Sunday, June 13, 2021

Bukan Komedi Situasi

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi/siang/sore/malam. Jangan khawatir, aku masih ingat kok dengan janjiku menulis sulap sederhana yang kusaksikan di Bogor waktu aku beserta rombongan keluarga sedang berkunjung ke rumah saudara kami. Namun, saat ini belum menjadi kesempatanku untuk bercerita pengalamanku yang mantap jiwa itu.

Ngomong-ngomong soal jiwa, perasaan aku masih galau soal kesalahanku pada insiden kelinci tersebut. Di sini aku akan menuliskan kembali catatanku ketika bulan puasa tahun ini. Saat berpuasa rasanya malas mengisi blog. Sekarang waktunya untuk aktif kembali!

Ini adalah salinan dari diary alias "buku harian" yang tidak pernah dan memang tidak bisa juga untuk protes karena aku sering sekali mengisinya dengan kegilaanku. Sama seperti blog ini yang fungsinya juga untuk menampung pikiranku yang nyeleneh. Catatan dari diary yang akan kusalin adalah catatan pada tanggal 19 April 2021 lalu :

Magrib ini ketika aku sedang berbuka puasa bersama dua adikku, televisi kami menanyakan acara sitcom atau komedi situasi jadul berjudul "Friends". Komedi situasi tersebut tentu tidak ketinggalan menjadi hiburannya satu orang kerabatku dan Mama semasa muda mereka. Acara tersebut memang acara yang bertujuan untuk mengundang tawa penonton—namanya juga komedi situasi—sayangnya aku tidak dapat tertawa karenanya dan episode Magrib ini malah membuatku tertegun. Episode in question adalah episode dari season 9, tapi lupa episode berapanya. 

Penggalan dialog dari episode tersebut yang menyebabkan aku terdiam memikirkan hal lain di luar adegan yang kutonton bersama dua adikku, Irsyad dan Fariz itu. Dialog tersebut sebenarnya masih merupakan hal yang lucu, tetapi rasa sesal di hati mencegah tawaku keluar. Dialog yang kumaksud adalah percakapan antara dua tokoh perempuan dari sitcom yang kami tonton itu, Rachel dan Phoebe.

Rachel tidak sengaja menjatuhkan sekotak anak tikus milik Phoebe yang tersimpan di atas meja. 

Aku lupa kata-kata persis dari Phoebe yang meminta temannya itu untuk lebih berhati-hati seperti memperlakukan "para bayi" tersebut sama dengan kehati-hatian Rachel terhadap anaknya sendiri. Anak-anak tikus tersebut memang baru lahir. Jika tidak salah, induk mereka yang merupakan tikus yang menghuni apartemen dibunuh oleh Phoebe dan suaminya, ternyata tikus yang baru mati tersebut baru saja melahirkan, jadi anak-anaknya terpaksa mereka urus! Namanya juga adegan dari acara komedi, kejadian ini tentunya hanya untuk membuat penontonnya minimal menyunggingkan senyum, kalau tidak bisa membuat mereka tertawa terbahak-bahak. 

Percakapan antara dua tokoh tersebut bukannya terasa lucu bagiku, justru malah membuatku berpikir cukup dalam. Kalau sudah begini, tidak akan bisa untuk sekadar tersenyum karena mendengar mereka sekalipun. Lho, kok, bisa gitu? Selain karena aku sulit tertawa jika menonton acara komedi atau humor, khusus percakapan ini malah menyeretku akan sebuah ingatan akan kesalahanku yang sudah lama sekali berlalu.

"Kau membandingkan anakku dengan seekor tikus?" protes Rachel.

"Tujuh ekor tikus," Phoebe mengoreksi, padahal dia sendiri yang gagal paham inti dari perkataan Rachel, temannya, barusan.

Seharusnya sih ya tidak usah dipikirin ya, itu kan cuma lucu-lucuan saja. Kalau orang biasa yang menyimak dialog barusan pastinya akan tergelitik. Namun, aku malah menghela napas dalam, merasa tertohok untuk yang kesekian kalinya karena mengingatkanku dengan kesalahanku yang serupa dengan ucapan Phoebe tadi. Kesalahanku yaitu membandingkan anak manusia dengan hewan, masih "insiden yang itu".

