Sunday, June 27, 2021

The Missing Note (Catatan yang Hilang)

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi/siang/sore/malam. Lama juga ya aku kena writer's block. Artinya, aku tetiba males or gada keinginan buat nulis/ngetik postingan baru di sini.

Ini masih bagian dari "Jurnal Ramadhan Sang Pengelana Naif". Di sini aku mau mengubah format diary aku selama bulan puasa yang tadinya tulisan tangan menjadi ketikan blog. Postingan terakhir itu catatan tanggal 28 April 2021 lalu. Begitu aku buka buku harianku, voila, tidak ada catatan tanggal 29!

Inilah yang bikin bingung buat melanjutkan, makanya kena writer's block. Untung aku segera balik lagi, karena aku ingat akan keinginanku jadiin catatan ini sebagai buku terbit. Kalau belum bisa punya buku solo berupa novel karya sendiri, pengennya bikin buku tentang kisah hidup sendiri yang "eksotis". Jarang dengar khan ada orang bersikap eksentrik yang membagikan pengalaman sikap anehnya sendiri?

Meskipun ketika tanggal 29 itu aku tidak menuliskan apa", setidaknya ada hal yang aku pikirkan saat itu. Sepertinya aku masih ingat apa saja yang waktu itu malang melintang di otak, karena aku punya kebiasaan mengingat terus hal yang sama dalam waktu yang lama. Makanya diduga punya OCD (Obsessive Compulsive Disorder). Jadi, mau nulis apa hari ini?

Oke, cekidot! 

Catatan 29 April 2021

Rasanya ketagihan deh bukber di masjid terdekat dari rumah! Bikin salat Magrib, Isya, dan Tarawih aman! Gambar "Dark Seymour" yang aku buat kemarin lusa itu masih saja aku nikmati. FYI, arti dari "kemarin lusa" adalah dua hari yang lalu, Sam seperti kata "lusa" yang artinya dua hari yang akan datang.

Sudah tiga hari nih umur gambar salah satu karakter kartun yang kubuat sendiri dalam wajah baru. Dasar perfeksionis, ada saja hal yang membuatku masih belum puas dengan penampilannya. Wajar sih, itu khan baru pertama kali banget gambar itu karakter. Kalau sedang berkunjung ke "Wiki" atau "Fandom", biasanya ada gambar desain awal dari suatu karakter kartun atau animasi yang bisa jadi malah beda bat dengan versi yang kita kenal! 

Poe De Spell, tokoh dari Duck Tales 2017 yang menjadi inspirasi untuk Dark Seymour itu saja sudah pernah beberapa kali mengalami revisi. Tokoh kartun yang kita kenal sekarang itu, misalnya Spongebob, adalah versi finalnya, versi yang sudah paling banyak diperbaiki. Bukan hanya Dark Seymour saja yang ingin kuperbaiki penampilannya, tapi juga Frank Wynn sang kakak. Begitulah perjuangan sang pencipta karakter novel atau komik, harus banyak meningkatkan kualitas karyanya, bukan hanya diri sendiri saja, agar menjadi karakter yang menarique bagi pembacanya.

Selain memikirkan tokoh fiksi, baik tokoh yang sudah mendunia maupun yang masih kukembangkan, aku juga sering terpikir soal rasa malu akan pikiran-pikiran yang lebih aneh. Ini sudah kesekian kalinya dikatakan, julukanku adalah "Pengelana Naif" yang disebabkan seringnya timbul pikiran tidak logis akibat acapkali berkelana tidak tentu arah. Paling seringnya sih pikiran aneh itu muncul dalam bentuk "membandingkan antara dua hal yang tidak ada hubungannya". Insiden kelinci itu adalah salah satu kasus akibat pikiranku yang biasa membandingkan seperti itu dan peristiwa itu adalah kasus yang paling parah dan kontroversial dari keseluruhan hidupku. 

Pikiran liarku itu sebenarnya sudah tumbuh bibitnya sejak aku masih TK, tetapi baru timbul keluar sejak "insiden kelinci" tersebut. Entah mengapa bisa kepikiran soal membandingkan seperti itu, bahkan pikiran seperti itu timbul secara refleks di kepala saja tanpa kuinginkan sama sekali. Kalau kuberitahu apa saja hal-hal yang aku perbandingkan, rasanya terlalu malu karena terlalu tidak masuk akal alias absurd. Terlalu banyak pula jika diperinci satu persatu, akan tetapi dalam catatan ini akan kuberikan satu contoh yang paling lite atau "ringan" di sini.

Pada saat aku masuk SD kelas 1B tahun 2004, umurku tujuh tahun kurang beberapa bulan lagi. Ketika aku sudah mulai mengenal seluruh teman sekelasku, sifat anehku ini mulai muncul. Aku membandingkan sifat teman cowokku Fad yang keras dan galak dengan teman cowok lainnya berinisial Haf yang lemah lembut dan sabar! Sampai di sini masih terasa normal-normal saja, hingga terjadilah plot twist yang entah mengejutkan atau malah konyol.

Fad, jika berbicara suaranya lantang dan tidak ada malu-malu menyuarakan isi pikirannya, termasuk ketertarikannya pada pocong pada saat kami kelas V. Sebaliknya, Haf ketika ngomong itu suaranya pelan sekali juga banyak diamnya ketimbang bersuaranya, sampai-sampai sulit diterka kesukaannya apa.

Padahal kedua teman sekelasku itu sangat kontras sifatnya, entah mengapa aku malah merasa mereka berdua seperti terdapat keterkaitan! Wajah mereka juga sangat berbeda, tidak ada miripnya samsek. Soal yang lain, seperti tinggi badan, postur, atau body type, mereka berdua hampir sama seperti mayoritas anak-anak cowok lainnya di angkatanku. Namun, mengapa dua ikhwan itu yang aku bandingkan, hingga kini belum juga kutemukan alasan yang masuk akal! 

Buat yang belum paham apa yang kumaksudkan dengan "menyamakan" Fad dan Haf, tahan ya jangan sampai jantungan! Aku pada saat baru mengenal mereka berdua, sempat tertukar tentang mereka! Sepertinya yang menyebabkanku mengasosiasikan dua teman dengan kepribadian bertolak belakang itu karena saat aku baru pertama mengenal mereka, keduanya duduk satu bangku. Itu sih dugaanku yang paling logis, ya, akan munculnya salah satu bentuk perbandingan yang aneh di kepalaku, meskipun bukan yang paling parah.

