Disorder). Jadi, mau nulis apa hari ini?

Oke, cekidot! 

Catatan 29 April 2021

Rasanya ketagihan deh bukber di masjid terdekat dari rumah! Bikin salat Magrib, Isya, dan Tarawih aman! Gambar "Dark Seymour" yang aku buat kemarin lusa itu masih saja aku nikmati. FYI, arti dari "kemarin lusa" adalah dua hari yang lalu, Sam seperti kata "lusa" yang artinya dua hari yang akan datang.

Sudah tiga hari nih umur gambar salah satu karakter kartun yang kubuat sendiri dalam wajah baru. Dasar perfeksionis, ada saja hal yang membuatku masih belum puas dengan penampilannya. Wajar sih, itu khan baru pertama kali banget gambar itu karakter. Kalau sedang berkunjung ke "Wiki" atau "Fandom", biasanya ada gambar desain awal dari suatu karakter kartun atau animasi yang bisa jadi malah beda bat dengan versi yang kita kenal! 

Poe De Spell, tokoh dari Duck Tales 2017 yang menjadi inspirasi untuk Dark Seymour itu saja sudah pernah beberapa kali mengalami revisi. Tokoh kartun yang kita kenal sekarang itu, misalnya Spongebob, adalah versi finalnya, versi yang sudah paling banyak diperbaiki. Bukan hanya Dark Seymour saja yang ingin kuperbaiki penampilannya, tapi juga Frank Wynn sang kakak. Begitulah perjuangan sang pencipta karakter novel atau komik, harus banyak meningkatkan kualitas karyanya, bukan hanya diri sendiri saja, agar menjadi karakter yang menarique bagi pembacanya.

Selain memikirkan tokoh fiksi, baik tokoh yang sudah mendunia maupun yang masih kukembangkan, aku juga sering terpikir soal rasa malu akan pikiran-pikiran yang lebih aneh. Ini sudah kesekian kalinya dikatakan, julukanku adalah "Pengelana Naif" yang disebabkan seringnya timbul pikiran tidak logis akibat acapkali berkelana tidak tentu arah. Paling seringnya sih pikiran aneh itu muncul dalam bentuk "membandingkan antara dua hal yang tidak ada hubungannya". Insiden kelinci itu adalah salah satu kasus akibat pikiranku yang biasa membandingkan seperti itu dan peristiwa itu adalah kasus yang paling parah dan kontroversial dari keseluruhan hidupku. 

Pikiran liarku itu sebenarnya sudah tumbuh bibitnya sejak aku masih TK, tetapi baru timbul keluar sejak "insiden kelinci" tersebut. Entah mengapa bisa kepikiran soal membandingkan seperti itu, bahkan pikiran seperti itu timbul secara refleks di kepala saja tanpa kuinginkan sama sekali. Kalau kuberitahu apa saja hal-hal yang aku perbandingkan, rasanya terlalu malu karena terlalu tidak masuk akal alias absurd. Terlalu banyak pula jika diperinci satu persatu, akan tetapi dalam catatan ini akan kuberikan satu contoh yang paling lite atau "ringan" di sini.

Pada saat aku masuk SD kelas 1B tahun 2004, umurku tujuh tahun kurang beberapa bulan lagi. Ketika aku sudah mulai mengenal seluruh teman sekelasku, sifat anehku ini mulai muncul. Aku membandingkan sifat teman cowokku Fad yang keras dan galak dengan teman cowok lainnya berinisial Haf yang lemah lembut dan sabar! Sampai di sini masih terasa normal-normal saja, hingga terjadilah plot twist yang entah mengejutkan atau malah konyol.

Fad, jika berbicara suaranya lantang dan tidak ada malu-malu menyuarakan isi pikirannya, termasuk ketertarikannya pada pocong pada saat kami kelas V. Sebaliknya, Haf ketika ngomong itu suaranya pelan sekali juga banyak diamnya ketimbang bersuaranya, sampai-sampai sulit diterka kesukaannya apa.

Padahal kedua teman sekelasku itu sangat kontras sifatnya, entah mengapa aku malah merasa mereka berdua seperti terdapat keterkaitan! Wajah mereka juga sangat berbeda, tidak ada miripnya samsek. Soal yang lain, seperti tinggi badan, postur, atau body type, mereka berdua hampir sama seperti mayoritas anak-anak cowok lainnya di angkatanku. Namun, mengapa dua ikhwan itu yang aku bandingkan, hingga kini belum juga kutemukan alasan yang masuk akal! 