Jika ada yang membaca jurnal Ramadhan karyaku ini mungkin si pembaca akan bosan karena aku terus mengulas insiden yang terjadi pada hari pertama puasa di tahun 2008 itu. Wajar jika mereka bosan, tapinya aku juga tidak bisa memungkiri bahwa pengaruh besar dari insiden yang super nyeleneh dan penuh kontroversi itu. Selama bertahun-tahun dari insiden kelinci itu, aku belajar banyaaaak hal darinya. Dari banyak tontonan (dan selalu tontonan yang berasal dari Negeri Paman Sam atau anime/manga), aku semakin menyadari di mana letak kesalahanku pada insiden kelinci itu. Soal anak adalah hal yang begitu sensitif bagi orangtuanya, apalagi jika disangkutpautkan dengan binatang, itu baru kusadari di umurku ketika menginjak remaja!

Pertanyaan Rachel tadi itu hampir sama dengan tanggapan Papa begitu aku membandingkan kesedihan orang antara adikku yang meninggal dengan ketika kelinciku mati. Karenanya, aku tidak bisa ikut tertawa dengan percakapan pada serial komedi situasi tadi. Jelas, hanya feel-nya yang berbeda. Tidak perlu kujelaskan lagi bahwa Papa juga tidak mungkin sedang berusaha mengundang tawa untuk yang mendengarnya. 

"Jadi, Teteh menganggap bahwa meninggalnya Dik Hanif dengan matinya kelinci itu sama, begitu?" tanya Papa marah.

Jika kuingat perkataan almarhum ayahku ini, rasanya masih saja kaget hingga kini. Sama sekali tidak menyangka pertanyaan konyol (bagi sebagian orang) yang kulontarkan itu akan membuat beliau berpikir seperti itu. Saat itu rasanya mulutku terkunci, tenggorokanku tercekat, sulit sekali untuk berbicara. Aku waktu itu hanya ingin satu jawaban dari beliau atas pertanyaanku, bukannya menyamakan.

Siangnya setelah insiden tersebut, akhirnya aku berterus-terang bahwa saat sahur waktu terjadinya insiden itu adalah karena "keceplosan" saja. Spontan saja pertanyaan itu terucap tanpa berpikir terlalu dalam lagi. Untuk menanyakan sebab meninggalnya manusia dan matinya hewan disikapi secara berbeda, seharusnya kusebutkan saja secara umum, jangan mengaitkannya dengan soal almarhum adikku. Akan tetapi, ingatanku yang me-replay peristiwa tragis yang menimpa adikku juga sama spontannya, tidak ada maksud dan tujuan apapun.

Di antara keluarga dan teman, aku memang dikenal sulit tertawa jika mendengar lelucon, lawakan, atau acara komedi. Bagiku kadang perkataan yang dimaksudkan untuk meledakkan tawa penonton, bisa jadi malah mengingatkanku akan suatu masa lalu yang cukup suram. Pengalamanku yang penuh dengan penyesalan mendalam.

"Ditinggal anak memang merupakan soft spot bagi Papamu, tetapi juga seharusnya blio jangan semarah itu. Kamu juga seharusnya bertanya hal seperti itu kepada Eyang Kakung saja," jelas seorang kerabat yang tadi kusebutkan sebagai sesama penggemar F. R. I. E. N. D. S . 

Kusesali dahulu hubunganku dengan kakekku kurang dekat. Padahal ayahnya Mama itu justru merupakan orang yang paling enak ditanya dan diajak bertukar pikiran. Akan tetapi, 
Allah SWT telah memanggil beliau pada Januari 2010 lalu, bahkan sebelum kepulangannya Papa pada 2012. Bulan Ramadhan tahun 2021 ini sayangnya keluargaku tidak sempat nyekar ke makam Papa, Dik Hanif, dan Eyang Kakung.

Sampai jumpa di Jurnal Ramadhan selanjutnya! Dadah, cacaw!

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Saturday, June 12, 2021

Apa Itu Eksistensial?

