Sunday, December 24, 2023

Ketika Aku yang Kritis Bertemu dengan Pengalaman Traumatis

Catatan 25 Desember 2023

Pada 26 Desember 2004, Tsunami Aceh menjadi salah satu bencana alam terbesar di dunia. Besok adalah tepat satu tahun sebelum dua dekade peristiwa itu. Dua minggu sebelum peringatan dua dekade kurang satu tahun peristiwa tsunami Aceh 2004, aku teringat pengalaman seorang saudara sepupu jauh yang menjadi saksi mata musibah itu (dia adalah anak dari kakaknya istri Paman, adiknya Papah). Dia adalah orang berdarah Aceh dan sedang berada di kampung halamannya ketika bencana itu sedang terjadi. Alhamdulillah, dia selamat dari bencana alam yang menenggelamkan Banda Aceh dan beberapa negara lain di sekitarnya, tetapi ada sebuah kisah "watir" lainnya selepas itu dan kisahnya juga berkaitan dengan kenangan pahit yang telah kualami.
Menurut dari gambar di atas yang diambil dari tweetnya Wikipedia Bahasa Indonesia, Banda Aceh merupakan wilayah yang paling terdampak dari bencana alam tsunami ini dibandingkan dengan negara-negara lain di sekitar Samudera Hindia yang juga terdampak. Jelas saja jika bencana besar ini memengaruhi kehidupan saudaraku yang sudah agak jauh itu. 

Trauma setelah Tsunami Aceh 2004 merupakan pengalaman yang dialami oleh banyak korban dan penyintas, termasuk saudaraku yang masih berusia delapan tahun saat itu.

Pengalaman Saudaraku Sebagai Penyintas Tsunami Aceh 2004

Trauma sering dialami oleh korban musibah, terutama anak-anak. Saudaraku dari pihak istrinya Paman, yang saat itu berusia delapan tahun, berusaha menghindari gelombang tsunami bersama keluarganya di dalam mobil. Setelah bencana berlalu, ia sering masih merasa takut setiap kali melihat air keran mengalir deras. Ketakutan itu dipicu oleh ingatan tentang bagaimana cepatnya air laut menghancurkan segala sesuatu di jalannya. Untungnya trauma ini tidak sampai membahayakan dirinya atau menimbulkan tingkah laku yang kelewat tidak wajar. 

Bagaimana Jika Aku Sendiri yang Mengalami Traumanya?

Dengan merenungi kisah pengalamannya, aku jadi terpikir satu hal : bagaimana jika aku yang berada di posisinya sebagai penyintas trauma akan bencana tsunami. Mengingat sifatku yang kritis, sering bertanya, kemungkinan aku akan keheranan melihat orang-orang bersikap biasa saja ketika air keran itu mengalir deras. Padahal momen seperti itu, jika aku juga mengalami hal yang sama dengan sepupuku yang tadi diceritakan, bisa membuatku merasakan panik dan takut luar biasa yang sama besarnya seperti ketika terjadinya musibah itu. 

Aku bisa saja bertanya, "Mengapa air keran yang deras tidak membuat orang panik, tetapi tsunami membuat semua orang ketakutan?" Pertanyaan ini mungkin terdengar konyol bagi sebagian besar orang, tetapi bagi penderita trauma, hal kecil yang mengingatkan pada musibah bisa terasa sama besar dan mengancam.

Pertanyaan seperti itu menyiratkan bahwa seorang penderita trauma menyadari sedang terjadi sesuatu pada dirinya, hingga hal kecil yang hanya memiliki sedikit sekali keterkaitan dengan sebuah musibah yang dialami sebelumnya, bisa saja hal yang tampak kecil itu terasa sama besarnya dengan musibah itu sendiri. Saudaraku, yang tidak terlalu memiliki rasa ingin tahu berlebihan, beruntung terhindar dari pertanyaan-pertanyaan aneh seperti itu. Namun, situasi yang berlaku untukku mungkin berbeda.

Kaitan dengan Insiden Kelinci yang Kualami Hanya Sendirian

Sebaliknya untuk kasus diriku, aku merasa heran ketika keluarga besarku di rumah tidak seperti diriku yang sangat hati akan matinya seekor kelinci. Saat mendengar kabar kelinciku mati, ingatanku langsung kembali ke saat adikku wafat kurang dari dua tahun sebelumnya. Mungkin, aku juga mengalami trauma pada saat itu.