Buat yang belum paham apa yang kumaksudkan dengan "menyamakan" Fad dan Haf, tahan ya jangan sampai jantungan! Aku pada saat baru mengenal mereka berdua, sempat tertukar tentang mereka! Sepertinya yang menyebabkanku mengasosiasikan dua teman dengan kepribadian bertolak belakang itu karena saat aku baru pertama mengenal mereka, keduanya duduk satu bangku. Itu sih dugaanku yang paling logis, ya, akan munculnya salah satu bentuk perbandingan yang aneh di kepalaku, meskipun bukan yang paling parah.

Siapa saja yang tahu akan hal ini? Hingga kutulis catatan ini, nyaris tidak ada yang mengetahuinya. Pernah aku menceritakan tentang asosiasi dua teman sekelas ini kepada Mama dan reaksi beliau oke-oke saja. Kusimpan sendiri pikiran aneh ini selama lebih dari sepuluh tahun lamanya, karena pastinya mereka berdua yang jelas-jelas hanya teman sekolah bukan saudara, tidak akan terima jika sampai tahu mereka dikait-kaitkan secara irasional, terutama Fad yang memang orangnya emosian! Penting untuk diingat, pikiranku yang biasa menyangkut-pautkan dua hal yang tidak beririsan sama sekali ini muncul sendiri, SAMA SEKALI TIDAK KUINGINKAN! 

Eits, meskipun aku penikmat manga dan anime juga kartun amrik, jangan suuzhann ya dengan kisahku ini! Umurku yang pada tahun itu masih di bawah sepuluh tahun mana tahu genre kisah begituan. Tidak, maksudku sama sekali bukan ke sana, apalagi itu jelas adalah sesuatu yang dilarang oleh agama dan tidak taat pada kodratnya. Ini lebih ke soal pernah dilanda kebingungan menganggap mereka adalah orang yang sama, padahal individu yang berbeda. 

Oke, singkat saja catatan hari ini. Makanya waktu itu tidak mencatat apa" juga karena hampir tidak ada pengalaman yang menarik. Wajar, masa pandemi membuat semua orang harus di rumah saja. Berjamaah di masjid sekalipun masih ada resiko ketularan. Semoga aku dan seluruh keluargaku masih dapat bertemu lagi dengan Ramadhan tahun depan, aamiin!

Bandung, 27 Juni 2021

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Friday, June 18, 2021

Pengalaman Terunik di Bulan Puasa Tahun 2007

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi/siang/sore/malam. Di sini aku mungkin akan flashback lagi, tetapi kucoba membahas momen-momen bulan puasa pada tahun yang lainnya. Tetapi aku tidak akan membahas bulan puasa pada tahun 2006 ke bawah, karena saat itu aku belum terlalu peka terhadap sekeliling, sehingga hampir tidak ada momen berkesan yang kuingat dari periode tersebut.

Catatan 28 April 2021

Mengapa, sih, yang dibahas terus saja mengenai bulan puasa tahun 2008? Bagaimana dengan tahun-tahun lainnya? Untuk catatan hari ini, aku akan mengambil tema bulan puasa tahun 2007. Itu adalah ketika aku duduk di kelas IV, satu tahun sebelum insiden kelinci itu terjadi.

Bulan puasa tahun tersebut usiaku hampir sepuluh tahun. Pada bulan ini, sebenarnya jauh lebih sedikit momen yang kuanggap memorable daripada tahun setelahnya. Namun, bukan berarti sama sekali tidak ada peristiwa yang kuanggap berkesan di tahun tersebut. Walaupun memang tidak ada yang impact-nya sama besarnya dengan insiden kelinci itu.

Sambil ngabuburit, pada suatu pagi aku dan adikku Irsyad menonton Doraemon The Movie episode "Kerajaan Awan". Tiba-tiba saja, layarnya berubah menampakkan adegan di mana Spongebob Squarepants sedang bersiap untuk loncat indah dari papan loncat!

"Lho, kok ada Spongebob? Kan tadi film Doraemon!" seruku heran.

