Happy Late New Year!
Nggak kerasa ya, udah hampir seminggu kita di tahun baru 2023 ini. Karena sekarang udah mulai skripsian, jadinya aku udah nggak terlalu aktif lagi di sini. Buntu ide aku tuh karena mikirin tugas kuliah! Namun, menjelang tidur atau ketika lagi rebahan, banyak pikiran yang muncul.
Rasanya sayang jika pikiranku itu hanya melayang tidak karuan. Akan jauh lebih baik jika jadi konten blog. Anehnya, pas begitu aku buka blog ini, eh malah menguap idenya. Tapi kalo pas gabut lagi, pasti penuh lagi kepalaku!
Belakangan kan lagi rame tuh istilah "stunting". Istilah tersebut ternyata ada saatnya bikin aku overthinking!
Ini nih yang bikin aku terus overthinking: mental stunting! Yang bisa stunting bukan cuma tinggi badan aja, tapi juga mental. Jadi, mentalnya tidak ikut mendewasa bersama dengan tubuhnya. Ternyata aku ini penderita jenis yang kedua ini.
Pas akhir Desember 2022 lalu, Mamah pernah bilang, "Kayaknya kamu itu mentally stunted di usia kelas V!"
Omongan ortuku itu ternyata matched dengan omongan adik aku yang besar!
Kalo versi dia, kayak gini :
"Teteh itu mentally stunted di sekitar periode 2008-2012!"
Perkataan adik terbesarku ini pernah aku ceritain di postingan aku yang ini.
Pada tahun 2008 itu, aku naik ke kelas lima. Jadi omongan mereka berdua itu cocok. Kira-kira beberapa hari setelah Mamah ngomong itu, aku cari tau apa sih penyebabnya mental stunting itu? Baru searching sebentar, udah ketemu sekitar tiga artikel tentang kelainan psikologis itu.
Hampir semua artikel yang ditemukan itu, mengaitkannya dengan trauma yang dialami oleh penderita.
Menurut beberapa artikel yang ketemu itu tadi, kelainan psikologis ini menahan mental penderitanya di masa ketika dia mengalami sebuah trauma. Jika mental aku ini seperti anak kelas V, padahal aku ketika menulis ini sudah berumur duapuluh lima, berarti ada kemungkinan mengalami sebuah trauma ketika aku duduk di kelas tersebut. Pada saat-saat itu, memang banyak terjadi hal yang luar biasa, tetapi masih tidak yakin apa yang membuatku trauma. Curiganya sih, soal Insiden Kelinci yang memang terjadi pada tahun kelimaku di SD, tapi nggak berani deh cerita soal kecurigaan ini ke Mamah karena belum pasti kebenarannya.
Juga, aku takut malah jadi seperti yang menyalahkan almarhum Papah, padahal emang akunya yang salah. Terlepas dari siapapun yang berbuat kesalahan pada insiden tersebut, waktu terjadinya memang di saat aku hampir dua bulan menjadi siswi kelas lima. Supaya lebih yakin apa kejadian yang bikin aku mengalami stunting secara mental, sebaiknya langsung ke psikiater saja. Karena, pengalamanku ke psikolog belum terlalu kelihatan hasilnya.
Menurut Mamah, bisa juga bukan karena peristiwa traumatis, tapi peristiwa luar biasa lainnya. Misalnya, pengalamanku merasakan first crush. Memang, tahun itu aku baru pertama kalinya merhatiin cowok, yang sayangnya doi ini tukang bully. Namun, perasaan itu nggak langsung ada saat itu juga, karena baru muncul pas kami udah pisah kelas di tahun berikutnya di Sekolah Dasar.
Setahun sebelum aku jadi murid kelas lima, aku ini di-bully intens sama classmate Nadia Regyna Nusivera! Valid no debat bahwa pengalaman menjadi korban bullying ini pastinya termasuk dalam kategori peristiwa traumatis! Nadia ini emang jahatnya nggak ada lawan, baik dari sekolah jaman SD maupun tingkat-tingkat selanjutnya. Namun, masih belum dapat dipastikan pula bahwa memang dia the true culprit dari soal mental stunting aku ini.
Lantas, bagaimana cara mengatasinya? Kuharap sebelum berobat ke tenaga ahli, aku sudah bisa mengobati diriku sendiri. Nanti aku baca-baca lagi deh artikel yang muncul di Mbah Google. Waktu itu bacanya belum tuntas karena lagi nungguin hasil ngeprint tugas poster di percetakan.
Semoga di tahun baru ini lebih glowing up, terutama secara mental.
No comments:
Post a Comment