Mirip dengan saudara sepupuku, yang sempat merasa ketakutan luar biasa setiap melihat air keran mengalir deras karena teringat gelombang air laut yang menghancurkan segala yang dilewati, aku juga merasakan dukacita yang jauh lebih dalam dibandingkan orang di sekitar ketika peliharaanku mati. Hal ini terjadi karena ingatanku masih dibayangi oleh peristiwa kehilangan yang jauh lebih besar sebelumnya.

Diriku di usia pra-remaja merasa heran ketika keluarga besarku tidak terlalu mempedulikan kematian kelinci itu seperti saya. Otak saya otomatis memutar kembali memori kehilangan adik saya, membuat saya berpikir lebih dalam daripada orang-orang di sekitar saya.

Saat itu, aku yang saat itu masih berusia sebelas tahun kurang sebulan bertanya kepada Papah, "Mengapa ketika kelinciku mati, semua orang biasa saja, tetapi mereka hanya bersedih karena adikku wafat?" Sayangnya, Papah menyangka aku sebagai kakak dari almarhum adikku, menyamakan kedudukan anggota keluarga dengan hewan peliharaan. Padahal, yang saya maksud hanyalah kadar kedukaan di hatiku yang sama, bukan berarti adik kandungku sendiri, seorang manusia, menjadi less worthy.

Pelajaran dari Insiden Kelinci dan PTSD

Bukan hanya sepupu jauhku tadi saja yang merasakan sakitnya trauma akibat sebuah bencana besar dalam hidupnya, aku sendiri juga mengalami trauma itu, meski musibahnya yang kami alami berbeda. 

Menurut teman-temanku di pelatihan crafting (membuat buket bunga) tiga tahun yang lalu pada 2020, mereka juga mengalami peristiwa yang traumatis seperti insiden kelinci itu hanya saja berbeda pertanyaannya yang mereka ajukan denganku. Awalnya aku ragu-ragu, apakah iya ada orang di luar diriku yang melontarkan pertanyaan seabsurd itu meskipun tidak sama persis? Mbak Icha, salah satu dari temanku adalah seorang penyintas PTSD, dia tidak heran dengan kisah masa laluku dan malah memaklumi pertanyaan yang kuajukan pada insiden kelinci tersebut. Bisa jadi dia pun pernah mempertanyakan ketika hanya dirinya yang menyikapi suatu kejadian kecil secara jauh lebih dalam daripada bagi orang-orang di sekitarnya. 

PTSD sering kali muncul setelah peristiwa traumatis seperti tsunami atau kehilangan orang tersayang, seperti yang kualami ketika meninggalnya adikku. Akan tetapi, karena belum ada diagnosis dari psikolog, aku tidak berani untuk menyebut diri sendiri sebagai penderita PTSD.

Refleksi dan Pertanyaan

Aku ingat bertanya kepada diri sendiri: Apakah perasaanku tentang insiden kelinci ini berarti tidak menghargai kehilangan adik kandung sendiri? Apakah ini artinya aku menyamakannya dengan hewan peliharaan? Tentu saja tidak.

Seperti halnya pertanyaan tentang air keran dan tsunami, hal ini bukan tentang tidak menghargai musibah atau kehilangan yang dialami. Pertanyaan seperti itu hanya mencerminkan bagaimana trauma dapat memengaruhi cara kita memproses kejadian kecil yang tampaknya tidak berkaitan.

Penutup

Melalui refleksi ini, aku belajar bahwa setiap orang memproses trauma dengan cara yang berbeda. Ada yang memilih untuk diam, seperti saudara jauhku, dan ada yang bertanya, sepertiku. Keduanya adalah reaksi yang valid dan wajar. Yang penting adalah kita tetap memahami diri sendiri dan tidak memaksakan standar perasaan kepada orang lain.

Wednesday, December 13, 2023

Lanjut Gak Nih Bikin Buku Autobiografi?

Catatan 13 Desember 2023

Sejak wisuda aku lebih dari dua minggu yang lalu, aku sempet nge-blank mau update apa di blog. Hampir sebulan yang lalu, Mamah mengetahui rencana untuk menulis buku autobiografi tentang Insiden kelinci. Menurut beliau, topik tersebut terlalu dark. Karena tidak tega membuat beliau bersedih (insiden itu terjadi ketika aku masih kebayang peristiwa meninggalnya adikku), sempet kepikiran untuk mengurungkan rencana pembuatan buku tersebut. 

Catatanku tentang insiden kelinci itu udah numpuk banyak banget, rasanya kurang afdol apabila tidak dibukukan. Andaikata aku mengumpulkan catatan-catatanku itu lalu diam-diam dijadikan buku, pastinya suatu saat akan ketahuan. Menerbitkan buku itu 'kan perlu membayar, kemungkinan beliau yang akan mengeluarkan biaya untuk itu. Semoga saat semua catatan sejarah insiden tersebut sudah siap terbit, biayanya dari penghasilanku sendiri sehingga Mamah tidak perlu membaca karyaku yang akan membuat beliau bersedih. 