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi/siang/sore/malam. Ya, di postingan kemarin aku janji ya mau cerita tentang pertunjukan sulap sederhana yang ditampilkan oleh anak cowok saat rombongan keluarga aku ke Kota Hujan yakni Kota Bogor. Akan tetapi, bukan di postingan yang sekarang ini ya, karena di sini aku mau numpang nulis tugas.

Memang bukan tugas kuliah sih, tapi tetap saja ini tugasku. Tepatnya, ini tugas kepenulisan. Boleh gak sih kalau nyalin yang udah ada di blog? Itu sih ntar dulu saja dipikirkannya, yang terpenting TULIS!

Belum bisa kulupakan rasa bersalahku akan insiden pertanyaanku yang berkenaan dengan matinya kelinci peliharaanku itu. Ada satu kerabat yang menjadi satu-satunya yang bilang, pertanyaanku dalam insiden tersebut adalah "pertanyaan eksistensial". Pada saat aku baru saja resmi menjadi siswi kelas V pada tahun 2008 lalu, pernah nannyeak, bertanya-tanya tentang reaksi orang sekitarku yang beda akan meninggalnya adik kandungku yang kedua dengan matinya kelinciku, yang masih kaget sama kabar kematiannya itu kelinci. Bagi kebanyakan orang, pertanyaan seperti itu pastilah dianggap konyol, karena jelas beda antara kehilangan anggota keluarga dengan kematian hewan peliharaan, nah jadi penasaran "apanya sih yang bikin kedua makhluk itu beda".

Tak disangka-sangka kerabatku itu bukannya terkejut, kalem banget malah, dan bilang pertanyaanku itu untuk orang ber-IQ ketinggian. Katanya, pertanyaan itu termasuk pertanyaan filosofis. Aku jadi penasaran, apa yang dimaksud dengan kata "eksistensial" tadi? Coba Googling, ternyata istilah itu adalah salah satu cabang aliran filsafat.

Hasilnya, eksistensial adalah "pencarian tujuan hidup dalam keadaan absurd". Jika tidak salah, dalam aliran ini suatu keadaan dapat menjadi absurd jika hal-hal yang tadinya tidak berhubungan lalu disandingkan atau dibandingkan, seperti pertanyaanku itu. Meninggalnya Hanif, adikku yang tengah di antara Irsyad, adikku yang besar dan Fariz yang bungsu, adalah kejadian normal meskipun itu menyedihkan. Kelinci peliharaan yang mati juga sangat lumrah terjadi. 

Pertanyaan itu dirasa tidak wajar, konyol, aneh, tidak dapat diterima umum, bahkan dapat menyinggung dan tidak etis karena aku membandingkan kedua kejadian tersebut, yang seharusnya memang terpisah. Dari pengertian mengenai filsafat eksistensialisme tadi, keadaan yang absurd digunakan untuk mencari hakikat hidup. Perbandingan kematian dua makhluk hidup yang berbeda di sini mendorongku untuk mencari hakikat hidup dari manusia dan hewan. Dari sini aku mencari apa saja yang membuat hidup manusia itu berbeda dengan hewan, kupikir hanya dengan "manusia punya akal" doang gak cukup.

Pasti ada alasan lainnya yang bikin kenapa orang cuma sedih untuk sesama manusia! Itulah yang sebenarnya aku pikir sebelum akhirnya nanyain itu ke Papah.

Asli, dah, lewat insiden yang terjadi hampir 13 tahun yang lalu itu aku menjadi lebih mengenali diri sendiri dan ketertarikan untuk membaca juga jauh meningkat. Selama ini, zona nyamanku ketika membaca hanya seputar buku komik, novel, buku agama, dan kumpulan cerpen saja. Jika ada rezekinya, ingin deh kapan-kapan beli satu set ensiklopedia filsafat, karena semakin mengenal diri, semakin mudah untuk percaya diri. Dengan bertanya kepada orang yang tepat, kita akan dibantu untuk melihat potensi diri kita lebih jelas, bukannya dihujat. 