Kutonton terus potongan adegan dari Spongebob episode "The Fry Cook Games" itu. Hal yang membuat keadaan semakin aneh, saluran yang menayangkan film yang kami tonton itu bukan saluran yang menayangkan kartun dengan tokoh utama spons laut kuning persegi itu! Setelah kucermati, tadi tokoh kartun yang paling populer itu juga berbicara dalam Bahasa Inggris, yang artinya potongan adegan tersebut juga belum di-dubbing! Pagi-pagi di bulan puasa tahun ini baru kulihat fenomena seaneh itu!

Irsyad cenderung terdiam. Dia mungkin lebih suka mengikuti terus apa yang terjadi tanpa ada pertanyaan. Aku pun begitu, setelah mencoba menerka-nerka jawabannya dari adegan Spongebob dadakan itu yang ternyata tidak segera kutemukan jawabannya. Setelah si pemakai celana kotak itu berhasil meloncat ke atas mangkuk besar berisi cokelat cair, mendadak cokelat cair tersebut digambarkan dalam bentuk animasi 3D, waduh jelas ini bukan tayangan episode biasa!

Oalah, ternyata cuma iklan es krim Spongebob. Iklan tersebut adalah iklan yang ditampilkan paling awal dari serentetan iklan yang tayang selama jeda iklan. Apakah iklan es krim tersebut adalah tayang perdana di televisi atau bukan, aku tidak tahu pasti. Yang jelas, itu adalah pertama kalinya aku melihat iklan tersebut dan juga pada tahun tersebut adalah pertama kalinya di Indonesia terdapat produk makanan yang konsepnya menggunakan tokoh kartun, setelah es krim Woody Woodpecker (bagi yang belum kenalan sama tokoh itu, dia bukan si koboi dari Toy Story, ya!) pada tahun 70an, jaman Papah dan Mamah kecil. 

Mengingat situasinya seperti itu, jelaslah awalnya aku kaget ketika melihat iklan produk makanan beku tersebut. Apalagi ditaruhnya di paling pertama jeda iklan setelah sebelumnya kami sedang menonton acara kartun lainnya. Jadinya tidak langsung aware bahwa itu adalah iklan saja, bukan kepindahan saluran tayang acara kartun yang kepopulerannya menyaingi Doraemon itu. Ditambah dengan ketiga anak yang membintangi iklan tersebut mengenakan pakaian renang untuk menyesuaikan dengan tema laut serial kartun Spongebob Squarepants, semakin lain daripada yang lain saja konsep iklan yang saat itu masih baru itu! 

Seumur hidupku, aku baru pertama kali itu melihat konsep iklan yang begitu out of the box. Itu karena konsep produknya juga unik, merupakan es krim pertama yang merupakan merchandise dari tokoh kartun setelah 30 tahun sejak es krim Woody Woodpecker itu tadi. Selama ini merchandise hanya seputar barang yang dipakai sehari-hari atau mainan saja. Ketika aku masih kelas I SD saja pada tahun 2004, bahkan Spongebob belum beken.

Kita kembali ke bulan puasa tahun ini, tahun 2021, 14 tahun kemudian! Alhamdulillah, aku berhasil mengikuti buka puasa di masjid lagi. Tarawih juga jalan terus. Dari dua anak perempuan dan satu anak lelakinya yang menjadi bintang iklan es krim Spongebob itu, aku terpikir untuk menjadikan mereka bertiga sebagai tokoh dari cerita yang kutulis, entah sebagai tokoh baru untuk cerita yang sudah ada atau judul cerita baru lagi. 

Iklan ini dapat ditonton di sini, hitung-hitung nostalgia : Iklan es krim Spongebob Squarepants yang paling pertama


Bandung, 18 Juni 2021

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 

Thursday, June 17, 2021

Penampilan Baru Untuk Karakterku yang Kurang Kuceritakan

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi/siang/sore/malam. Waktunya kembali mengerjakan satu hobiku selain menulis, yaitu menggambar! Kebetulan, aku juga ingin memberi penampilan baru untuk tokoh ciptaanku yang selama ini agak terbengkalai. 

Catatan 26 April 2021

Coba saja kalau Dr. Heinz Doofenshmirtz dari serial kartun Phineas and Ferb adalah manusia real, pasti dia akan cemburu karena aku mulai menaruh perhatian pada Poe De Spell kemarin. Tuh, kan, pikiranku mulai berkelana lagi. Sebenarnya, istilah populer untuk aktivitas ini adalah Halu. Halu ini tidak usah terlalu dicemaskan, asalkan menghasilkan output yang positif dan bermanfaat.