Bicara soal dark, sebenarnya banyak kisah sejati di majalah-majalah yang hampir sama atau bahkan lebih menyedihkan dari apa yang kualami. Walaupun kisah hidup mereka menciptakan kepiluan dalam diri pembacanya, mereka tetap menulis dan menerbitkannya. Bahkan di era digital ini bukan hanya berupa cerita tertulis, tapi juga podcast dan rekaman video seputar musibah yang dialami oleh banyak orang. Oleh karena itu, sepertinya aku akan tetap melanjutkan rencanaku ini menulis buku tentang insiden kelinci tersebut. 

Monday, November 6, 2023

Kisah Berber, Anak Kucing Hitam yang Meninggal: Refleksi Kehilangan Hewan Peliharaan (Nenekku Juga Sampai Menangis Karenanya!)

Catatan 6 November 2023

Kemarin malam adalah pertama kalinya aku ke rumah Nenek untuk bulan November tahun ini. Saat aku masuk rumahnya, aku menemukan sesuatu yang tidak janggal tetapi cukup membuat bertanya-tanya: satu anak kucing yang baru lahir, hilang!

Padahal, belum ada sebulan sejak terakhir kali aku berkunjung ke rumah Nenek. April, salah satu kucing di rumah itu, awalnya memiliki tiga anak kucing. Dua di antaranya berwarna hitam dan putih varian tuxedo dan varian batik, sementara satu lagi berwarna hitam pekat. Nah, si hitam inilah yang hilang!



Tadi pagi aku tanyakan kabarnya si hitam itu kepada Nenek, ternyata si hitam sudah mati. Sedihnya, beliau menggendong anak kucing itu pada detik-detik terakhir hidupnya.

Pertemuan Terakhirku dengan Berber

Pantas saja ketika aku berkunjung ke rumah Nenek pada pertengahan bulan Oktober lalu, si hitam ini selalu memisahkan dirinya dari kedua saudaranya! Konon katanya jika seekor kucing hendak mati, dia akan sering memisahkan dirinya dari kucing-kucing lainnya, bahkan dari manusia juga! Si hitam ini sulit makan dan minum, dia selalu menolak ketika disodorkan botol susu oleh Nenek dan tidak mau menyusu pada April, ibunya. Saat detik-detik terakhir hidupnya itu, si hitam yang diberi nama "Berber" karena tubuhnya gemuk seperti beruang (bear), terus memandangi mata Nenek.

Menurut cerita beliau, tadinya beliau tidak sadar bahwa itu adalah terakhir kalinya Berber si anak kucing hitam itu membuka kedua matanya. 

Kematian Berber yang Mengejutkan

Begitu salah satu pamanku, yaitu adik bungsu Papah melihat Berber sudah tidak lagi bernyawa di gendongan Nenek, spontan adik bungsu Papah itu berseru, "Itu anak kucing udah meninggal!" 

Awalnya ibunya Papah dan pamanku itu tidak percaya bahwa Berber sudah tiada. Ketika dilihat lagi oleh Nenek, benar saja anak kucing yang berusia belum satu bulan itu sudah tidak mengeluarkan napas lagi. Terang saja Nenek kaget dibuatnya.

Mengapa Kematian Hewan Peliharaan Itu Menyedihkan

Nenek menceritakan itu semua sambil sedikit mengeluarkan air mata. Oalah, ternyata di keluargaku juga ada pula orang selain aku yang menganggap bahwa kematian hewan itu menyedihkan, mereka sudah dianggap sebagai anggota keluarga! Jika kedua adikku tidak menangis ketika Lula mati tepat tiga bulan yang lalu (Lula mati pada tanggal 6 Agustus 2023), itu karena mereka berdua adalah cowok, bukan karena mereka tak bersedih. Karena saat-saat terakhirnya Lula juga sedang berada di dekatku, aku bisa membayangkan perasaan sedihnya Nenek ketika Berber sudah mati.

Biasanya orang yang menangis karena kehilangan hewan peliharaan hanya kudengar dalam acara-acara fiktif atau kisah orang-orang di media sosial. Kali ini, aku melihat secara langsung orang yang seperti itu dan dia adalah nenekku sendiri. Anggota keluargaku sendiri. Sifatku memang banyak kesamaannya dengan beliau, baik untuk sesama manusia maupun hanya hewan semuanya diberikan kasih sayang yang sama.