Apabila aku menceritakan kisah insiden pertanyaan kelinci ini, aku cenderung pilih-pilih orang. Saking takutnya orang menertawaiku, bahkan untuk bercerita kepada sahabat tentang ini pun dulu tidak berani. Memang tidak semua orang berakhir dengan menganggapku aneh, tetapi memang jarang orang bisa relate dengan insiden absurd ini. Wajar saja sebagian besar orang tidak mendapatkan feel dari cerita pengalamanku ini, karena perkataanku itu kelewat tidak umum.

"Maaf ya, aku tidak menganggap kamu harus sesedih itu," kata sang kerabat saat aku baru menceritakan insiden tersebut lewat chat WA pada tahun 2020 lalu. 

"Tapi, aku seperti yang menghina adikku yang meninggal di saat bayi bukan karena sakit biasa," kataku masih menyesal.

"Kamu ingin menganggap nyawa semua makhluk hidup adalah egaliter, semua nyawa berharga. Kamu membandingkan dua peristiwa kematian itu karena kamu saat itu ingin tahu alasan orang menyikapi berbeda antara manusia dan hewan. Meninggalnya De Hanif tidak menjadi less worthy di matamu," tutur beliau.

"Harusnya pertanyaan seperti itu dilontarkan oleh anak balita umur lima tahun. Bukan aku yang saat itu sebentar lagi akan berusia sebelas tahun di kelas lima," ketikku masih menyesali.

"Jika dilontarkan oleh orang berusia kurang dari 15 tahun itu tidak mengapa," hiburnya.

Aku bersyukur memiliki kerabat yang berwawasan luas. Perkataan beliau hampir sama dengan tanggapan teman-temanku ketika mengikuti pelatihan crafting pada akhir tahun 2020 lalu.

"Bagimu, semua nyawa itu berharga," jelas mereka saat aku curhat sebelum pelatihan itu dimulai.

Kalau saja kerabatku itu tak hobi baca dan mengakses ilmu pengetahuan, bisa-bisa beliau malah menertawaiku. Apalagi beliau terkenal akan brutal honesty-nya, yakni "kejujuran yang menohok". Meskipun beliau orangnya mudah marah, tetapi beliau lebih terganggu dengan pemikiran mayoritas masyarakat negara kita yang masih kurang cerdas. Maklum, negara kita masih third world country. 

Lalu, jika aku menjadikan segala makhluk hidup adalah sesuatu hal yang penting, mengapa aku malah membandingkan kelinciku yang mati dengan kehilangan satu adikku? 

Anehnya, kesedihanku akibat matinya kelinci ini malah menimbulkan flashback rentetan peristiwa sekitar wafatnya adik lelakiku yang lahir setelah Irsyad dan sebelum Fariz (aku memang tidak pernah punya adik cewek). Sungguh aneh tapi nyata, isi kepalaku seperti mengeluarkan suara "Tuziiiiing" ... dan seketika ingatanku menampilkan ulang kesedihan orang-orang pada peristiwa menyedihkan itu! De Hanif meninggal pada Desember 2006, dua tahun kurang dari pertanyaan itu dilontarkan, kayaknya aku lagi ada guncangan batin.

Rasa kehilanganku yang terkubur selama hampir dua tahun lamanya, terpanggil kembali dengan cara yang sungguh tidak wajar yaitu dengan mendengar matinya hewan yang dibelikan oleh abangnya Papah kami. Mamah menganggapku belum terasah empatinya akan berpulangnya adikku karena aku bertanya seperti itu. Justru rasa kehilanganku akan ditinggal adik itu saking besarnya, sampai terpicu lagi memorinya di saat kematian yang makhluk hidup yang kusayangi, meski itu hewan. Mulailah aku menyadari bahwa reaksi orang terhadap hilangnya nyawa dari manusia dan hewan itu berbeda dan saat itu aku hanya ingin tahu mengapa, itu saja, tanpa niatan buruk. 

Sori kalau gaje dan ambyar kisahku ini. Memang bagi kebanyakan orang rasanya sulit untuk pahami pemikiranku itu. Itulah sebabnya kujuluki diriku "Sang Pengelana Naif". Benakku sering berkelana ke mana-mana, tetapi masih juga pikiranku naif, seperti yang kurang pengalaman. Ya, aku ingat janjiku untuk menceritakan sulapnya cowok Bogor itu, suatu saat nanti pasti kuceritakan di blog ini.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.




