Monday, August 29, 2022

Selamat Jalan, Mischa

Catatan 29 Agustus 2022



Mischa, salah satu dari enam ekor kucing peliharaan keluargaku, mati pada pagi tadi hari ini. Sejak kurang lebih tiga minggu yang lalu, dia memang sudah terserang penyakit. Awalnya, dia mendadak pasif, tidak lagi banyak bergerak seperti kedua saudara jantannya dari satu ibu yang sama. Ternyata dia memiliki abses di lehernya, kemudian pecah.

Setelah kami bawa ke dokter hewan dan kami berikan obat untuk abses yang pecah dan terus mengeluarkan nanah itu. Luka dari abses yang pecah itu mengering, tapinya lukanya malah jadi pindah ke atas tengkuknya. Setiap pekan aku pulang dari kostan ke rumah, luka yang barunya semakin kering dan menyembuh. Pada malam Minggu terakhir (27/8), kulihat dia sedang terbaring di atas tanah halaman rumahku.

Nyaris tidak ada pergerakan kucing betina berbulu abu-abu kehitaman itu, sehingga aku khawatir dia tergilas oleh roda motor ojek online yang mengantarkanku dari kantor ke rumah. Untunglah dia waktu itu tidak sampai tergilas, tetapi dia kelihatan lemas sekali dalam posisi loafing sehingga kesulitan untuk berjalan masuk ke dalam rumah kami. Mamahku membawanya masuk. Di situ aku takut dia mati kedinginan di luar, tetapi akhirnya dia benar-benar mati pada tadi pagi lusanya. 

Minggu malam kemarin (28/8), Mischa sudah semakin dekat dengan kematian. Dia tidak mampu lagi untuk berjalan, hanya mengedipkan matanya saja pergerakan yang masih bisa dilakukannya. Badannya kurus sekali, dengan luka kering di tengkuk lehernya yang tersisa. Kedua adikku sudah pasrah saja Mischa tidak akan bertahan hingga esok hari. 

Adik bungsuku Fariz menggerakkan tubuh ringkih Mischa tadi pagi. Seluruh anggota badan tubuh kucing kecil betina itu telah kaku. Tidak salah lagi, dia sudah mati. Rigor mortis, itulah istilahnya. 

Hingga siang harinya, tidak ada orang yang sanggup untuk menggali lubang sebagai kuburan Mischa. Ketika sore, hujan mengguyur. Kami semua pasrah menunggu untuk kucing malang itu dikuburkan pada besok Selasa pagi. Untunglah kucing yang sudah tenang itu dibalut dengan kertas koran dan ditutupi oleh selotip dan lakban oleh Fariz, sehingga diharapkan bangkainya akan tahan busuk hingga besok.

Selamat jalan, Mischa. Maafkan kami jika kami masih banyak kurang tahu dalam mengurus kucing.




Hatiku (Dibuat) Mati Rasa untuk Kematian Hewan

Catatan 29 Agustus 2022

Bagaimana perasaanku terhadap kematian Mischa hari ini? Sedih, tentu saja. Akan tetapi, rasa sedihku akan matinya hewan telah tumpul sejak insiden kelinci itu. Dikhawatirkan perasaan sedihku akan kematiannya hewan memicu tindakan atau sikap apapun yang tidak logis dariku, meski jelas kini takkan lagi seabsurd insiden yang terjadi hampir 14 tahun yang lalu itu. 

Perasaanku kini telah mati jika hewan peliharaanku tidak lagi bersama kami



Kira-kira satu bulan sejak peristiwanya insiden kelinci, terjadi tragedi paling horor, yang pernah kusaksikan langsung tentang hewan peliharaan di sekolahku dulu. Berarti kejadiannya pada bulan Oktober 2008, setelah kami kembali masuk sekolah usai liburan Lebaran di tahun yang sama. Seekor kelinci putih milik sekolah, kehilangan kepalanya dan bagian lehernya tentu saja dipenuhi oleh darah! Dia terbaring, tentu saja tidak lagi bernyawa, di atas rumput sebelah lapangan upacara sekolah.

Seorang teman cewekku, dari beda kelas tetapi masih satu angkatan, tidak tega untuk melihat bangkai hewan mungil yang malang itu. Sebaliknya, aku malah terdiam dan terus memandang hewan yang bernasib mengenaskan itu. Penasaran, ada apakah gerangan dengan kelinci sekolah itu? Air mataku tidak dapat lagi mengalir seperti sebelumnya, ketika seekor kelinci dikabarkan mati pada sahur di hari pertama bulan puasa tahun tersebut.