Kali terakhir aku ke rumah Nenek sebelum kemarin itu adalah perjumpaan aku yang pertama dan terakhir dengan Berber! Saat dia sedang tidur terpisah dari kedua saudaranya bulan lalu, pelan-pelan ada makhluk yang tahu-tahu sudah menggantung di ujung celanaku! Kulihat waktu itu Berber sudah tidak ada di tempat semula, ternyata dia yang mengaitkan cakarnya pada celanaku. Anak kucing berbulu hanya hitam tanpa campuran warna lain itu kuambil untuk kutaruh di atas pundakku.

Refleksi atas Perasaan Nenek

Hewan-hewan kecil, terutama untuk anak-anak mereka yang masih kecil sekali, memang rentang usianya seringkali tidak panjang. Akan tetapi, jika kita selalu mengikuti kehidupannya mereka, tetap saja kematian salah satunya dari mereka terasa menyedihkan. Bahkan, bisa saja kematian mereka terasa sama sedihnya seperti meninggalnya sesama anggota keluarga jika mereka dijiwai sepenuh hati oleh kita. Satu hal yang penting untuk diingat, ketika seelor hewan peliharaan dihayati seperti seorang manusia itu tidak lantas berarti manusia yang sesungguhnya itu menjadi kurang dianggap penting. 

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan menganggap hewan peliharaan lebih dari sekadar hewan, selama tidak ada manusia yang dibandingkan dengannya. Nenek aku tidak melakukan hal itu karena memang pada saat itu tidak ada relatif yang meninggal dalam waktu agak berdekatan. Lalu, pada insiden kelinci itu mengapa aku membandingkan antara anggota keluarga sendiri dengan hewan? Itu karena memori tentang musibah yang menimpa keluargaku itu entah mengapa terbuka kembali dengan sendirinya ketika kelinci itu mati, padahal sudah satu tahun lebih tertutupi oleh kenangan-kenangan besar lainnya. 

Bagaimana pengalaman Anda saat kehilangan hewan peliharaan? Bagikan cerita Anda di kolom komentar!

Sunday, November 5, 2023

Seabrek Rencana Cosplay dari Satu Tokoh Bernama Vanessa!

Catatan 5 November 2023

Baju Vanessa yang pengen aku pake juga :
- Vanessa von Doofenshmirtz (belum punya sama sekali outfit items-nya) 

- Vanessa kecil (baru punya rok mini hitam) 

- Lady of The Puddle (baru punya dress warna hijau sage)

- edisi mode '50an (udah hampir kumplit outfit items-nya, tinggal wig coklat keriting gantung dan bajunya kesempitan bulan Oktober lalu!)

- 2nd Dimension counterpart (baru punya dress hitam yang belum dimodifikasi jadi ada belahan di depannya, manset kerah, dan legging hitam) 

Cosplay Pertama Jadi Tokoh DC : Zatanna

Catatan 5 November 2023

Tuesday, October 31, 2023

Menggambar Karakter di dalam Roda Warna

Catatan 1 November 2023

Sejak tadi sebelum subuh kira-kira pukul tigaan, aku jatuh cinta pada gambar roda warna Doof! Walaupun aku suka menggambar, tapi aku gak FOMO ikutin tren karakter dalam roda delapan warna itu! Namun, kalau Dr. Heinz Doofenshmirtz sudah terlibat di dalam tren tersebut barulah aku ingin mengikutinya. Akan tetapi, mau bikin karakter apa nihhh yang akan dimasukkan dalam masing-masing warna? 


Pilihanku ada sekitar dua karakter : Hans Durchdenwald atau Frank Wynn (Mr. Wynn). Lebih mudah mentransliterasi Doof ke Hans karena hanya mengubah Doof menjadi lebih keren. Sedangkan untuk Mr. Wynn, aku benar-benar harus puter otak untuk mendesain pakaiannya! Tapi aku lebiiiiih suka sama Mr. Wynn daripada Hans walaupun the latter lebih gampang untuk digambarnya. 

Bagaimana kalau dua-duanya saja, menggambar Hans dan juga Mr. Wynn dalam roda yang berisi delapan warna itu? Satu pertanyaan baru muncul, siapa yang akan duluan digambar? Sepertinya aku menggambar Hans dulu baru Mr. Wynn karena lebih mudah. Ini kayak kalo ngerjain soal ulangan, dahulukan yang lebih mudah dikerjakan! 

Pengaruh Karakter Anime dan Animasi Barat pada Karakter Ciptaanku

Catatan Minggu, 24 November 2024 Karakter dengan kekuatan es selalu menarik perhatianku. Ada sesuatu yang luar biasa tentang bagaimana eleme...