Monday, August 14, 2023

Kematian yang Menyembuhkan Trauma

Catatan 15 Agustus 2023

Kematiannya Lula yang sudah semingguan lebih, anehnya bikin aku mulai berhenti sedih dan bersalah akibat Insiden Kelinci. Menurut temanku jaman SMA, sebenarnya Insiden Kelinci itu dipicu oleh pertanyaan dalam diriku "Apakah orang lain ada yang sama sedihnya sepertiku untuk matinya hewan peliharaan?" Keluarga inti terutama Irsyad adikku yang besar ternyata sangat sedih ketika Lula si kucing mati, sama sepertiku. Aku memang sudah sering mendengar kisah orang-orang yang berduka ketika mereka kehilangan hewan peliharaan, baik itu cerita fiksi, biografi orang luar negeri, atau postingan pet owners di media sosial.

Namun, sangat jarang aku melihat kesedihan semacam itu di dunia nyata apalagi dari orang yang memang aku kenal secara langsung. Jadi terjawab sudah pertanyaan itu, yaitu memang nyata adanya orang yang merasakan kesedihan mendalam walaupun dikata "hanya" hewan peliharaan yang mati. Temanku itu juga bikin aku "ngeh", ternyata aku ingin mencari orang lain yang sama-sama bersedih ketika hewan mati ketika insiden itu. Bukan sekadar ingin mencari tahu mengapa meninggalnya sesama manusia terasa berbeda dengan ketika yang meninggal itu hewan.

Adikku Irsyad yang besar juga ikut pelihara kelinci itu, tapi dia waktu itu B aja. Mungkin karena dulu dia masih duduk di kelas 2 SD.

Dalam beberapa catatanku yang lain, aku menceritakan bahwa aku "ngehalu lebay" sebelum aku bertanya perbedaan antara anggota keluarga dengan hewan itu. Maksudnya dari ngehalu lebay itu adalah aku membayangkan Papah menjawab pertanyaanku dengan kalimat, "Adik kan manusia, kelinci kan binatang." Bagiku, jawaban Papah versi halu itu belum sepenuhnya menjawab pertanyaan itu. Untungnya sudah banyak orang yang memberikan versi jawabannya masing-masing, baik itu dari orang IRL atau sesama pengguna Twitter.

Kuharap dengan mengetahui perbedaan manusia dengan hewan itu, aku dapat mengerti alasan mengapa orang-orang level sedihnya tidak sama kayak aku. Sayangnya, aku salah merangkai kalimat ketika bertanya. Terjadilah miskomunikasi antara aku dan Papah. Beliau jadi tersinggung tanpa kusengaja sama sekali, jadinya jawaban beliau versi RL itu bertolak belakang dengan jawaban versi halu yang tadi itu.

Menurut salah satu dari banyak jawaban dari netizen, kematian hewan itu cenderung kurang terasa menyedihkan karena life span mereka yang cenderung jauh lebih pendek daripada manusia sehingga kematiannya relatif tidak mengagetkan dibandingkan meninggalnya manusia, ini juga yang membuatku mulai bisa melupakan sedih akibat Lula mati. Ternyata ketika aku sudah mulai tidak terlalu bersedih lagi dengan kematiannya Lula, adikku Irsyad yang terbesar rupanya masih berduka. Setiap kali dia akan memberi makan para kucing di rumah kami, Lula itu yang paling reog. Maka, kematiannya satu-satunya kucing betina kami itu menyisakan luka yang cukup dalam baginya dan ini membuatku terperangah, ternyata aku bukan yang sendirian berduka cita atas hewan! 

Untuk adikku yang kecil Fariz, dia juga sedih tetapi tidak bisa terlalu mendalam karena sudah sibuk dengan berbagai kegiatannya sebagai siswa baru di kelas X SMA! Walau level kesedihan Fariz ketika Lula mati tidak sama seperti aku dan Irsyad, setidaknya aku sudah tahu bahwa bukan sendirian di keluargaku yang bisa merasakan sedih untuk hewan. Kalau saja waktu itu tidak segera ingin membuat proyek figurin, mungkin aku juga akan masih bersedih. Akan tetapi, sebesar apapun kesedihan aku ini, tetap tidak akan mengalahkan kehilangan untuk sesama manusia apalagi anggota keluarga.

No comments:

Post a Comment

Mengenang Kembali Karakter Anime Berambut Hijau Mint: Martina Zoana Mel Navratilova

Catatan Rabu, 20 November 2024 Ada kalanya, sebuah kenangan masa kecil kembali muncul begitu saja, membawa kita ke waktu yang lebih sederhan...