Kemungkinan kelinci itu diterkam oleh kucing liar yang biasa berkeliling daerah sekolah. Kelinci di sana sengaja diberikan makan oleh petugas di sekolah dan juga anak-anak. Berbeda dengan kucing di sana, mereka tidak dipelihara sehingga nyaris tidak ada yang secara khusus memberikan makanan kepada mereka. Jadinya kemungkinan mereka sedang sangat lapar dan menjadi versi terseram dari mereka ketika berhadapan dengan kelinci sekolah tersebut.

Sejak kesalahanku pada insiden kelinci itu, yang merasakan keheranan atas perbedaan sikap orang-orang antara kematian manusia dan hewan, aku tidak berani lagi untuk merasakan kedukaan atas kematian hewan peliharaan. Aku berusaha untuk menjadi seperti orang lain pada umumnya, yang membedakan kadar kesedihan untuk kematian dua makhluk hidup yang berbeda. Tidak ada lagi perasaan berduka yang menganggap seakan mereka adalah anggota keluargaku sendiri. Perasaan seperti itu hanya untuk anggota keluarga yang sesungguhnya, oleh karena itu tidak akan ada lagi perasaanku yang heran atas sikap semua orang di sekitarku yang tidak bereaksi untuk menanggapi kematian hewan.

Sampai-sampai aku tidak berani lagi untuk memiliki hewan peliharaan selama lebih dari sepuluh tahun, karena saking khawatirnya akan tidak kuasa menahan sedih ketika mereka mati nanti. Jika perasaan sedihku sama besarnya antara manusia dan hewan, mungkin itu akan menjadi hal yang buruk. Kecuali kalau ikan, aku masih sanggup untuk ikut memeliharanya bersama dengan adikku Irsyad. Lagipula, saat itu dia yang lebih antusias untuk memelihara hewan air tawar dalam akuarium itu. 

Bertahun-tahun lamanya kisah insiden kelinci itu agak terlupakan, memori itu kembali mencuat ketika seekor kucing milik tetangga mati pada akhir tahun 2020 lalu. Hampir saja aku merasakan kedukaan yang intens pada hari kematian Meow Cat, nama kucing tetangga yang mati tersebut. Hingga hari ketiga setelah kematiannya, masih saja kurasakan sedih. Aku tidak ingin untuk bersedih dalam kadar yang sama seperti kepada sesama manusia lagi untuk seekor kucing, apalagi itu bukan peliharaan milik kami. 

Oh, ya, sebentar lagi akan tiba tanggal 1 September, ketika insiden kelinci akan menempuh 14 tahun dari tanggal peristiwanya. 

Sunday, August 28, 2022

Diingatkan Kembali untuk Menulis Surat Imajiner Oleh Seorang Tokoh Fiktif

Catatan 28 Agustus 2022

Tadi siang, aku melanjutkan menonton serial Stranger Things season keempat. Acara ini mengingatkan aku agar meneruskan terapi yang sudah lama tidak kujalankan. Surat imajiner! Ya, satu dari enam tokoh utama dalam serial tersebut membuat dan membacakan sebuah surat yang fungsinya kira-kira sama seperti surat imajiner.

Surat yang dibacanya adalah untuk seorang mendiang kakaknya ketika si pembuat surat sedang berziarah ke makamnya. Pas aku melihat adegan itu aku berkata dalam hati, "Ternyata konsep mirip surat imajiner itu udah banyak yang tau." Mungkin justru banyak orang yang sudah familiar dengan jenis surat seperti itu, surat yang seakan ditujukan untuk anggota keluarga yang sudah wafat. Tokoh tadi itu menceritakan berbagai macam peristiwa yang terjadi dalam hidupnya setelah meninggalnya sang kakak, dia tulis itu semua dalam surat untuk sang kakak yang dianggap sebagai 'penerima' dari surat itu.  

Hampir sepuluh tahun sejak wafatnya Papah, aku baru terpikir untuk menceritakan banyak hal yang terjadi dalam hidupku kepada beliau melalui surat imajiner. Psikolog aku waktu itu hanya menyuruhku untuk menuliskan tentang insiden kelinci dalam surat imajiner untuk almarhum Papah. Setelah hampir semua pikiranku tentang insiden itu kutuliskan dalam surat, aku mungkin akan menulis hal-hal lainnya juga dalam surat imajiner untuk beliau. Beliau adalah teman curhatku semasa hidupnya, terutama pada saat aku masih bersekolah di SD.

