Tadi siang, aku melanjutkan menonton serial Stranger Things season keempat. Acara ini mengingatkan aku agar meneruskan terapi yang sudah lama tidak kujalankan. Surat imajiner! Ya, satu dari enam tokoh utama dalam serial tersebut membuat dan membacakan sebuah surat yang fungsinya kira-kira sama seperti surat imajiner.
Surat yang dibacanya adalah untuk seorang mendiang kakaknya ketika si pembuat surat sedang berziarah ke makamnya. Pas aku melihat adegan itu aku berkata dalam hati, "Ternyata konsep mirip surat imajiner itu udah banyak yang tau." Mungkin justru banyak orang yang sudah familiar dengan jenis surat seperti itu, surat yang seakan ditujukan untuk anggota keluarga yang sudah wafat. Tokoh tadi itu menceritakan berbagai macam peristiwa yang terjadi dalam hidupnya setelah meninggalnya sang kakak, dia tulis itu semua dalam surat untuk sang kakak yang dianggap sebagai 'penerima' dari surat itu.
Hampir sepuluh tahun sejak wafatnya Papah, aku baru terpikir untuk menceritakan banyak hal yang terjadi dalam hidupku kepada beliau melalui surat imajiner. Psikolog aku waktu itu hanya menyuruhku untuk menuliskan tentang insiden kelinci dalam surat imajiner untuk almarhum Papah. Setelah hampir semua pikiranku tentang insiden itu kutuliskan dalam surat, aku mungkin akan menulis hal-hal lainnya juga dalam surat imajiner untuk beliau. Beliau adalah teman curhatku semasa hidupnya, terutama pada saat aku masih bersekolah di SD.
Saat aku mulai masuk SMP, jarak kami berdua mulai merenggang karena aku lebih banyak mencurahkan isi hati kepada Mamah. Apakah aku jadi bermusuhan dengan Papah? Oh, tentu saja bukan begitu. Pada saat itu, aku mulai suka dengan cowok di kelas dan beliau benci dengan fakta itu, serta jika kubahas hal seperti itu.
Soal asmara, aku lebih aman jika curhat kepada Mamah. Namun, tidak selamanya soal seperti itu aman untuk diceritakan kepada beliau. Semakin lama, kisah dunia percintaanku semakin tidak aman jika terdengar oleh telinga orang lain di luar kami berdua. Jadi, akhir-akhir ini aku membatasi curhatanku kepada Mamah, di usiaku yang sudah lama melebihi duapuluh tahunan, apalagi beliau semakin sibuk saja karena banyaknya pekerjaan.
Dari acara Stranger Things tadi itu, aku memetik sebuah ide : kisah cintaku yang semakin tidak sehat ini sebaiknya dicurhati kepada Papah lewat surat imajiner saja. Karena surat ini tentu tidak benar-benar disampaikan kepada beliau, tentu saja beliau tidak akan memarahiku akibat isinya. Setelah satu kertas habis untuk ditulis, psikolog menyuruhku untuk selalu merobek dan segera membuangnya. Hal itu untuk mencegah isi tulisanku terbaca oleh orang lain, yang dikhawatirkan akan menimbulkan peristiwa yang tidak diinginkan.