Siapa saja yang tahu akan hal ini? Hingga kutulis catatan ini, nyaris tidak ada yang mengetahuinya. Pernah aku menceritakan tentang asosiasi dua teman sekelas ini kepada Mama dan reaksi beliau oke-oke saja. Kusimpan sendiri pikiran aneh ini selama lebih dari sepuluh tahun lamanya, karena pastinya mereka berdua yang jelas-jelas hanya teman sekolah bukan saudara, tidak akan terima jika sampai tahu mereka dikait-kaitkan secara irasional, terutama Fad yang memang orangnya emosian! Penting untuk diingat, pikiranku yang biasa menyangkut-pautkan dua hal yang tidak beririsan sama sekali ini muncul sendiri, SAMA SEKALI TIDAK KUINGINKAN! 

Eits, meskipun aku penikmat manga dan anime juga kartun amrik, jangan suuzhann ya dengan kisahku ini! Umurku yang pada tahun itu masih di bawah sepuluh tahun mana tahu genre kisah begituan. Tidak, maksudku sama sekali bukan ke sana, apalagi itu jelas adalah sesuatu yang dilarang oleh agama dan tidak taat pada kodratnya. Ini lebih ke soal pernah dilanda kebingungan menganggap mereka adalah orang yang sama, padahal individu yang berbeda. 

Oke, singkat saja catatan hari ini. Makanya waktu itu tidak mencatat apa" juga karena hampir tidak ada pengalaman yang menarik. Wajar, masa pandemi membuat semua orang harus di rumah saja. Berjamaah di masjid sekalipun masih ada resiko ketularan. Semoga aku dan seluruh keluargaku masih dapat bertemu lagi dengan Ramadhan tahun depan, aamiin!

Bandung, 27 Juni 2021

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Friday, June 18, 2021

Pengalaman Terunik di Bulan Puasa Tahun 2007

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi/siang/sore/malam. Di sini aku mungkin akan flashback lagi, tetapi kucoba membahas momen-momen bulan puasa pada tahun yang lainnya. Tetapi aku tidak akan membahas bulan puasa pada tahun 2006 ke bawah, karena saat itu aku belum terlalu peka terhadap sekeliling, sehingga hampir tidak ada momen berkesan yang kuingat dari periode tersebut.

Catatan 28 April 2021

Mengapa, sih, yang dibahas terus saja mengenai bulan puasa tahun 2008? Bagaimana dengan tahun-tahun lainnya? Untuk catatan hari ini, aku akan mengambil tema bulan puasa tahun 2007. Itu adalah ketika aku duduk di kelas IV, satu tahun sebelum insiden kelinci itu terjadi.

Bulan puasa tahun tersebut usiaku hampir sepuluh tahun. Pada bulan ini, sebenarnya jauh lebih sedikit momen yang kuanggap memorable daripada tahun setelahnya. Namun, bukan berarti sama sekali tidak ada peristiwa yang kuanggap berkesan di tahun tersebut. Walaupun memang tidak ada yang impact-nya sama besarnya dengan insiden kelinci itu.

Sambil ngabuburit, pada suatu pagi aku dan adikku Irsyad menonton Doraemon The Movie episode "Kerajaan Awan". Tiba-tiba saja, layarnya berubah menampakkan adegan di mana Spongebob Squarepants sedang bersiap untuk loncat indah dari papan loncat!

"Lho, kok ada Spongebob? Kan tadi film Doraemon!" seruku heran.

Kutonton terus potongan adegan dari Spongebob episode "The Fry Cook Games" itu. Hal yang membuat keadaan semakin aneh, saluran yang menayangkan film yang kami tonton itu bukan saluran yang menayangkan kartun dengan tokoh utama spons laut kuning persegi itu! Setelah kucermati, tadi tokoh kartun yang paling populer itu juga berbicara dalam Bahasa Inggris, yang artinya potongan adegan tersebut juga belum di-dubbing! Pagi-pagi di bulan puasa tahun ini baru kulihat fenomena seaneh itu!

Irsyad cenderung terdiam. Dia mungkin lebih suka mengikuti terus apa yang terjadi tanpa ada pertanyaan. Aku pun begitu, setelah mencoba menerka-nerka jawabannya dari adegan Spongebob dadakan itu yang ternyata tidak segera kutemukan jawabannya. Setelah si pemakai celana kotak itu berhasil meloncat ke atas mangkuk besar berisi cokelat cair, mendadak cokelat cair tersebut digambarkan dalam bentuk animasi 3D, waduh jelas ini bukan tayangan episode biasa!

Oalah, ternyata cuma iklan es krim Spongebob. Iklan tersebut adalah iklan yang ditampilkan paling awal dari serentetan iklan yang tayang selama jeda iklan. Apakah iklan es krim tersebut adalah tayang perdana di televisi atau bukan, aku tidak tahu pasti. Yang jelas, itu adalah pertama kalinya aku melihat iklan tersebut dan juga pada tahun tersebut adalah pertama kalinya di Indonesia terdapat produk makanan yang konsepnya menggunakan tokoh kartun, setelah es krim Woody Woodpecker (bagi yang belum kenalan sama tokoh itu, dia bukan si koboi dari Toy Story, ya!) pada tahun 70an, jaman Papah dan Mamah kecil. 

Mengingat situasinya seperti itu, jelaslah awalnya aku kaget ketika melihat iklan produk makanan beku tersebut. Apalagi ditaruhnya di paling pertama jeda iklan setelah sebelumnya kami sedang menonton acara kartun lainnya. Jadinya tidak langsung aware bahwa itu adalah iklan saja, bukan kepindahan saluran tayang acara kartun yang kepopulerannya menyaingi Doraemon itu. Ditambah dengan ketiga anak yang membintangi iklan tersebut mengenakan pakaian renang untuk menyesuaikan dengan tema laut serial kartun Spongebob Squarepants, semakin lain daripada yang lain saja konsep iklan yang saat itu masih baru itu! 

Seumur hidupku, aku baru pertama kali itu melihat konsep iklan yang begitu out of the box. Itu karena konsep produknya juga unik, merupakan es krim pertama yang merupakan merchandise dari tokoh kartun setelah 30 tahun sejak es krim Woody Woodpecker itu tadi. Selama ini merchandise hanya seputar barang yang dipakai sehari-hari atau mainan saja. Ketika aku masih kelas I SD saja pada tahun 2004, bahkan Spongebob belum beken.

