Banyak medsos dan buku psikologi yang bilang untuk mengatasi stres dan overthinking, sebaiknya curhat aja di buku kalo gak bisa cerita sama orang. 📒📓 Tugas surat imajiner dari psikolog aku waktu itu juga tujuannya hampir sama kayak curhat di buku. Psikolog itu nyuruh bikin surat imajiner untuk almarhum Papah dan juga untuk Heinz Doofenshmirtz karena aku bilang udah gak berhasil lagi untuk mengatasi problem emosionalnya aku kalo curhat di buku diary. Ditambah jaman SMP itu beberapa temen ngelarang terus aku buat nulis keluh kesah di buku atau kertas!
Sebenarnya nggak banyak sih temen jaman SMP itu yang ngelarang aku buat nulis kekesalan aku di buku atau kertas, tapi pelakunya tetep lebih dari satu orang! Paling sedikit itu dua orang pelakunya, dari dua itu ada satu yang paling sering cegah aku buat nulis perasaan sendiri.
"Mungkin karena isi tulisannya Teteh itu dianggap menyerang, kali," tanggap Mamah.
Kalo mereka merasa tersinggung atau tersindir oleh curhatanku, kenapa malah baca? Mereka yang pengen baca, mereka sendiri yang gak suka! Kecuali kalo tulisannya itu dipajang di mading sekolah, baru masuk akal mereka gak suka. Curhatan di buku ya biar hati ini setidaknya lebih plong dikit-dikit, bukan buat dibaca orang-orang dan maksain pemikiran aku buat mereka.
Terus, kenapa aku berani buat curhat di blog yang terkoneksi dengan internet? Curhat di blog itu gak segitunya bikin kepo kayak curhatan di buku! Anehnya, meskipun pemirsa blog itu adalah global, malah lebih kecil peluangnya buat dibaca sama mereka-mereka itu. Aku taroh link update blog di status WA, kayaknya hampir gak ada yang baca itu postingan.
Karena kelakuan mereka yang "kemal" alias "kepo maksimal" itu, aku jadi sempat ragu mau ikutin tugas dari psikolog itu. Padahal mereka yang salah sendiri sukanya baca-baca tulisan pribadi orang lain, mereka sendiri yang gak suka kontennya terus malah aku gak boleh curhat di buku lagi!
"Itu kan pengalaman kamu SMP! Mereka udah gak ada lagi di sekitar kamu. Supaya tulisannya kamu itu gak dibaca orang lain, surat imajiner itu harus kamu sobek-sobek sampai kecil banget gak kebaca lagi sama siapapun," papar psikolog aku.
Ketika lagi nulis, emang tulisannya harus dimusnahkan biar gak memicu orang-orang "kemal" itu. Tapi jika dari habis nulis surat imajiner itu dapet insight, kayaknya harus aku share di blog pribadi, bahkan mungkin diterbitkan jadi buku!
No comments:
Post a Comment