Rani, Saudara yang "Kocak Markocak"

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi/siang/sore/malam. Udah berdebu mungkin ya blog ini, lama juga sih aku mentok ide. Lama-lama kangen juga nulis di sini.

Kisah ini sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu, tapi rasanya masih mengocok perut jika kuingat. YBS apakah masih ingat atau tidak, aku tidak tahu pasti ya. Soalnya sudah lama sekali aku tidak bertemu lagi dengan saudaraku yang ekspresif ini, bahkan sejak kisah ini terjadi. Kapan terjadinya kisah ini?

Kalau tidak salah sekitaran April 2010, menjelang UN SD aku. Kisah yang akan kubawakan ini adalah "Saudara yang Sangat Ekspresif", kalau nggak mau disebut "alay" or "lebay"! Saat itu adalah family gathering dari keluarganya Eyang Kakung alias kakekku dari pihak Mama. Namanya juga family gathering, sudah tidak membuat terkedjoet lagi jika ada banyak sekali orang datang dan saudara jauh ikut berkumpul!

Namanya Rani, aku kurang tahu nama panjangnya. Namun, cerita tentangnya malah begitu panjang! Padahal waktu ketemuan sama dia itu lumayan pendek lho, hanya satu hari selama acara tersebut dan setelah itu kami belum pernah jumpa lagi, hingga posting ini ditulis. Hubungan kekeluargaan aku dengannya juga tidak kuketahui dengan pasti, selain dia adalah bagian dari keluarga Eyang Kakung tadi.

Acara kami bukan berkunjung ke tempat wisata mewah, melainkan menyambangi rumah salah satu kerabat kami yang bertempat di Bekasi. Rombonganku datang dari Bandung. Di rumah Bekasi inilah aku mulai berkenalan dengan Rani. Tepatnya, saat kami makan siang di rumah itu.

"Aini, kamu ambil nasi sedikit amat! Segitu sih kayak buat kucing!" seru Rani kepada saudara kami yang berusia beberapa tahun di bawah kami berdua. Yang ditegur malah cool saja melanjutkan makannya.

Mendengar kalimat tersebut, sontak aku paham mengapa ada istilah makanan "nasi kucing". Benar saja, nasi di piringnya Aini tidak sampai setengahnya dari ukuran piring tersebut. Jangan-jangan dia tidak sampai satu centong ketika tadi ambil nasi buat makan. Hihihi, pantas saja badannya kurus! 😁😂

Selepas acara makan tersebut, kami bertemu seorang gadis yang seumur dengan aku dan Rani. Kalau dibandingkan dengan Aini, masih gedean doi. Tadinya mau kutulis "gadis kecil" atau "gadis cilik", tetapi saat itu aku juga bahkan belum masuk ABG. Oh ya, aku kan kelas VI dan Rani satu angkatan di bawahku, serta kalau tidak salah saat itu Aini masih kelas 2 SD. 

Sepertinya sang gadis adalah anaknya yang punya rumah. Bukannya berkenalan dengannya, aku dan Rani malah menjulukinya "Siput Margiput". Julukan tersebut adalah idenya the latter. Entah darimana ide untuk memanggil anak berkuncir satu itu dengan sebutan hewan paling lelet itu, padahal si anak itu nggak lemot juga gerakannya.

Rasanya menyesal deh kami malah bersikap aneh dan menyebalkan kepadanya. Doi sih emang diam saja, entah karena kesal atau karena saking anehnya panggilan untuknya. Normalnya sih kita saling bertukar nomor hape, eh nama dulu dong biar tahu mau manggil apa dan tidak nyebut julukan konyol begitu. 😜ðŸĪŠ Aini ikutan apa tidak, lupa lagi ya. 

Tujuan selanjutnya dari Kota Bekasi yaitu Kota Bogor. Dalam bus yang membawa rombongan kami dari Bandung, udaranya lumayan panas. Mungkin saat itu bus belum berjalan jadi masih parkir di depan rumahnya Siput Margiput, eh, rumah yang di Bekasi. Karena belum jalan ya belum nyala AC-nya.

"Hareudang Marhareudang!" ujar Rani sambil mengipasi dirinya dan duduk di seat - nya.