Kita kembali ke bulan puasa tahun ini, tahun 2021, 14 tahun kemudian! Alhamdulillah, aku berhasil mengikuti buka puasa di masjid lagi. Tarawih juga jalan terus. Dari dua anak perempuan dan satu anak lelakinya yang menjadi bintang iklan es krim Spongebob itu, aku terpikir untuk menjadikan mereka bertiga sebagai tokoh dari cerita yang kutulis, entah sebagai tokoh baru untuk cerita yang sudah ada atau judul cerita baru lagi. 

Iklan ini dapat ditonton di sini, hitung-hitung nostalgia : Iklan es krim Spongebob Squarepants yang paling pertama


Bandung, 18 Juni 2021

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 

Thursday, June 17, 2021

Penampilan Baru Untuk Karakterku yang Kurang Kuceritakan

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi/siang/sore/malam. Waktunya kembali mengerjakan satu hobiku selain menulis, yaitu menggambar! Kebetulan, aku juga ingin memberi penampilan baru untuk tokoh ciptaanku yang selama ini agak terbengkalai. 

Catatan 26 April 2021

Coba saja kalau Dr. Heinz Doofenshmirtz dari serial kartun Phineas and Ferb adalah manusia real, pasti dia akan cemburu karena aku mulai menaruh perhatian pada Poe De Spell kemarin. Tuh, kan, pikiranku mulai berkelana lagi. Sebenarnya, istilah populer untuk aktivitas ini adalah Halu. Halu ini tidak usah terlalu dicemaskan, asalkan menghasilkan output yang positif dan bermanfaat.

Rasanya satisfying membayangkan Heinz Doofenshmirtz yang kesal. Lalu Frank Wynn tokoh ciptaanku yang agak terabaikan ketika aku mulai menyukai Heinz berkata, "Bagaimana rasanya sekarang?" Eh, itu dialognya Poe De Spell dalam satu episode Duck Tales serial versi classic ketika kakaknya, Mimi Hitam ikut berubah menjadi seekor gagak seperti dia. Seri animasi ini dan juga Poe, tokoh kesukaanku yang baru ini ada unsur nostalgianya, lho!

Sekitar tahun 2003-2004, aku dan adikku Irsyad biasa menonton VCD Duck Tales, tentu saja serial yang belum di-reboot (ingat, ini VCD, bukan DVD). Rasanya rindu di saat belum mengenal smartphone. Itu adalah tahun peralihan aku dari bangku TK sampai masuk kelas 1 SD. Aku juga rindu dengan banyaknya acara kartun di televisi nasional, sehingga asupan ide untuk menggambar rasanya tiada habisnya saat itu.

Tetapi hampir 20 (duapuluh) tahun setelahnya, sebenarnya masih bisa mendapatkan ide dari acara kartun di usiaku yang sudah tentunya bukan anak-anak lagi. Malahan dengan adanya smartphone, alias ponsel pintar, akses acara baik yang jadoel maupun yang kekinian semuanya bisa dijabanin! Ide untuk menggambar dan juga menulis seharusnya semakin lancar. Terbukti dengan mencari tentang "Dr. Doofenshmirtz versi bebek" kemarin, datanglah ide baru di kepalaku untuk memperbarui kisah tentang Seymour, adiknya Frank Wynn tokoh ciptaanku.

Di sini aku menggambar Seymour Wynn dalam penampilan jahatnya yang diinspirasi Poe De Spell, lengkap dengan kulit kehijauannya. Kalau penampilan normalnya, warna kulitnya sedang, tidak terlalu gelap dan tidak terlalu putih. Selama ini aku hanya menggambar Seymour dalam penampilan yang umum-umum saja. Waktunya keluar dari comfort zone, artinya "zona nyaman" atau PW!

Mulai hari ini, aku berbuka di masjid terdekat dari rumah. Seumur hidup baru kali ini aku merasakan makan takjil gratis di masjid. Rupanya anak-anak tetangga yang tinggal di sekitar rumahku juga hadir dalam acara ini! Mereka selalu senang jika aku baru saja launching karya gambar baru, gambar tersebut kubuat sehabis salat Ashar tadi di lantai kedua masjid yang memang nyaris tidak ada orang.

Kutanya mereka sambil menunjukkan gambar Seymour dalam versi jahat yang kuberi nama "Dark Seymour". 

"Ada yang aneh tidak dengan gambar ini?" tanyaku menguji seberapa peka mereka dengan keanehannya pakaian Seymour.

"Tidak ada yang aneh, ah," jawab mereka.

"Yakin?" Aku mulai tersenyum penuh arti.

"Oh, itu kulitnya hijau." Tunjuk salah satu dari mereka.

"Yaaa, itu bisa menjadi jawaban yang benar," kataku sambil memutar kedua bola mataku dan tersenyum kepada mereka. Ini bukan untuk bersikap sarkasme, ya! Karena memang benar tokoh yang kugambar itu tidak berpenampilan layaknya manusia yang normal. Mereka tidak salah menjawab juga.

Hingga salat tarawih, aku standby di masjid. Tidak lupa memakai masker dan menjaga jarak. Untuk besok, aku berencana akan berbuka lagi di masjid tersebut agar tidak perlu repot-repot bersiap ke masjid malam-malam untuk tarawihan. Mama juga tidak khawatir karena aku tidak mungkin pergi jauh-jauh karena memang tidak ada kepentingannya.

Bandung, 18 Juni 2021

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Apakah Sudah Waktunya Untuk Move On?

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi/siang/sore/malam. Waktunya kembali ke jati diriku sebagai penikmat acara kartun atau animasi! Kalau membahas atau menonton karakter-karakter 2 dimensi ini, sering aku dihinggapi rasa minder karena ingat umurku yang sudah kuliah. 

Blog ini rasanya terus diisi hal-hal yang berat selama belakangan ini. Selama empat hari berturut-turut! Kalau lihat judulnya, pasti banyak orang akan tercuri perhatiannya. Kapan sih topik "move on" tidak populer?

Catatan 25 April 2021

Yaps, untuk catatan hari ini biarlah aku tidak membahas yang berat-berat dahulu. Ini adalah sedikit pengalaman baruku tentang kartun. Aku ingin segera dapat move on dari rasa bersalahku akibat insiden kelinci itu. Berawal dari banyaknya meme tentang "versi bebek" dalam serial kartun Duck Tales dari tokoh kesukaanku, Dr. Doofenshmirtz. Mungkin tidak banyak yang mengenal kartun Duck Tales, tapi kalau kuberitahu "kartun tentang Gober Bebek dan Mimi Hitam" pasti banyak yang ber-ooh mulutnya.

