Showing posts with label Pengalaman aneh. Show all posts
Showing posts with label Pengalaman aneh. Show all posts

Tuesday, September 6, 2022

Preman Mewek Denger Lagu Helly Guk-guk-guk

 Catatan 6 September 2022


Beberapa hari ke belakang ini aku mengangkat lagunya Chicha Koeswoyo yang berjudul "Bersinar Matahari" dalam post tentang Lio ketika memakai corong antigaruk di kepalanya. Seketika aku teringat kembali lagunya Chicha lainnya yang lebih populer karena lebih banyak diketahui orang, yaitu "Helly Guk-guk-guk". Inget deh pas jaman 2008-2009, iklan produk apa gitu lupa, pake potongan audio asli lagu Helly itu. Di iklan itu, seorang bapak-bapak preman mewek di mobil denger lagu anak-anak legend hingga berpuluh-puluh tahun itu.

Kecil kemungkinannya ada orang yang nggak tau lagu Helly, tapi kalo kepo versi aslinya dan mager buka yutup lagi, bisa klik di sini.

Sekitar dua atau tiga bulan ke belakang, aku sempet cari tuh iklan di Youtube. Tapi karena ngeblank banget itu iklan produk apa waktu itu, cuma inget taonnya aja, alhasil ketemunya juga seadanya. Dicari di video kompilasi iklan-iklan periode segituan, nggak ketemu. Beda sama iklan es krim Spongebob, prodaknya ikonik dan memorable plus kostum satu bintang iklannya juga.

Satu sobat aku dari jaman kelas 5 biasanya apal sama iklan-iklan jadul. Aku tanya dia "iklan apa yang ada lagu Helly trus bapak-bapak gundul nangis denger lagunya?". Waduh, ternyata kita sama-sama nggak tau! Dia kira aku nanyain iklan permen Bo*gie, soalnya jingle-nya mirip dikit sama lagu Helly.

Hari ini langsung cekidot cari lagu Helly di Youtube, barangkali aja ada hints tentang iklan yang aku cari itu di kolom komentar. Banyaknya sih kisah-kisah dari anak generasi jaman old (semuanya "mantul" atau "manjiw", bahkan katanya saat penyanyi aslinya dulu lagi ngehits di dekade '70an, yang punya teve cuma bapak kepala desa). Nihil lagi aku cari tau tentang iklan itu, tapinya kalo mager cari itu iklan bisa-bisa nggak bisa tidur ntar malem! Tetiba aja nggak ada angin, nggak ada hujan, pikiran aku langsung mengarah ke satu jenis makanan : es krim!

Kayaknya nih iklan "aneh" yang gw cari itu iklan es krim nih. Tapi biasanya iklan es krim itu kan bintangnya anak-anak atau paling banter ya kaum remaja. Nggak pernah pake aktor bapacc-bapacc, mana mewek lagian di iklannya. Berarti es krimnya ini agak beda, bukan merek es krim biasa tapinya bagian menu dari restoran sohor!

Seketika aku dapet clue lagi, yaitu McD*nalds! Makanya itu iklan bisa nempel di kepala aku sejak 14 tahun yang lalu itu karena pastinya seputar merek yang biasa dikonsumsi sama keluarga aku (heheheh, kapan sih kami nggak demen mekdi). Lalu, kata kunci yang aku pake di YT itu akhirnya begono : iklan McD 2008. Ketemulah beberapa versi iklan dari tahun tersebut, ada versi delivery, versi UEFA EURO (taun itu kan lagi pildun, taunnya Trix and Flix!), dan yang terakhir ada versi drive thru.

Versi drive thru ada banyak mobil berbaris, tepatnya antre, di thumbnail-nya, wajarlah kan pesan menu cara drive thru emang bikin antrian mobil. Nah, kayaknya yang ini nih. Pas coba buka satu-satu iklan McD dari tahun 2008, ternyata emang bener iklan bapak-bapak preman gundul nangis kejer denger lagu Helly di mobil itu iklan McD versi drive thru itu tadi! Bener aja pikiran aku yang terbersit soal es krim, itu iklan emang promote es krim varian baru, barengan makanan apa gitu rasa salsa. 