Buat yang belum mengerti artinya, hareudang artinya "gerah". Jadi kalau perkataan Rani tadi diartikan, jadinya "Gerah Margerah"! Hihihi, ada-ada saja, ya?

Ternyata bukan berhenti sampai situ saja dialognya yang kocak! Aku pada saat itu masih menjadi fan Danny Phantom. Saat Rani melihat gambarnya, dia berkomentar, "Jelek Marjelek". Kalau seperti itu caranya mengucapkan sih, aku tidak sakit hati tokoh kartun idolaku diejek.

Sampailah kami di Kota Hujan yang dipenuhi ornamen kijang di seluruh sudut kotanya. Bahkan kijang yang hidup alias real juga tersebar di banyak tempat. Eits, rombongan kami ke Bogor bukan untuk mengunjungi Kebun Raya atau melihat hewan-hewan lucu bertanduk itu lho! Tujuan kami adalah untuk mengunjungi rumahnya adik perempuannya nenek buyutku, yang merupakan ibunya Eyang Kakung. 

Rumah tersebut ternyata sangat bersebelahan dengan rumah sakit bersalin. Ternyata blankar-blankar di dalamnya mengundang reaksi kocak dari Rani!

"Ru ... rumah sakit! Rumah sakit!" pekiknya seperti yang ketakutan. Memang karena sepi tempat itu jadi agak terasa keueung, tapi jelas bukan rumah sakit berhantu! 

Lalu di depan rumah tersebut ada seekor anjing putih besar yang dirantai! Aku memang takut dengan hewan peliharaan buas tetapi dikenal setia itu, tapi bagaimana dengan Rani ketika berjumpa dengan hewan tersebut?

"Ampun, Mr. Doggy! Ampun!" pekiknya dengan ekspresi yang sama seperti ketika melewati rumah sakit bersalin tadi. Padahal hewan itu kelihatannya tidak galak, malahan dia berbaring santai saja di tanah seperti yang "bodo amat" ketika orang lalu-lalang di sekitarnya. 

Malam tiba, kami kembali ke Kota Kembang, kota tempat tinggalnya kami semua.

Walaupun Rani ketagihan pakai slogan "sesuatu (Mar) sesuatu", untuk judulnya itu aku ngarang sendiri ya. Bukan mengambil dari omongan kocaknya.

Oh, ya, di rumah tempat tinggalnya pemilik Mr. Doggy tadi, aku, Rani, Aini, dua adikku serta teman kami Andika menonton pertunjukan sulap kecil-kecilan dari seorang cowok seumuranku. Nah, kalau yang ini tidak memancing ekspresi Rani yang gokil. Apa saja sulap yang dipertontonkan cowok itu? Nantikan di postingan selanjutnya!

Dadah, cacaw!

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.




Tuesday, March 30, 2021

Satu Hari Untuk Dua Orang yang Kontras

Assalamualaikum, selamat pagi/siang/sore/malam. Pada satu hari sebelum hari terakhir di bulan Maret ini, terdapat dua orang yang bertambah usianya. Satu adalah adik bungsuku, Muhammad Fariz Taufik Hidayat dan teman seangkatanku waktu SMA, Suryadi Muzahidi Aziz alias "Behonk". 

Monday, March 29, 2021

Bagaimana Caranya Menghasilkan Karya Seperti Seulgi Red Velvet

Assalamualaikum, selamat pagi/siang/sore/malam. Diva, sahabatku sejak SD, sekarang mulai mengidolakan girlband asal Korea Selatan yang namanya seperti nama kue, sekaligus juga nama kain. Namanya adalah ... Red Velvet! Selama ini, aku memang tidak pernah mengidolakan artis² yang sedang umum menjadi pujaan banyak orang. Mulai dari dekade 2010-an sampai kini awal dekade 2020-an, seleb yang sedang banyak digandrungi adalah yang berasal dari negeri ginseng tersebut.