Rasanya satisfying membayangkan Heinz Doofenshmirtz yang kesal. Lalu Frank Wynn tokoh ciptaanku yang agak terabaikan ketika aku mulai menyukai Heinz berkata, "Bagaimana rasanya sekarang?" Eh, itu dialognya Poe De Spell dalam satu episode Duck Tales serial versi classic ketika kakaknya, Mimi Hitam ikut berubah menjadi seekor gagak seperti dia. Seri animasi ini dan juga Poe, tokoh kesukaanku yang baru ini ada unsur nostalgianya, lho!

Sekitar tahun 2003-2004, aku dan adikku Irsyad biasa menonton VCD Duck Tales, tentu saja serial yang belum di-reboot (ingat, ini VCD, bukan DVD). Rasanya rindu di saat belum mengenal smartphone. Itu adalah tahun peralihan aku dari bangku TK sampai masuk kelas 1 SD. Aku juga rindu dengan banyaknya acara kartun di televisi nasional, sehingga asupan ide untuk menggambar rasanya tiada habisnya saat itu.

Tetapi hampir 20 (duapuluh) tahun setelahnya, sebenarnya masih bisa mendapatkan ide dari acara kartun di usiaku yang sudah tentunya bukan anak-anak lagi. Malahan dengan adanya smartphone, alias ponsel pintar, akses acara baik yang jadoel maupun yang kekinian semuanya bisa dijabanin! Ide untuk menggambar dan juga menulis seharusnya semakin lancar. Terbukti dengan mencari tentang "Dr. Doofenshmirtz versi bebek" kemarin, datanglah ide baru di kepalaku untuk memperbarui kisah tentang Seymour, adiknya Frank Wynn tokoh ciptaanku.

Di sini aku menggambar Seymour Wynn dalam penampilan jahatnya yang diinspirasi Poe De Spell, lengkap dengan kulit kehijauannya. Kalau penampilan normalnya, warna kulitnya sedang, tidak terlalu gelap dan tidak terlalu putih. Selama ini aku hanya menggambar Seymour dalam penampilan yang umum-umum saja. Waktunya keluar dari comfort zone, artinya "zona nyaman" atau PW!

Mulai hari ini, aku berbuka di masjid terdekat dari rumah. Seumur hidup baru kali ini aku merasakan makan takjil gratis di masjid. Rupanya anak-anak tetangga yang tinggal di sekitar rumahku juga hadir dalam acara ini! Mereka selalu senang jika aku baru saja launching karya gambar baru, gambar tersebut kubuat sehabis salat Ashar tadi di lantai kedua masjid yang memang nyaris tidak ada orang.

Kutanya mereka sambil menunjukkan gambar Seymour dalam versi jahat yang kuberi nama "Dark Seymour". 

"Ada yang aneh tidak dengan gambar ini?" tanyaku menguji seberapa peka mereka dengan keanehannya pakaian Seymour.

"Tidak ada yang aneh, ah," jawab mereka.

"Yakin?" Aku mulai tersenyum penuh arti.

"Oh, itu kulitnya hijau." Tunjuk salah satu dari mereka.

"Yaaa, itu bisa menjadi jawaban yang benar," kataku sambil memutar kedua bola mataku dan tersenyum kepada mereka. Ini bukan untuk bersikap sarkasme, ya! Karena memang benar tokoh yang kugambar itu tidak berpenampilan layaknya manusia yang normal. Mereka tidak salah menjawab juga.

Hingga salat tarawih, aku standby di masjid. Tidak lupa memakai masker dan menjaga jarak. Untuk besok, aku berencana akan berbuka lagi di masjid tersebut agar tidak perlu repot-repot bersiap ke masjid malam-malam untuk tarawihan. Mama juga tidak khawatir karena aku tidak mungkin pergi jauh-jauh karena memang tidak ada kepentingannya.

Bandung, 18 Juni 2021

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Mengenang Kembali Karakter Anime Berambut Hijau Mint: Martina Zoana Mel Navratilova

Catatan Rabu, 20 November 2024 Ada kalanya, sebuah kenangan masa kecil kembali muncul begitu saja, membawa kita ke waktu yang lebih sederhan...