Saat aku mulai masuk SMP, jarak kami berdua mulai merenggang karena aku lebih banyak mencurahkan isi hati kepada Mamah. Apakah aku jadi bermusuhan dengan Papah? Oh, tentu saja bukan begitu. Pada saat itu, aku mulai suka dengan cowok di kelas dan beliau benci dengan fakta itu, serta jika kubahas hal seperti itu.

Soal asmara, aku lebih aman jika curhat kepada Mamah. Namun, tidak selamanya soal seperti itu aman untuk diceritakan kepada beliau. Semakin lama, kisah dunia percintaanku semakin tidak aman jika terdengar oleh telinga orang lain di luar kami berdua. Jadi, akhir-akhir ini aku membatasi curhatanku kepada Mamah, di usiaku yang sudah lama melebihi duapuluh tahunan, apalagi beliau semakin sibuk saja karena banyaknya pekerjaan.

Dari acara Stranger Things tadi itu, aku memetik sebuah ide : kisah cintaku yang semakin tidak sehat ini sebaiknya dicurhati kepada Papah lewat surat imajiner saja. Karena surat ini tentu tidak benar-benar disampaikan kepada beliau, tentu saja beliau tidak akan memarahiku akibat isinya. Setelah satu kertas habis untuk ditulis, psikolog menyuruhku untuk selalu merobek dan segera membuangnya. Hal itu untuk mencegah isi tulisanku terbaca oleh orang lain, yang dikhawatirkan akan menimbulkan peristiwa yang tidak diinginkan. 





Friday, August 26, 2022

Apa Senengnya Sih?

Catatan 26 Agustus 2022


Sumpah deh, aku heran sama sekian banyak selebriti yang kayak bahagia banget pake jilbab, buat yang tadinya belum. Dulu pernah denger dari almarhum Papah bahwa banyak orang yang merasa senang berhijab, disangka aku, beliau itu cuma untuk ngabibita aja. Eh, taunya in real life emang aslinya populasi muslimah yang lumayan banyak itu pada bahagia tiada Tara kalo pake jilbab, bukan karena menaati perintah dan kewajiban saja. Inget deh di perpustakaan sekolah jaman SMP, ada satu buku khusus yang merangkum pengalaman puluhan seleb yang (katanya) sangat bersyukur dengan jilbabnya.

Rasanya aneh banget pas baru denger hal seperti itu. Gimana bisa mereka yang ibaratnya newbie dalam dunia perhijaban segitu senengnya, sedangkan aku yang udah terbiasa mengenakannya sejak bayi malah flat-flat aja? Heran gw dengan fenomena macam begini!

Aku tanya temen di kostan kenapa bisa sampai gitu, secara aku pribadi kayaknya hampir nggak pernah ada perasaan senang, bahagia, atau apalah selama berhijab. 

"Pakai hijab itu kan kebanggaan," jawab temanku tadi malam.

"Koq bangga ya? Aku sih nggak pernah ada perasaan gitu, padahal udah pake dari kecil," tanyaku lagi.

Beneran, di mana sih letak kebanggaannya? Aku sih boro-boro bangga, yang ada malah 'bagai kerbau dicucuk hidungnya'!

"Soalnya nggak semua cewek mau pake jilbab," jawabnya lagi. 

Pernyataan temanku ini sangat kubenarkan. Valid koq bahwa nggak semua cewek, terutama yang beragama Islam, mau mengenakan hijab. Karena aku pun demikian. Meskipun perasaanku tidak enak, mau tak mau harus kukenakan karena kedua ortuku keras soal pakaianku.

Tetep aja jawabannya temenku itu masih kerasa ganjel buat aku. Dengan kita sebagai yang sudah memakainya, kita jadi bangga karena tidak semua wanita muslimah bersedia berjilbab? Mereka itu baru mengenakannya pada usia dewasa. Halo, apa kabar denganku yang sejak balita saja sudah mengenalnya? 

Sejak kecil, kalo liat anak" perempuan lain yang lebih 'merdeka' soal berpakaian, aku selalu bertanya kepada diriku sendiri, dalam hati : mengapa aku harus menjadi yang beda dari mereka? Makanya kaget bingitz, lha koq orang-orang yang baru pakai jilbab setelah umur dewasa bisa segitu senengnya, dan juga bangganya kayak yang menang lotere sekian miliar aja. Aku yang sedari kecil pake aja rasanya susah banget buat bayangkan jadi orang yang bangga pakenya. Membayangkan hadirnya perasaan bangga dengan pakaian seperti itu saja sudah nyaris mustahil bagi sayah, apalagi merasakannya beneran? 