Kalau pun aku ada ketertarikan dengan negara yang biasa disingkat "Korsel" itu, biasanya aku hanya tertarik dengan komik-komik manhwa saja. Bahkan Aku lebih suka mendengarkan lagu-lagunya grup vokal Pochonbo Electronic Ensemble dari negara seterunya, yakni Korea Utara! Meski negara tersebut dikenal sangat tertutup dari dunia luar, ternyata grup vokal tersebut pernah menyanyikan lagu kesukaanku yang berasal dari Brazil dengan Bahasa Portugis yang berjudul "Dancando Lambada".

Oke, kita langsung ke pokok bahasan, yaitu "bagaimana caranya agar dapat berkarya seperti Seulgi Red Velvet". Setelah aku waktu itu kepoin tentang apa itu artbook di Mbah Google, aku menemukan satu berita tentang Seulgi, salah satu member Red Velvet! Aku tahu berita ini sudah basi dan aku juga memang kudet orangnya, tapi kalau diulas di sini tidak masalah, kan? Member Red Velvet tersebut menurutku sungguh gaya karena punya hobi menggambar atau melukis, akhirnya seluruh karyanya dikumpulkan menjadi artbook. 

Kalau sudah begini, sih, aku jadi ketularan minat dengan idolanya sohibku. Karena melihat contoh-contoh gambarannya Seulgi (bahkan Joker dari DC comics juga dia gambar fan art -nya!), aku semakin ingin untuk membuat artbook sendiri. Ternyata buku yang berisi kumpulan gambar karya Seulgi itu dijual juga di toko online! Namun sayang sungguh disayang, di sana tidak dijual perserinya, tetapi tiga seri disatukan sekaligus dalam satu set, harganya jadi setengahnya dari biaya semesteran kuliah Aku, huhu!

Oh, ya, aku lupa menyebutkan bahwa artbook karya Seulgi ini terdiri dari tiga seri yaitu : Love, Happiness, dan Sleep. Semoga saja jika aku sudah berhasil mendapatkan ketiganya nanti, aku juga akan memiliki tiga hal yang dijadikan tema seri tersebut! Aku juga ingin membeli Buku biografi para member girlband "kain beludru Merah" tersebut, tidak hanya tentang "Sang Seniman" saja. Jadi penasaran dengan hobi menggambarnya sang member yang telah mengeluarkan Buku karyanya sendiri.

Sambil menabung untuk membeli artbook dan buku bio Red Velvet, aku sendiri juga harus membuat gambar yang banyak agar bisa dibukukan. Bukan hanya untuk komik Skullcapocalypse saja, aku juga ingin membuat artbook yang berupa kumpulan gambar lepas, bukan untuk dijadikan cerita komik. Wah, berkat sohibku sejak SD ini aku semakin semangat untuk berkarya! Ketertarikanku akan Seulgi bertambah karena dia adalah salah satu idolanya sahabatku.


Wassalam.

Sunday, March 28, 2021

Ingin Membangun "Dunia Es" Sendiri

Assalamualaikum, selamat pagi/siang/sore/ malam. Salah satu novel yang sedang aku tulis yaitu "Davina dan Bumi Kedua" akan sedikit melibatkan dunia es. Sejak tahun 2013 lalu, tepatnya saaangat akhir aku duduk di kelas IX, aku mulai menyukai es dan salju. Walaupun bertepatan dengan tahun dirilisnya film Frozen, bukan itu yang membuatku jatuh cinta dengan "dunia kebekuan". 

Aku sudah menyukai segala hal yang melibatkan "air yang membeku" itu sebelum film Frozen muncul ke masyarakat, meski tahunnya sama. Film yang berkisah tentang Elsa sebagai ratu baru di Kerajaan Arendelle yang berkekuatan es rilis ketika aku masuk kelas X alias tahun pertama SMA. Alasanku untuk menyukai dunia es sebenarnya cukup cetek, yakni terilhami episode tentang penjelajahan planet-planet dari serial kartun "Magic School Bus". Pada saat episode tersebut dibuat, masih tahun 1994 (CMIIW) yang berarti Pluto masih dianggap sebagai planet (dia di-kick dari daftar planet di Tata Surya sejak tahun 2006, berarti 12 tahun sejak pembuatan episode tersebut).

