Pada tanggal 7 kemarin, warga Twitter (dan juga TikTok, yang aku udah lama gak main) dihebohkan oleh sebuah video tentang seorang lelaki muda yang berpura-pura berkurban dengan memotong kepala standee seorang idol dari Korea Selatan. Awalnya aku merasa hanya heran dengan sebuah keisengan yang dilakukan oleh pemuda tersebut. Setelah banyak membaca komentar balasan dari videonya, seketika isi pikiranku melesat menuju memori tentang satu fase dalam kehidupanku sebagai pra-remaja dulu. Jika menemukan topik tentang orang yang melecehkan sesuatu, misalnya artis atau seleb yang dia tidak nge-fan, saat itu juga pernah kulakukan hal yang serupa.
Ketika permulaan tahun ajaran baru sebagai kelas V SD, aku pernah menjadi hater bagi Cosmo, si peri hijau. Buat yang tahu kartun tentang peri-peri berjudul "The Fairly Odd Parents", pastinya sudah tidak asing lagi dengan satu dari dua peri sebagai tokoh utamanya. Masing-masing dari mereka adalah peri hijau bernama Cosmo tadi dan peri pink bernama Wanda. Hal yang menjadi penyebab kebencianku kepada tokoh yang pertama kusebutkan karena sifatnya itu bego gak ada obat, tapinya kok lebih populer daripada Danny Phantom yang jelas-jelas gagah berani?
Cosmo si peri bertema warna hijau yang sering bersikap konyol dan blo'on |
Orang-orang di sekitar aku (entah kalau di LN), biasanya lebih familiar dengan kartun peri itu ketimbang Danny Phantom! Bahkan ada satu teman cewekku di kelas saat itu yang mengiraku salah menyebut nama acara kartunnya. Padahal, Danny ini berasal dari acara kartun yang terpisah, maklum artstyle-nya hampir sama karena penciptanya juga orang yang sama! Fakta ini menyebabkanku bertambah benci kepada Cosmo, karena (aku benci mengakuinya) dia boleh dibilang mirip versi Chibi dari Danny Phantom, hanya saja rambutnya hijau dan bukannya putih.
Sebagai anak yang hobinya menorehkan isi pikiran di buku, saat itu mulai berusia pra-remaja, kutulis sebanyak-banyaknya umpatan kepada Cosmo. Aku banyak menulis lettering yang mengatakannya sebagai "bodoh", "jelek", "geuleuh" (Bahasa Sunda, artinya 'menjijikkan'), "gila", dan sebagainya. Gaya lettering tersebut mengikuti aneka grafitti yang sering kulihat di perjalanan, terutama di sekitar gedung Danareksa, Bandung. Anehnya, banyak saja pasang mata di kelasku yang kepo, terutama dari kalangan anak Ikhwan, dengan buku corat-coretku itu!
Untungnya, mereka berinisiatif untuk melaporkan isi buku itu kepada wali kelas kami yang masih baru, meski jujur perasaanku sedih ketika buku corat-coret tersebut disita oleh beliau karena banyak perkataan yang kasar di dalamnya. Dengan kejadian seperti itu, aku bersyukur karena pengalaman ini mengajariku untuk menge-rem tulisanku, meskipun ditujukan untuk sebuah karakter kartun yang tidak nyata dan juga tidak hidup. Peristiwa itu terjadi pada pertengahan tahun 2008, sekali lagi syukur ini kuucapkan karena tahun tersebut internet dan media sosial belum terlalu merakyat. Sehingga, kebencianku terhadap sang peri mungil hijau yang pada-kenyataannya-memang-konyol itu tidak sampai meluas ke ranah publik.
Hanya sebatas coretan-coretan di buku tulis bekas tahun ajaran sebelumnya saja sudah memancing banyak cemoohan dari kaum lelaki di kelasku, apalagi jika sampai terlontar di dunia maya alias dumay? Sering aku miris membaca banyak ketikan jahat haters di media sosial yang tanpa beban menghujat berbagai artis atau idol dengan brutal, yang sebenarnya tokoh-tokoh itu tidak bersalah. Nah, peristiwa pemotongan standee seorang idol dari Korsel tadi itu bisa jadi dilakukan oleh seseorang yang tidak puas lagi hanya dengan melempar hujatan kepada sang idol. Terbongkarnya isi buku corat-coret milikku pada tahun kelima Sekolah Dasar itu menyelamatkanku dari melakukan perbuatan-perbuatan seperti contoh barusan yang menebarkan kebencian, malah akan lebih bahaya jika sasarannya adalah para idol yang nyata!
Akhirnya aku berhenti membenci Cosmo dan memilih untuk menerima bahwa doi ini memang faktanya lebih digemari oleh masyarakat daripada Danny Phantom yang heroik.