Wednesday, August 24, 2022

Gara-gara Singkatan-singkatan

Catatan 23 Agustus 2022

AIS = aku ikan suka
IPJ = ikan paus jomblo
MSK = miskin suka kain
MSI = miskin suka ikan
SKS = suka kisah singgung
KSJ = kisah sejati jomblo
MBB = masjid baru bagus
SOS = sosis orang sirik 

Singkatan-singkatan di atas sebenarnya ditulis oleh sepupuku di buku tulisku waktu kami berdua masih SD. Ketika musim liburan sekolah sudah usai, dia tentu saja kembali ke rumahnya. Setiap kali dia berlibur di rumahku, dia biasa menulis atau menggambar di kertas atau buku tulis khusus untuk mencorat-coret. Jika dia sudah tidak lagi di rumahku, aku sengaja menyalin banyak tulisannya di sebuah buku tulis lainnya yang juga khusus supaya karya-karyanya itu tidak tercecer, kali ini kegunaannya adalah untuk "mengumpulkan" hasil karyanya.

Alih-alih memasukkan tulisan-tulisannya yang asli ke dalam sebuah buku, aku menulis ulang hasil karyanya sambil mengoreksi ejaannya yang masih kurang huruf atau salah huruf. Maklum, dia ini adik kelas alias "dekel" yang berbeda satu angkatan di bawahku. Bukan hanya perkara ejaannya saja, kadang maksud dari kalimat yang dia tulis itu sulit dimengerti, kecuali aku mengingat-ingat ketika kami membahas apa yang dia tulis.Kalau sudah memahami maksud dari tulisannya, ketika kusalin 

Iklan-iklan Jadul yang Menghanyutkan

Catatan 24 Agustus 2022

Ya, di satu catatanku yang sebelumnya, iklan es krim Spongebob Squarepants sudah pernah kubahas sebagai iklan yang mendapat cap "Danny Phantom" dariku. Lha, koq Danny Phantom, Khan jelas-jelas produk tentang Spongebob? Untuk lebih jelasnya, bisa dibaca di catatanku yang lalu, ya! Namun, ada satu lagi iklan lainnya yang sama menghanyutkannya bagiku, dari era yang sama dengan mengudaranya iklan es krim dari tokoh kartun ikonik nan beken itu. 

Inilah sosok dari iklan es krim SpongeBob yang ketiban cap Danny Phantom dariku untuk alasan yang sangat tidak masuk akal.


Iklan es krim Spongebob pertama kali tayang pada tahun 2007 lalu. Pada tahun yang sama, tayang pula iklan TeaJus yang dibintangi Mbak Shireen Sungkar waktu masih teenager. Ketika banyak orang antusias dengan Mbak Shireen yang menampilkan kesegaran minuman teh serbuk tersebut, aku koq malah salfok dengan dua orang gadis cilik yang sedang berjemur sambil tengkurap di atas tikar pantai, ya. Atau lebih tepatnya, aku lebih ter-distract oleh gadis cilik yang berbaring di sebelah kirinya, karena bajunya lebih "mengejutkanku".

Karena aku ini sensi kalo ketemu yang beginian, jadinya malah adegan ini yang nempel di kepalaku dari iklan itu! Malahan si temennya yang pake baju renang garis-garis vertikal malah jadi "tergusur" dari ingatanku.


Buat orang biasa, jelas gakan gitu efeknya. Mereka bakalan B aja.

"Itu kan baju renang, wajar kalo kebuka punggungnya."

"Memang setting-nya juga di pantai, udah biasa kalo bajunya kayak gitu."

Tapi buat aku pribadi? It hits so different! Sebagai anak yang dididik keras soal pakaian, aku bukan hanya dilarang mengenakan jenis yang seperti itu! Tapi juga dilarang untuk menonton acara televisi dengan orang yang berpakaian seksi.

Kalau iklan sih susah jadinya untuk menghindari ditonton, karena nggak semua orang ingat akan muncul hal seperti itu dari iklan terkait. Terlebih penayangannya yang secara random, benar-benar di luar kendali kita. Bahkan iklan itu memang tujuannya untuk mempromosikan produk, tentu akan ditayangkan secara rutin. Iklan yang begini bisa lebih sulit dihindari daripada nonton anime, gak peduli kita lagi nonton acara yang aman, iklan itu tetep aja berseliweran.