Lalu, apa hubungannya Pluto dengan es atau salju? Karena benda langit (mantan planet) tersebut sangat jauh dari Matahari, suhunya tentu sangat dingin sehingga seluruh isinya beku dan tanahnya diselimuti salju bagaikan kutub di Bumi. Untuk membuktikan betapa dinginnya di sana, kepala salah satu karakternya sampai beku dan pulangnya dia pilek, hahaha! Makanya aku ingin menuliskan sebuah cerita tentang kekejaman musim dingin yang mendadak.

Jika film yang menceritakan Ratu Elsa itu mengisahkan tentang daerah yang diselimuti salju di musim panas, aku akan menceritakan tentang dibangunnya kekaisaran es di sebuah kota fiktif di California yang memang tidak pernah memiliki musim salju (seriusan, tidak semua wilayah di Amerika Serikat yang kebagian winter!). Karena ideku didapat dari kartun Magic School Bus yang bergenre cerita fiksi ilmiah, dunia es yang kubangun nanti harus melibatkan sains juga.

Tangan udah pegel dan mata udah mulai ngantuk (I guess?), jadi udahan dulu ya.

Wassalam.

Refleksi Sebelum Bulan Ramadhan 1442 H - 2021 M

Assalamualaikum, selamat pagi/siang/ sore/ malam. Bulan puasa atau bulan Ramadhan sebentar lagi, di sini Aku akan refleksi selama bulan Maret ini, yaitu bulan terakhir sebelum bulan Ramadhan tahun 2021 ini. Tentu Aku menyadari bahwa amal aku masih terlalu sedikit (bahkan pada awal bulan ini aku pernah menemukan fan art Heinz Doofenshmirtz yang tidak pantas, tanda Aku belum me-manage waktu secara bijak). Dengan refleksi ini, diharapkan juga Aku akan lebih bersyukur.

Ramadhan 2021 --> Rabu, 13 April 

* Pencapaian bulan ini :
- dua kali menerima piala juara dan buku antologi dari event CERPEN (biasanya hanya berupa piala kontributor saja, belum juara)
- mulai menulis rencana skripsi
- beli buku² u/ menunjang penulisan skripsi/tugas akhir
- aktif lagi di blog setelah kira² 5 bulan mandeg
- punya ide untuk membuat artbook untuk dilanjutkan menjadi komik tugas akhir
- laundry cempal (sarung tangan oven) yang belum pernah dicuci sejak baru dibeli (hiiiiy)
- mematangkan konsep cerita komik "Skullcapocalypse" dengan dikaitkan dengan kampamye prokes 5 M
- beli dan nge-print artbook untuk referensi

* Apa yang telah dipelajari seminggu yang lalu?
- menggali ide untuk blogging
- belajar menulis skripsi/tugas akhir sampai Bab III - Data dan Fakta
- mengulang materi SPSS statistika dari buku tutorial yang baru dibeli
- belajar lebih banyak tentang DKV dari banyak buku yang juga baru dibeli
- membuat sketsa untuk foto mozaik

* Apa pengalaman yang paling berkesan seminggu yang lalu?
- menulis tentang kesamaan pakaian Pinkie Pie dari "Equestria Girls" ketika menghadiri festival musik dengan pakaiannya Kerlin, karakter ciptaanku jaman jebot, saat aku kelas IV s/d V pada tahun 2008 awal sampai akhir.
- Menulis tentang Big Bob Pataki dan istrinya, Miriam Pataki dalam alternate universe ala Mayang, sepupuku.
- mendapat tawaran dari teman SMA yang pernah seasrama untuk menjadi ilustrator buku yang dia tulis.
- menemukan berita tentang Seulgi, member girlband Red Velvet yang sudah membuat artbook sendiri untuk mengumpulkan karya-karya lukisnya.

Wah, kalau diingat-ingat, mungkin daftar ini semua bisa lebih panjang lagi! Jadi cukup sekian saja dulu refleksi bulan ini sebelum waktunya puasa.

Wassalam.

Mengenang Kembali Karakter Anime Berambut Hijau Mint: Martina Zoana Mel Navratilova

Catatan Rabu, 20 November 2024 Ada kalanya, sebuah kenangan masa kecil kembali muncul begitu saja, membawa kita ke waktu yang lebih sederhan...