Leh uga nih konsepnya iklan nyeleneh ini. Iklan ini emang dimaksudkan untuk komedi, tapi bagiku yang seorang neurodivergent alias "punya sudut pandang beda", malah terasa relatable. Ternyata pas aku nonton lagi iklannya di hari ini, si bapak preman ini ternyata keingetan anjingnya yang mati, makanya doi nangis dengerin lagu Helly. Meski dia tangisannya itu konyol menurut perspektif kita sebagai audiens dan komuk dia yang sengaja dibikin keliatan bloon sama penulis skenarionya, tetapi perasaannya justru sedang sedih. Sedalam apapun perasaan bersalah dan sedihnya aku akibat insiden kelinci itu, buat yang nggak kebayang perasaan aku di balik tangisan aku, mungkin keliatannya juga konyol kayak si bapak preman itu.

Entah mengapa pas iklan itu dulu masih tayang di televisi, aku yang masih sering nangis karena nyesel sama insiden kelinci itu, malah menganalogikan diriku sendiri sama preman di mobil itu.



Berhasilkah es krim yang dibeli preman itu dari McD menghiburnya?

Wednesday, August 24, 2022

Gara-gara Singkatan-singkatan

Catatan 23 Agustus 2022

AIS = aku ikan suka
IPJ = ikan paus jomblo
MSK = miskin suka kain
MSI = miskin suka ikan
SKS = suka kisah singgung
KSJ = kisah sejati jomblo
MBB = masjid baru bagus
SOS = sosis orang sirik 

Singkatan-singkatan di atas sebenarnya ditulis oleh sepupuku di buku tulisku waktu kami berdua masih SD. Ketika musim liburan sekolah sudah usai, dia tentu saja kembali ke rumahnya. Setiap kali dia berlibur di rumahku, dia biasa menulis atau menggambar di kertas atau buku tulis khusus untuk mencorat-coret. Jika dia sudah tidak lagi di rumahku, aku sengaja menyalin banyak tulisannya di sebuah buku tulis lainnya yang juga khusus supaya karya-karyanya itu tidak tercecer, kali ini kegunaannya adalah untuk "mengumpulkan" hasil karyanya.

Alih-alih memasukkan tulisan-tulisannya yang asli ke dalam sebuah buku, aku menulis ulang hasil karyanya sambil mengoreksi ejaannya yang masih kurang huruf atau salah huruf. Maklum, dia ini adik kelas alias "dekel" yang berbeda satu angkatan di bawahku. Bukan hanya perkara ejaannya saja, kadang maksud dari kalimat yang dia tulis itu sulit dimengerti, kecuali aku mengingat-ingat ketika kami membahas apa yang dia tulis.Kalau sudah memahami maksud dari tulisannya, ketika kusalin 

Iklan-iklan Jadul yang Menghanyutkan

Catatan 24 Agustus 2022

Ya, di satu catatanku yang sebelumnya, iklan es krim Spongebob Squarepants sudah pernah kubahas sebagai iklan yang mendapat cap "Danny Phantom" dariku. Lha, koq Danny Phantom, Khan jelas-jelas produk tentang Spongebob? Untuk lebih jelasnya, bisa dibaca di catatanku yang lalu, ya! Namun, ada satu lagi iklan lainnya yang sama menghanyutkannya bagiku, dari era yang sama dengan mengudaranya iklan es krim dari tokoh kartun ikonik nan beken itu. 

Inilah sosok dari iklan es krim SpongeBob yang ketiban cap Danny Phantom dariku untuk alasan yang sangat tidak masuk akal.


Iklan es krim Spongebob pertama kali tayang pada tahun 2007 lalu. Pada tahun yang sama, tayang pula iklan TeaJus yang dibintangi Mbak Shireen Sungkar waktu masih teenager. Ketika banyak orang antusias dengan Mbak Shireen yang menampilkan kesegaran minuman teh serbuk tersebut, aku koq malah salfok dengan dua orang gadis cilik yang sedang berjemur sambil tengkurap di atas tikar pantai, ya. Atau lebih tepatnya, aku lebih ter-distract oleh gadis cilik yang berbaring di sebelah kirinya, karena bajunya lebih "mengejutkanku".

