Friday, January 12, 2024

Ubahlah Persepsi Atas Diri Sendiri!

Catatan 12 Januari 2024

Setelah aku konsultasi dengan psikiater pada akhir Desember tahun kemarin, hari ini aku akan lanjut ke sesi ketiga terapi dengan psikolog di kampus. Sesi kali ini membahas mengenai cara melupakan pengalaman yang tidak menyenangkan. Ya, salah satunya adalah insiden kelinci yang entah kenapa jadi memori yang batu bangettt, susah mau lupanya. Pada pertemuan yang sebelumnya dengan psikolog di kampusku sebelum aku wisuda, kisah ini sudah pernah diceritakan sedikit karena waktu itu lebih besar porsinya kami membahas problem psikologisku yang lainnya. 

Psikolog kampusku mengatakan, aku tidak perlu melupakan total memori traumatis itu, jadi terapi berupa hypnotherapy justru harus dihindari untuk kasusku ini. Mengapa jenis terapi seperti itu harus dihindari untuk kasus ini? Beliau khawatir memori yang penting-penting justru akan ikut terlupa.

Aku hanya perlu untuk mengubah persepsi tentang peristiwa tersebut dan diriku sendiri. Syukurlah beliau langsung memahami, bahwa aku ini bukannya tidak berempati dengan keluarga sendiri atau menyamakan derajat saudara kandung dengan hewan peliharaan. Bahkan beliau menambahkan, orang-orang yang menilaiku seperti itulah yang sebenarnya tidak berempati denganku karena mereka tidak memahami benar apa yang terjadi di dalam diriku.

Bahkan, orang-orang yang tidak cukup empati denganku itu (maaf kata saja, ini psikolog aku yang bilangnya) termasuk Mamah aku. 

"Kamu jangan jadi menganggap dirimu sama seperti persepsi orang-orang atas dirimu. Ketika mereka bilang kamu gak empati, jangan malah kamu juga jadi merasa dirimu memang seperti itu," kata psikolog tersebut. 

"Sekarang sih saya sudah tahu jawabannya dari pertanyaan saya di insiden tersebut, tapi rasa sedih yang masih mengganjal selama ini karena terus terang saja, saya kecewa karena saya beranggapan Papah almarhum akan menjawabnya. Ternyata tidak terjawab dan saya dulunya tidak tahu pertanyaan itu dapat menyinggung beliau," tambahku. 

Sangat penting untuk mengakui dan memvalidasi perasaan yang hadir di dalam diriku ini meskipun saat itu memang akulah pihak yang bersalah. Jangan sampai diriku sendiri menghakimi perasaan yang hadir di dalam hatiku. Psikolog adalah orang yang tepat untuk menceritakan apapun perasaan kita. Aku harus berterus-terang mengenai apa yang kualami, jangan khawatir akan dianggap menyalahkan Papah seperti selama ini. 

"Itu kejadiannya kapan?" tanya psikolog. 

"Waktu saya kelas lima SD usia jalan sebelas tahun, udah 15 tahun yang lalu tapi masih sulit untuk lupain," jawabku. 

"Untuk pertanyaan usia segitu, semestinya dijawab dengan kalimat seperti ini, 'Adikmu itu kan dilahirkan oleh Mamahmu jadinya semua orang sedih. Kalau kelinci kan dilahirkan oleh ibunya kelinci, jadi yang sedih itu ya si ibu kelinci itu sendiri', " tanggap beliau, "Walaupun ayahmu juga merasa janggal dengan pertanyaan itu, karena hampir semua orang tidak merasakan kesedihan yang sama besar seperti itu untuk hewan, " beliau melanjutkan perkataannya.

Aku harus menyampaikan kepada almarhum Papah lewat surat imajiner tentang jawaban psikolog tadi. Saat itu aku berekspektasi dulu beliau akan memberikan jawaban yang sesuai dengan usiaku, tetapi dengan tepat. Wawasannya ayahku begitu luas, beliau mampu menjawab pertanyaan sesuai dengan usia penanya tetapi tetap memenuhi kebutuhan informasi. Tidak akan pernah beliau menjawab dengan asal-asalan seperti kebanyakan orang yang aku pernah tanyai, bahkan hingga akhir hayatnya. 

Mungkin insiden ini sulit untuk dilupakan dan aku terus menerus dihantui rasa bersalah karena aku terus merasa insecure akibat terjadinya insiden tersebut. Apa yang membuatku insecure? Karena aku merasa bodoh telah menanyakan hal yang paling ganjil sedunia dan juga merasa lemah karena tidak dapat mengubah salah pahamnya orang-orang atas diriku. Persepsi orang lain atas diri kita tidak dapat kita kendalikan, tetapi persepsi kita sendirilah yang dapat dikendalikan dan jangan malah jadi persepsi yang salah atas kita itulah yang selalu menakut-nakuti kita. 

Aku memang agak aneh, tetapi tidak pernah gagal dalam diriku ini menghadirkan rasa sayang untuk anggota keluarga sendiri. 

Faktor lainnya yang membuat insiden ini terus berlanjutan membuatku sedih adalah sebuah kekecewaan karena ekspektasiku yang bertolak belakang dengan realitanya. Aku sudah mengira Papah akan menjawab pertanyaan itu sesuai dengan usiaku, tetapi jitu untuk membuatku paham. Pertanyaan itu bukan hanya tak terjawab, tapi juga dibalas dengan kemarahan beliau yang sama sekali tidak kuduga. Biar adil, aku juga di sini salah dalam merangkai kata menjadi kalimat sehingga terjadilah sebuah miskomunikasi di antara kami. 

Miskomunikasi itu melahirkan kesalahpahaman orang-orang sekitarku atas diriku. Bahkan Mamah juga salah paham soal diriku, apalagi beliau bukan saksi mata dan hanya mengetahui insiden itu lewat curhatanku! Mereka menyangka aku mengalami keterlambatan empati karena dikiranya lebih kehilangan kelinci daripada adik kandung sendiri. Aku jangan sampai melabeli diriku seperti itu juga, untuk menghilangkan insecurity ini persepsi begitu tentang diriku harus diubah. 

Psikolog yang sebelumnya pernah berkata bahwa aku punya sudut pandang yang berbeda dengan orang kebanyakan. Inilah hal yang sering memicu orang lain salah pahami aku. Kadang aku berpikir, jangan-jangan sebenarnya karena pernah terluka oleh sebuah kehilangan yang besar, maka kehilangan yang kecil juga terasa sama menyakitkan. Selama ini persepsiku sering mengatakan aku ini bodoh, ini harus diubah dengan usaha yang kuat! 💪

No comments:

Post a Comment

Ubahlah Persepsi Atas Diri Sendiri!

Catatan 12 Januari 2024 Setelah aku konsultasi dengan psikiater pada akhir Desember tahun kemarin, hari ini aku akan lanjut ke sesi ketiga t...