Tentu saja yang kumaksudkan ini adalah Duck Tales versi reboot atau remake tahun 2017. Karena pada versi aslinya yang orang banyak tahu yang dibuat tepat 30 tahun sebelumnya, tokoh kesukaanku Dr. Doofenshmirtz dari kartun Phineas and Ferb belum ada. Begitu juga dengan kartun dari mana dia asalnya. Dalam Duck Tales reboot ini, ternyata memang terdapat satu tokoh yang diinspirasi dari Dr. Doofenshmirtz! 

Kukira Dr. Doof versi bebek ini hanya fanmade saja, alias karakter tidak resmi dan hanya ciptaan orang biasa, bukan kreator aslinya. Dugaanku ternyata salah, apakah salah biasa atau salah besar, aku tidak tahu pasti ya. Nama tokoh yang memiliki penampilan seperti tokoh kesukaanku yang absurd itu adalah Dr. Atmoz Fear. Selama ini kukira tokoh itu hanya dibuat oleh seorang fan yang penasaran bagaimana jika Dr. Doof berubah menjadi karakter Duck Tales! 

Zaman sekarang para fan dari kartun itu kreatif-kreatif, jadi kadang agak sulit membedakan antara mana tokoh asli dan mana yang fanmade (karya mereka sebagai fan). Jadi wajib cross check. Bicara tentang kreativitas, sebenarnya karya mereka itu lahir dari pemikiran yang liar dan aneh. Bahkan absurd!

"Teteh itu sering punya pemikiran yang aneh itu sebenarnya kreativitasnya tinggi. Kalau saja dijadikan karya, pastinya akan bagus hasilnya," ucap Mama sejak aku duduk di kelas V, saat aku berusia sebelas tahun. Karena memang tahun tersebut sedang terjadi "ledakan kegilaan", jadi aku semakin terlihat keanehannya dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Insiden kelinci itu juga berangkat dari pemikiranku yang aneh. Pemikiran yang terlalu liar. Isi pikiranku sering berkelana ke mana-mana. Oleh karena itu, aku menyebut diriku adalah "pengelana."

Kembali ke tentang kartun kesukaanku. Para kreator animasi yang sesungguhnya jelas tidak kalah keren imajinasinya dengan penggemar acara yang mereka buat. Para desainer karakter untuk Duck Tales versi reboot ini memang lebih kreatif daripada yang versi original-nya. Mereka berhasil menciptakan tokoh yang membuatku terkesan karena tingginya imajinasi mereka yang ide mereka yang tidak biasa. 

Twist dari pengalamanku hari ini, tokoh yang berhasil merebut hatiku, eh, rasa tertarikku, bukannya Dr. Atmoz Fear yang sengaja dimiripkan dengan tokoh berpenampilan aneh yang kusukai itu! Memang sih jika sudah dijadikan bentuk bebek, dia tidak kelihatan terlalu absurd wajahnya seperti ketika masih menjadi manusia. Walaupun begitu, aku malah berakhir memilih tokoh yang sama sekali berbeda dengan Dr. Atmoz Fear maupun Dr. Doofenshmirtz. Jika sedang hepi, aku pasti akan terus membahas dunia animasi, dunia yang akan terus kudalami untuk pekerjaanku ke depannya. 

Ketika sedang searching nama dari tokoh bebek mirip Dr. Doofenshmirtz itu, aku malah menemukan juga satu tokoh lainnya yang berpenampilan lebih unik dan juga lebih elegan. Begitu nama untuk "Doofenshmirtz jadi bebek" telah ditemukan, aku malah jadi tertarik dengan Poe De Spell tokoh dari acara kartun yang sama. Poe adalah adiknya Magica De Spell, kalau orang kita (orang Indonesia) menyebutnya "Mimi Hitam". Untuk yang biasa baca Majalah Donal Bebek pasti tahu tokoh antagonis perempuan yang biasa berpakaian hitam-hitam itu, begitu juga dengan warna rambutnya yang mengkilap.

Pada cerita aslinya, sebenarnya tokoh Poe De Spell ini hadir juga. Hanya saja mungkin agak terlupakan, karena dalam Duck Tales versi classic alias yang original, dia dikutuk menjadi seekor burung gagak peliharaannya Mimi Hitam. Untuk adaptasi ke dalam versi barunya, Poe De Spell dibuatkan wujud "manusia" (sebenarnya bebek, bukan benar-benar orang). Apakah ini sudah waktunya untuk move on dari tokoh Dr. Doofenshmirtz?

Dengan keeleganan pakaian Poe De Spell yang memiliki aesthetic sama dengan kakak perempuannya, aku batal tertarik dengan Dr. Atmoz Fear yang mirip dengan Dr. Heinz Doofenshmirtz tadi! Oh, apakah aku belum menyebutkan kalau desain pakaian Poe ini juga tidak terlalu biasa, kalau bahasa kerennya adalah "antimainstream"? Hanya mengenakan pakaian elegan saja sih bagiku belum cukup menarik perhatianku. Poe ini bebek paling unik yang pernah aku tahu, walaupun sepintas pakaiannya itu terlihat biasa saja karena dia memakai setelan jas hitam. 

Hijau adalah warna kulit/ bulunya, sama seperti versi baru Mimi Hitam atau Magica De Spell. Warna itu menjadi keunikan mereka yang lain. Orang yang baru melihatnya akan mengira Poe memakai sabuk hijau di pinggangnya, padahal itu adalah bagian yang terbuka. Hmm, aku jadi terinspirasi untuk membuat tokoh yang mirip kakak-beradik De Spell itu, tapi tentu saja tokoh yang akan kubuat ini bukan bebek!

Tokoh yang akan kubuat ini bukan seratus persen tokoh baru sebenarnya, melainkan wujud atau penampilan baru dari tokoh ciptaanku yang sudah ada sebelumnya. Inginnya sih semua tokoh ciptaanku untuk karya novel yang sedang kugarap ini masing-masing punya kesempatan untuk berubah menjadi jahat. Entah perubahannya sementara atau tetap, itu urusan belakangan saja. Kira-kira tokoh yang akan mendapatkan penampilan baru seperti Poe De Spell tadi adalah Seymour Wynn, adiknya Frank Wynn tokoh yang telah kuciptakan sejak duduk di bangku kelas XII pada pertengahan 2015 lalu. 

Seymour Wynn sendiri sudah kuciptakan sejak tahun 2017, dua tahun dari terciptanya sang kakak. Itu adalah tahun keduaku sebagai mahasiswi DKV. Sejak tahun tersebut, aku sadar Seymour ini sangat jarang aku kembangkan karakternya. Jadi, selama empat tahun sejak "kelahirannya", baru sekarang ini di bulan Ramadhan 2021 M atau 1442 H dia mendapatkan pengubahan! 