Entah mengapa iklan yang begituan malah bikin aku penasaran untuk sengaja cari iklan itu di YouTube.

Malahan saking distracting-nya, aku sampai lupa yang lagi tengkurap itu BERDUA, bukan SENDIRIAN. Selama bertahun-tahun sebelum aku mencari iklannya di YouTube, aku cuma ingat dengan si backless yang berada di kiri. Entah mengapa, karena pelarangan yang ketat untukku menyaksikan acara macam begitu, malah justru jadi merasa dihanyutkan oleh iklan TeaJus dan es krim Spongebob. Ini beneran bukan soal "engas" sama bocil, karena saya saat itu seumuran dengan para bintangnya.

Apakah duo bocah cewek itu mendapat label Danny Phantom dariku seperti si pink dari iklan es krim Spongebob? Ternyata tidak begitu. Itu karena penampilan mereka berdua yang cuma bentar bingits, sekejap mata doangan. Wajah mereka juga hampir tidak diperlihatkan, karena cuma nongol sekian detik doangan. 

Tuesday, August 23, 2022

Terbawa Suasana? Menggambar Saja!

Catatan 22 Agustus 2022

Jika aku sedang teringat akan banyak hal yang lucu atau unik, aku sering tersenyum sendiri. Tak jarang, aku malah jadi terbawa suasana. Kalau sudah begini, malah jadi watir karena pasti akan mengundang tatapan aneh kepadaku. Waduh, nggak banget nih!

Padahal, untuk menyiasatinya, bisa ditiru dari cara gurunya adikku yang terbesar waktu dia masih esdeh. Walaupun sang guru dalam kisah itu sedang menghadapi seorang anak berkebutuhan khusus alias ABK.

Waktu adik terbesarku masih kelas enam, dia punya dua teman yang termasuk ABK : satu cowok, pengidap autisme dan satu lagi cewek, pengidap kesulitan belajar. Si teman yang kedua ini malah sengaja ngaheureuyan (Bahasa Sunda : menggoda dalam artian bercanda tapi jahil/iseng) yang autis ini. Cowok yang autis itu fan berat ST12 atau Setiaband juga demen banget sama sapi (iya, hewan sapi). Jadinya, temen yang cewek ini malah sengaja manfaatin kesukaannya dari temennya itu buat munculin gejala-gejala keanehannya.

Cewek yang kesulitan belajar ini suka sengaja berseru begini, "Itu ada sapi!" Atau, "Itu ada Setiaband! Ada ST12! Ada Charly Van Houten!" kepada temen cowok yang autis itu.

Nah, kalo udah dipicu kayak gitu, yang cowok autis itu suka bereaksi kayak gini, "Sapi betina! Melahirkan empat puluh ekor sapi betina!" Bisa juga mengoceh menyebutkan nama ST12, Setiaband, atau Charly Van Houten secara terus-menerus.

Tak jarang, si temen cewek yang ngegodain itu ditegur guru pendamping khusus ABK yang bahasa kerennya, "co-teacher" atau "shadow teacher". Namun, bukan berarti tidak ada treatment untuk gejala-gejala dari teman yang autis itu tadi. 

"Mending kamu menggambar saja, deh, daripada ngoceh-ngoceh begitu," kata guru pendamping yang tadi sambil memberikan secarik kertas kosong di atas mejanya teman cowok yang autis itu tadi.

Hasil gambarnya (aku tidak pernah melihatnya langsung, ini hanya melalui ceritanya adikku dan dia menirukan gambarnya) cukup bagus. Bahkan aku saja belajar menggambar sapi itu, khususnya yang betina, dari gambar karyanya. Mengingat aku juga hobinya menggambar, cara guru tadi mengatasi gejala dari autisme itu boljug, bahkan patut dicoba. Walaupun bukan pengidap autisme, rasanya solusi tersebut cocok juga diterapkan pada setiap saat aku terbawa suasana oleh banyaknya ingatan lucu! 

Kompilasi gambaran aku hasil dari kebawa suasana



Mengenang Kembali Karakter Anime Berambut Hijau Mint: Martina Zoana Mel Navratilova

Catatan Rabu, 20 November 2024 Ada kalanya, sebuah kenangan masa kecil kembali muncul begitu saja, membawa kita ke waktu yang lebih sederhan...