Karena aku ini sensi kalo ketemu yang beginian, jadinya malah adegan ini yang nempel di kepalaku dari iklan itu! Malahan si temennya yang pake baju renang garis-garis vertikal malah jadi "tergusur" dari ingatanku.


Buat orang biasa, jelas gakan gitu efeknya. Mereka bakalan B aja.

"Itu kan baju renang, wajar kalo kebuka punggungnya."

"Memang setting-nya juga di pantai, udah biasa kalo bajunya kayak gitu."

Tapi buat aku pribadi? It hits so different! Sebagai anak yang dididik keras soal pakaian, aku bukan hanya dilarang mengenakan jenis yang seperti itu! Tapi juga dilarang untuk menonton acara televisi dengan orang yang berpakaian seksi.

Kalau iklan sih susah jadinya untuk menghindari ditonton, karena nggak semua orang ingat akan muncul hal seperti itu dari iklan terkait. Terlebih penayangannya yang secara random, benar-benar di luar kendali kita. Bahkan iklan itu memang tujuannya untuk mempromosikan produk, tentu akan ditayangkan secara rutin. Iklan yang begini bisa lebih sulit dihindari daripada nonton anime, gak peduli kita lagi nonton acara yang aman, iklan itu tetep aja berseliweran.

Entah mengapa iklan yang begituan malah bikin aku penasaran untuk sengaja cari iklan itu di YouTube.

Malahan saking distracting-nya, aku sampai lupa yang lagi tengkurap itu BERDUA, bukan SENDIRIAN. Selama bertahun-tahun sebelum aku mencari iklannya di YouTube, aku cuma ingat dengan si backless yang berada di kiri. Entah mengapa, karena pelarangan yang ketat untukku menyaksikan acara macam begitu, malah justru jadi merasa dihanyutkan oleh iklan TeaJus dan es krim Spongebob. Ini beneran bukan soal "engas" sama bocil, karena saya saat itu seumuran dengan para bintangnya.

Apakah duo bocah cewek itu mendapat label Danny Phantom dariku seperti si pink dari iklan es krim Spongebob? Ternyata tidak begitu. Itu karena penampilan mereka berdua yang cuma bentar bingits, sekejap mata doangan. Wajah mereka juga hampir tidak diperlihatkan, karena cuma nongol sekian detik doangan. 

Monday, August 22, 2022

Satu Hal (Lagi) yang Bikin Pen Power Terus Kepikiran

Catatan 21 Agustus 2022

Concept art paling pertama dari Como Girls, yaitu nama clique atau geng enam tokoh utama dari komik Pen Power itu, berada dalam sebuah buku tulis yang menurutku cukup memorable, walaupun tidak ikonik banget. Karena itu buku tulis sebagai suvenir dari sebuah merek obat yang Mamahku jual ketika beliau masih menjadi apoteker pada tahun 2008 lalu. Bahkan mereknya juga aku masih ingat, yaitu Funzela. Dalam buku tersebut, banyak juga karyaku yang lainnya bersama karya dari adikku yang terbesar.

Hanya gegara satu member Como Girls (waduh, udah macam girlband aja nich) yang pakaian utamanya kelihatan pusar dan karyaku itu bikin aku nyesel nggak ketulungan, pada tahun itu aku malah mengabaikan buku itu. Tidak benar-benar kubuang sih bukunya, hanya kubiarkan saja buku tulis itu bertumpuk bersama barang-barang lainnya yang sudah tidak lagi terpakai di dalam sebuah dus. Satu barang lainnya yang paling kuingat juga menghuni dus tersebut adalah satu bantal kecil berbentuk bulat, berwarna biru, bekas aku waktu bayi. Empat belas tahun kemudiannya, tepatnya di bulan Agustus 2022 ini, aku terpikir lagi untuk mencari buku dari Funzela itu, karena aku ingin memotret concept art paling awal dari Como Girls dalam buku tulis itu. 