Akhirnya catatan jurnalku ini tidak lagi berisi flashback terus. Walaupun tidak terjadi pengalaman besar, setidaknya aku menulis yang benar-benar terjadi pada hari ini. Saking minimnya pengalaman menarik di hari-hari puasaku, pikiranku malah keseringan berkelana kembali ke masa-masa silam, meski tidak selalu merupakan masa yang indah. Biasanya aku selalu menyukai tokoh manusia, ini adalah waktunya keluar dari "zona nyaman" dan pengalaman yang baruku ini juga mendatangkan ide anyar! 

Aku coba menggambar lagi tokoh Seymour yang sangat jarang aku gambar. Plus mungkin gaya rambutnya kuberi pengubahan sedikit, karena aku lupa-lupa ingat gaya rambutnya yang sebelumnya. Ini adalah wujud normalnya, belum kuberi penampilan yang mirip dengan Poe De Spell.

Bandung, 18 Juni 2021

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kepikiran Lagi Karena Berita Komentar Negatif Soal Kapal Selam

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi/siang/sore/malam. Di sini aku bukannya ingin membuka kembali luka dan duka lama bagi seluruh Tanah Air kita ya. Aku hanya ingin memberikan tanggapan atas orang yang membuat miris di saat musibah terjadi.

Catatan 27 April 2021

Kemarin terjadi sebuah kabar duka, yaitu kapal selam milik tentara dalam negeri yang tenggelam dan terbelah menjadi tiga bagian yang terpisah letaknya. Musibah negara ini sayangnya malah dilontari komentar-komentar yang tidak sopan. Pelakunya juga bukan hanya satu orang!

Musibah tenggelamnya kapal selam Nanggala 402 kemarin ternyata tidak semua orang menyikapinya dengan baik. Ada saja orang yang malah menjadikan musibah ini sebagai bahan candaan, bercandanya tidak senonoh pula. Terdapat lebih dari satu pelaku kasus seperti ini, di tempat yang berbeda. Satu orang pelaku mengatakan FB nya dibajak ketika sebuah komentar kotor mengenai korban Nanggala yang mengatasnamakan dirinya muncul, tetapi ada pula orang lainnya yang memang benar melakukannya dan dia tidak tahu bahwa perkataannya dapat membuat orang lain tersinggung!

Tentang pelaku yang kedua, aku tidak berani menilai dia hanya berdalih saja (kalau pelaku yang pertama memang mudah untuk dipercaya pengakuannya). Memang rasanya pasti kaget bagi siapapun jika menemukan adanya orang yang tidak dapat merasakan kesedihan  ketika kapal selam tersebut dikabarkan tenggelam. Perkataannya yang tidak mengandung empati seperti itu memang tidak dapat dibenarkan, akan tetapi bagaimana jika dia memang benar selama seumur hidupnya baru mengetahui bahwa ucapannya sama sekali bukan hal yang baik? Menurut analisisku, bisa jadi dia tinggal di lingkungan yang semua orang di dalamnya sering melontarkan lelucon macam begitu, sehingga dia tidak dapat lagi membedakan mana ucapan yang benar dan mana yang salah. 

Di sini aku bukannya membela orang yang berbicara kotor tentang keluarganya para angkatan laut yang berpatroli abadi itu. Namun, lebih berkaca kepada pengalamanku sendiri.

Suatu pagi di bulan November 2008 (aku ingat bulannya karena ini terjadi dua bulan setelah insiden kelinci itu), Papa memergokiku mengeluarkan air mata–tetapi tanpa isakan–ketika beliau hendak membangunkanku untuk pergi ke sekolah.

"Teteh kenapa menangis?" tanya beliau kaget kepadaku. Aku adalah anak perempuan satu-satunya yang juga anak sulung, jadi aku dipanggil dengan sebutan "Teteh". 

"Aku masih sedih karena peristiwa hari pertama bulan puasa waktu itu," jawabku di tengah sembapnya mataku.

"Lho, itu kan terjadinya sudah dua bulan yang lalu?" tanya Papa lagi karena heran.

"Habisnya aku benar-benar kaget, sama sekali tidak menyangka Papa akan marah karena hal itu." Aku berbicara dengan hidung yang mampat karena air mata.

"Teh, tahu tidak kalau bertanya seperti itu adalah tidak etis?" kata Papa dengan nada serius, tetapi tidak meninggi.

Aku yang saat itu baru satu bulan berusia sebelas tahun, baru pertama kalinya mendengar kosa kata "etis". Kalau etika atau etiket, setidaknya sudah beberapa kali mendengarnya. 

"Tidak etis itu apa, Pa?" Aku balik bertanya dengan polosnya.

"Ya, semacam tidak sopan begitulah," tutur beliau.

"Mengapa tidak etis, ya, Pa?" tanyaku lagi. Sumpah, sejak insiden tersebut, hidupku serasa dihujani serentetan hal-hal yang bias.

"Orangtua yang kehilangan anak sendiri, tentunya terlalu sedih dan tersinggung jika peristiwa meninggalnya anak dibandingkan dengan matinya hewan," jawab Papa serius. Nada suara beliau tetap terjaga agar tetap rendah. Tidak menjadi bentakan.

Dheg! 

Seketika tubuhku membeku. Punggungku serasa disiram air es. Kepalaku mati rasa. Pertanyaan yang kuajukan itu hanyalah rasa keingintahuanku tentang topik kematian, yang ternyata malah menjadi sesuatu hal yang menyinggung perasaan orangtuaku dan tidak taat etika!

Selama aku berbicara dengan Papa tadi, aku tidak kunjung membuka mataku. Khawatir air mataku akan membanjiri kedua pipiku, aku malas menyekanya. Walaupun rasa kaget yang tidak main-main telah mengunci mulutku, tetap kedua mataku tidak jadi membelalak. Kujaga agar kedua jendela hatiku itu tetap tertutup, tidak berani kulihat wajah Papa.

Segitunyakah makna dari pertanyaanku itu? Sungguh, tidak pernah terpikirkan sebelumnya olehku bahwa rasa ingin tahuku dapat menjadi hal yang begitu menyakiti hati Papa. 

Sama sekali tidak pernah kutahu bahwa pertanyaan seperti itu adalah sesuatu yang menghinakan! batinku di saat speechless menyerangku. 

Insiden kelinci dapat terjadi hanya karena ketidaktahuanku bahwa pertanyaan yang bersifat membandingkan atau menyamakan itu adalah tidak sopan. Begitu juga dengan si pelaku yang tidak paham bahwa candaannya terkait tenggelamnya KRI 402 adalah sesuatu yang tidak bermoral. Setiap kali ada musibah kematian, orang yang berbicara tidak etis, atau bahkan hanya mendengar frasa 'tidak etis' itu, aku selalu kepikiran lagi tentang "insiden kelinci" itu. Walau orang normal menganggapku sangat bersalah, tetapi pada saat itu terjadi,  memang bukan bullshit bahwa belum ada dalam pengetahuanku hukum bertanya akan hal seperti itu adalah haram.

Papa dan Mama mengiraku tidak ikut bersedih atas kehilangan salah satu anggota keluarga kami. Kata siapa aku tidak sedih? Bisa jadi kesedihanku tampak dengan cara yang tidak disangka-sangka oleh orang lain. Hingga detik ini, aku masih selalu mengenang adikku yang sekarang sudah menjadi pangais bungsu jika ia masih hidup. 

"Aku hanya ingin semua orang sedih dengan kematiannya kelinciku yang juga makhluk hidup," kataku lirih dan naif pada saat insiden kelinci tersebut.

"Tidak semua orang sedih dengan cara menangis. Ada pula yang sedih dengan cara melupakan!" kata Papa tegas.

Aku pun begitu. Melupakan adalah cara yang kupilih, karena aku tidak ingin terus berlarut di dalam kedukaan. Rasa kehilangan dan sedih akibat ditinggal adik kandung yang masih berusia bayi, siapa yang tidak mengalaminya? Sekali lagi, ingatanku akan meninggalnya adik tengahku itu malah terpicu kembali dengan cara yang sama sekali tidak ada wajar-wajarnya, yaitu oleh matinya seekor kelinci peliharaan yang kedua setelah satu ekor lainnya mendahuluinya.

Ketika semua orang mengecam candaan tidak senonoh tentang kapal selam milik negara yang menewaskan 53 orang kemarin, aku malah merasa si pelaku mungkin berada dalam kondisi yang sama denganku ketika insiden kelinci tersebut. Hanya saja, aku dalam kasus tersebut sama sekali bukan rangka bercanda. Di situ justru serius ingin menanyakan satu hal, yaitu sebab perbedaan nyawa manusia dan hewan. Cuma jawaban yang kuinginkan dari Papa, yang saat itu adalah orang dewasa yang terdekat dari posisiku duduk untuk makan sahur, bukan niat jahat apapun.

Untung saja soal perkataan yang tidak senonoh, aku sudah ditanamkan sejak dini bahwa perkataan seperti itu harus dihindari. Jadinya dalam kesempatan apapun, aku sudah otomatis tidak mengatakan hal-hal yang jorok. Tapi kalau soal membandingkan hilangnya hidup manusia dan hewan, tidak ada yang pernah membahasnya karena terlalu tidak umum dikatakan orang. Hasilnya, sampai tiga tahun setelah kejadian itu, tepatnya hingga tahun 2011, aku berada dalam keadaan tidak tahu apa-apa soal mengapa bertanya seperti itu adalah sesuatu yang salah dan selalu diliputi kabut hitam kesedihan yang membingungkan. 

Aku sebenarnya agak ragu dan khawatir tulisanku ini membuat sedih banyak orang. Tetapi, demi menyelesaikan tugas kepenulisan yang diangkat dari kisah nyataku.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.



Wednesday, June 16, 2021

Relevansi Kisah Masa Laluku dengan Kehidupanku Zaman Sekarang

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi/siang/sore/malam. Catatanku kali ini mungkin akan singkat saja, karena memang tidak akan banyak hal yang dapat kuceritakan. Juga membiarkan jemariku beristirahat karena catatan hari-hari sebelumnya cukup panjang.

Catatan tanggal 24 April 2021

Sejak aku biasa mengulik apa saja yang terjadi setelah insiden kelinci saat kelas V itu, aku menemukan satu sebab mengapa hanya peristiwa itu saja yang memberi dampak begitu besar dan terus menetap dalam memoriku. Untuk kasus ini, aku jarang berterus terang menceritakan kisah itu dan tidak segera mencari pemecahannya, malah terus kututupi. Padahal sebelumnya sering juga Papah memarahi anak perempuannya satu-satunya ini, tetapi biasanya kesedihan akibat hal itu cepat hilang. Misalnya, ketika ayahku marah kepadaku karena aku berkata kasar, keesokan harinya mood sudah kembali ceria dan segera lupa akan kesedihanku. 

Namun, kasus insiden kelinci ini sangat berbeda, karena rasa sedihnya berlangsung sampai lebih dari satu tahun sejak kejadiannya! Biasanya jika aku sedang sedih setelah dibentak Papah, aku langsung cerita kepada Mamah atau siapapun yang berada di dekatku. Kalau untuk kasus ini sikapku tidak demikian, Mamah malah baru mengetahui kisah ini setelah setahun kejadiannya, yaitu pada saat aku sudah duduk di kelas VI. Rasa insecure takut ditertawakan menghalangiku untuk curhat secara terbuka akan hal ini, karena kesalahanku dalam kasus ini sungguhlah aneh, menanyakan sebabnya orang tidak sedih akan kematiannya hewan dan berbeda dengan jika sesama manusia yang meninggal, terutama anggota keluarga.

Karena jarang berterus terang kuceritakan, jelaslah problemnya sulit terselesaikan dengan tuntas. Pada saat jam pelajaran Keputrian pada Jumat antara pekan kedua atau ketiga Ramadhan tahun 2008, ketika teman-teman lelaki di sekolahku sedang salat Jumat, pernah aku terpergok sedang menangisi insiden itu oleh temanku jaman SD. 

Saat Heidi temanku dari kelas sebelah yaitu VB (aku anak kelas VA) bertanya, "Hanna, kenapa kamu?" aku tidak sepenuhnya berkata yang sebenarnya.

Jawabanku adalah "Kelinciku mati" padahal bukan itu alasan utamanya, apalagi saat itu masih bulan puasa, semua orang tahu bahwa berbohong di saat menjalankan ibadah puasa itu dilarang secara lebih keras daripada bulan biasa. 

Tahu kan kalau teman yang berkomentar itu kemungkinan besar (kata "pasti" di sini kuhindari, karena selalu ada kemungkinan yang lain) mulutnya tajam, apalagi waktu itu kami hanyalah anak kelas V SD yang masih labil? Padahal belum tentu begitu juga seandainya saat itu kukatakan dengan sesuai kenyataannya. Bisa jadi teman-temanku yang mengikuti Keputrian bersamaku itu malah menghiburku. Ah, perasaan insecure ini terlalu kuat. 

"Saat aku masih kecil dulu, aku juga pernah bertanya 'mengapa Papa tidak pernah bosan dengan Mama, sedangkan aku kadang bosan bersama teman' kepada Eyang Kakung. Seharusnya dahulu kamu menanyakannya kepada beliau," kenang seorang kerabat. Eyang Kakung adalah ayahnya Mama dan kerabatku itu, seperti yang sudah sering aku jelaskan. 

"Tetapi pertanyaannya yang kuajukan itu berbeda konteksnya. Aku membandingkan meninggalnya adik kandungku sendiri dengan hewan peliharaan yang masih dapat dibeli lagi yang baru!" seruku masih dengan muram.

"Sebenarnya konteksnya justru sama. Menanyakan sebab dari perbedaan perasaan manusia pada dua kejadian yang serupa tetapi dengan situasi-kondisi yang berbeda," jelas beliau. 

Padahal aku sebenarnya dahulu memiliki cukup banyak waktu dari sejak insiden itu yang terjadi pada 1 September 2008 hingga wafatnya Eyang Kakung pada 29 Januari 2010 lalu. Mengapa aku bisa tidak sempat untuk mencurahkan pengalamanku yang kurasa menyedihkan ini kepada kakekku yang dikenal sebagai pendengar yang baik tersebut? Aku terlalu malu dan takut untuk disalahkan—meski yang kulakukan itu memang tidak dapat diterima (mayoritas) masyarakat—dan itu malah akan membuat keadaan emosiku semakin buruk! Bahkan aku sampai detik ini belum berani bercerita kepada Nenek, ibunya Papah karena jika aku curhat kepada beliau, khawatir tanggapannya akan sama marahnya seperti ayahku yang merupakan anaknya, wah sudah hampir 13 tahun beliau belum mengetahui kisah ini.

Untung saja Nenek masih hidup hingga kini ketika catatan ini kutulis. Kuharap beliau sehat terus dan jika kucurahkan pengalamanku ini tidak membuatnya jatuh sakit. Kalaupun tidak sampai sakit, semoga beliau tidak sakit hati karenanya. 

Ternyata sifatku yang sulit berterus-terang membicarakan masalahku ini masih berlanjut hingga kini aku duduk di bangku perkuliahan! Masih berlanjut sampai sekarang, di tahun 2021 ini! Hal ini bahkan sampai memengaruhi tugas kampusku, jika mengalami kesulitan ketika mengerjakannya, aku malah berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Bukannya meminta bantuan kepada orang sekitarku, misalkan Mamah. Padahal tidak jarang ibuku itu dapat memecahkan kesulitanku dengan jitu, seperti yang sudah sering terbukti.

Dengan mempelajari kilas balik masa pra-remajaku, akhirnya aku menemukan bahwa sifatku inilah yang sering menyeretku kepada masalah tidak berkesudahan. 

Segini saja dulu ya catatan hari ini.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Tuesday, June 15, 2021

Kok, Masih Ganjal, Ya?

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi/siang/sore/malam. Masih dalam seri "Jurnal Ramadhan" ya. Setelah blog ini hiatus selama dua bulan, sekarang waktunya menjadi produktif, caranya dengan update setiap harinya!

Catatan 23 April 2021

Jurnal Ramadhanku ini kebanyakan berupa flashback ke bulan puasa di masa lalu, terutama momen bulan puasa ketika aku kelas V. Saat itu merupakan momen yang benar-benar mengubah diriku. Pandangan hidupku berubah drastis. Bisa jadi bagi orang lain tidak ada perubahan yang jelas dalam sikapku, meski begitu, aku sangat merasakan betapa berbedanya suasana hatiku dan cara berpikirku setelah bulan kesembilan pada kalender Hijriyah yang bertepatan dengan bulan dengan urutan yang sama pada kalender Masehi khusus tahun 2008 itu. 

Ramadhan adalah bulan kesembilan pada kalender Hijriyah. September menempati urutan yang sama pada kalender Masehi. Apalagi tanggal dimulainya kedua bulan tersebut juga bersamaan untuk tahun akhir dekade 2000-an itu. Tanggal 1 Ramadhan 1429 H bertepatan dengan tanggal 1 September 2008 M, sungguh fenomena yang unik sekali, bukan?

Itulah salah satu hal yang menjadi sebab "insiden kelinci" sulit sekali kulupakan, karena terjadi pada fenomena waktu yang tidak biasa. Bukan karena dendam kepada Papa atau apapun. Sekali lagi, bukan kemarahan beliaunya yang di-highlight. Jika sedang kubahas insiden itu, lebih dimaksudkan untuk mengupas tuntas apapun pengaruhnya dalam hidupku.

Lalu, bagaimana dengan Ramadhan di tahun 2021 ini, di tahun kedua pandemi covid-19? Alhamdulillah, rasanya sangat bersyukur dengan dibukanya kembali masjid untuk tarawihan berjamaah. Aku  tidak lagi terlalu merendahkan diriku akibat insiden kelinci itu seperti tahun-tahun sebelumnya. Sebenarnya, sudah pernah aku disemangati ketika "insiden kelinci" telah berlalu satu bulan lebih, oleh seorang ART yang ikut menemani perjalanan keluargaku halal bihalal ke Lembah Bougenville Resort, Lembang.

Acara kumpul keluarga besar ini diadakan pada tanggal 12 Oktober 2008, sebelas hari dari tanggal Idul Fitri 1 Syawal yang jatuh pada tanggal 1 Oktobernya. Saat itu aku, adikku Irsyad, dan keluargaku yang lainnya kecuali Mama, Papa, serta adikku Fariz yang baru berumur dua tahun kurang, sedang fish dip di kolam berisi ikan koi besar-besar. Lupa lagi apa hal yang memicu percakapan antara aku dengan Mbak Yanti, satu dari dua ART yang diajak ikut menemani rombongan kami. Sedangkan saudaranya, Mbak Kokom sedang menjaga Irsyad yang baru saja milad kedelapan. 

Entah momen apa saat itu yang menyebabkan aku curhat di tengah kegiatan fish dip yang ramai itu, aku lupa. Begitu terbersit keinginan untuk menceritakan kegalauanku akan insiden satu bulan sebelumnya, langsung saja kutumpahkan pada Mbak Yanti. Aneh sekali rasa sedih akibat dimarahi Papa dapat bertahan hingga satu bulan,  oleh karena itu kusadari telah terjadi sesuatu yang salah, sehingga membuatku harus segera mencari pertolongan. Kegalauanku adalah karena aku merasa diriku ini begitu bodoh, tanpa buang waktu lagi langsung saja kuceritakan pada Mbak Yanti yang pada saat itu masih berusia muda, bahkan pada tahun itu mungkin masih remaja!

Hehehe, jangan bayangkan ART yang seperti emak-emak ya. Keduanya masih berusia sekitar 15 hingga 20 tahunan saat itu. Rasanya sudah bagaikan sobat karib saja mereka bagiku.

"Jangan pernah merasa bodoh, karena bisa jadi banyak orang yang menganggap kita lebih berilmu dan ingin sama pandainya dengan kita," hibur Mbak Yanti di tengah gemericik air kolam, seruan orang-orang yang geli kakinya digigiti ikan koi, dan gerakan gerombolan ikan-ikan berukuran besar tersebut.

Redaksi yang sebenarnya itu agak berbeda, karena akan berbeda konotasinya jika diubah ke dalam bahasa tulisan. Karena di real life-nya beliau mengatakan, "Jangan pernah merasa bodoh, karena bisa jadi banyak yang lebih bodoh daripada kita". Jika dalam bahasa lisan atau omongan langsung, kata-kata tersebut tidaklah terlalu terasa kasar. Lain halnya jika kuubah menjadi bahasa tulisan, rasanya akan lebih terkesan kurang sopan dan merendahkan, oleh karena itu dalam catatan ini aku mengganti beberapa kata dalam ucapannya. 

Selanjutnya aku bersama adikku yang besar dan sepupuku Mayang serta dua tetanggaku Andika dan Icha melanjutkan bermain aneka permainan seperti ayunan, perosotan, dan sebagainya. Meskipun sudah dimotivasi barusan oleh Mbak Yanti, aku belum sepenuhnya merasa lega. Rasanya masih ada yang mengganjal, karena aku tidak menceritakan secara detail mengapa perasaan rendah diri tadi itu bisa muncul. Bahkan kisah insiden  kelinci itu sama sekali tidak kusebut, karena terlalu takut untuk ditertawakan, saking absurdnya kisah itu. 

Keberanianku untuk menceritakan insiden itu belum ada, aku terlalu malu. Belum pernah kutemukan orang lain berbuat kesalahan yang sama denganku waktu insiden itu terjadi. Belum pernah kudengar orang lain melontarkan pertanyaan yang sama, bahkan sekadar sama kadar keanehannya juga belum kutemukan. Bahkan belum pernah juga menemukan kasus orang lain yang membandingkan kematian hewan dan manusia!

Pada saat insiden itu terjadi, Mbak Yanti dan Mbak Kokom belum bekerja di rumahku. Sebenarnya, rumahnya Eyang Kakung dan Eyang Putri, orangtuanya Mama, karena kami tinggal di rumah mereka. Umurku baru menginjak sebelas tahun selama sembilan hari ketika halal bihalal itu diadakan. Tidak terbayangkan ada gadis kecil berumur sama sudah memikirkan topik seberat dan seaneh itu. 

Ketika sedang makan bareng di shelter, aku melihat Mayang sepupuku sedang minum. Kelihatannya menggiurkan, karena minumannya berwarna pink cerah tetapi tidak mencolok seperti merahnya Fanta.

"Lagi minum apa itu?" tanyaku.

"Yahat," jawab Mayang di tengah aktivitas minumnya.

"Yahat? Apa itu?" 

Apakah itu merek minuman baru? Tahun segitu sedang marak-maraknya produk minuman dengan bertambahnya banyak merek baru.

Mayang mencopot gelas itu dari mulutnya, pertanda minumannya telah habis. 

"Yoghurt," jelasnya.

Hohoho, ternyata hanya yoghurt. Jelas bukan hal yang aneh. Aku hanya tertawa dan segera mengambil minuman yang sama. Setelah disemangati oleh Mbak Yanti tadi, aku kembali berwajah ceria bersama keluargaku. 

Dalam perjalanan pulang ke Bandung, bus yang membawa rombonganku semakin kosong, karena satu persatu penumpangnya turun. Saudara kami banyak yang pulang duluan ketika melewati rumahnya, jadi tidak menunggu bus berhenti di titik kumpul yang sama dengan ketika berangkat tadi pagi. Alhasil kendaraan besar beroda empat itu semakin terasa lengang dan sepi seiring turunnya matahari. Rupanya di saat hari mulai menggelap memasuki waktu Magrib, wajahku yang tadinya sudah cerah malah berubah mendung kembali.

Tangisanku akan insiden kelinci tersebut rupanya masih mengalir. O-ow, kukira dukungan dari Mbak Yanti tadi sudah cukup untuk menenangkanku. Sepulang dari lokasi acara kami, mataku mengalirkan air tanpa diikuti suara. Kupastikan tidak seorangpun yang melihatku menangis, karena untuk menjelaskan sebabnya tentu akan membuatku sangat kebingungan, apalagi ini momen sehabis acara keluarga.

Tuh, kan, ujung-ujungnya aku flashback lagi! Bagaimana dengan keseharianku di tahun puasa dengan protokol kesehatan ini? Sejauh ini belum ada pengalaman yang luar biasa selain merasakan salat tarawih dengan saf berjarak demi mencegah penularan virus Corona. Kegiatanku hanya mengerjakan tugas kuliahku, itupun banyak mulurnya. 

Eh, kalau pengalaman luar biasa sih ada, jika dibandingkan dengan bulan Ramadhan tahun pertama di dekade 2020. Keberanianku untuk menceritakan masalahku sudah jauh lebih meningkat, sehingga lebih cepat juga aku terangkat dari masalah. Hikmah yang kudapat dari perjalanan halal bihalal 2008 ke Lembah Bougenville Resort ini adalah jika kita berani berterus terang menceritakan problem kita, akan lebih mudah untuk dipecahkan problemnya, selain hikmah dari perkataan Mbak Yanti tadi. Kesedihanku akan insiden itu tetap bercokol dalam benakku sama sekali bukan salahnya beliau, melainkan karena aku selalu menutupi permasalahanku ini, tidak pernah bercerita sejujur-jujurnya.

Huuufft, lumayan panjang juga ya kisah ini? Sudah berapa hari ya aku menulis postingan yang panjang seperti ini? Ya sudah, catatan ini sampai di sini saja. Kuakhiri dengan napas lega.

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.






Ubahlah Persepsi Atas Diri Sendiri!

Catatan 12 Januari 2024 Setelah aku konsultasi dengan psikiater pada akhir Desember tahun kemarin, hari ini aku akan lanjut ke sesi ketiga t...