Dua tahun yang lampau, gudang di rumahku mengalami "pengosongan". Yaitu, sebagian besar barang yang mengisi gudang itu, dijual agar tidak memenuhi ruangan tersebut. Aku jadi gamang, apakah dus berisi buku Funzela, bantal bayi biru bulat, dan banyak barang lainnya itu ikutan terjual? Harus cek lagi gudang nih.



Saturday, August 13, 2022

Belum Tentu Tujuannya Untuk Menghina, Mungkin Hanya Salah Memilih Pembanding

Catatan 11 Agustus 2022


Kurang lebih enam bulan yang lalu, seorang tokoh politik menuai kontroversi di bidang keagamaan. Kabarnya, beliau melakukan penghinaan terhadap agama, yaitu membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing. Aku penasaran dengan motif beliau, apakah memang iya beliau sampai setega itu dengan topik agama? Jika suara yang memanggil masyarakat muslim untuk segera mendirikan salat itu dirasa terlalu berisik oleh beliau, kurasa terlalu tidak wajar jika beliau sampai sangat membenci suara panggilan itu dengan menyamakannya dengan suara hewan yang dipandang sensitif oleh kebanyakan masyarakat dari agama Islam. 

Seorang sahabatku memberikan link video ketika tokoh politik tersebut berujar hal yang penuh kontroversi itu. Aku coba dulu untuk menonton dan mendengarkannya dengan seksama, apa yang membuat kalimat yang (katanya) kurang pantas itu terucap dari mulut sang tokoh. Ternyata, beliau hanya salah memilih pembanding untuk menjelaskan kebijakannya mengatur tingkat kerasnya suara panggilan untuk melakukan salat lima waktu. Alhasil, perkataannya terdengar kurang baik karena kesalahan beliau memilih analogi tersebut.


Secara tingkat kekerasan suara, dalam ukuran desibel antara adzan dengan gonggongan anjing boleh jadi memang sama. Namun, tetap saja sebaiknya beliau memilih pembanding yang lebih kecil resikonya. Yaitu, pembanding lainnya yang desibelnya tetap sama besarnya dengan suara adzan lewat toa, tetapi konotasinya terdengar lebih aman daripada gonggongan anjing tadi itu. Peristiwa itu kira-kira memiliki same energy dengan "Insiden Kelinci" yang terjadi akibat pertanyaanku 13 tahun lebih sebelumnya. 




Hampir sama dengan kasus suara adzan dari toa yang dibandingkan dengan suara anjing menggonggong tadi, kasusku adalah aku membandingkan reaksi orang-orang ketika adikku wafat dengan kelinciku waktu dia mati. Jika kasus politik tadi terjadi kesamaan dalam ukuran desibel dari kedua suara tersebut, maka dalam kasusku ini adalah kesamaan dari nilai nyawa setiap makhluk hidup secara filosofis. Meski demikian, pembanding yang kupilih juga kurang tepat. Karena tetap saja nyawa manusia tidak akan dapat tergantikan oleh apapun.

Begitu pula dengan seruan panggilan untuk ibadah salat lima waktu. Meskipun terdengar sama kerasnya dengan suara hewan yang paling keras itu, tentu saja tidak bisa dibandingkan dengan suara semacam itu. Panggilan untuk beribadah adalah hal yang tinggi, sama seperti nyawa anggota keluarga, sehingga menjadikan kedua hal tersebut adalah sensitif dan jangan sampai sembarang memberikan pembanding. Dengan berkaca pada pengalaman pribadi, aku bersyukur tidak mudah terpengaruh oleh berita yang ada dan justru dapat memakluminya.

Aku pun bukannya bermaksud untuk menghina adikku sendiri, untuk apa, tidak ada untungnya. Tujuanku dari saat itu menanyakan sebabnya reaksi orang-orang di sekitarku yang berbeda ketika menghadapi peristiwa adikku yang wafat dengan kelinciku yang mati. Bagiku, semua kematian terasa sama saja menyedihkannya, mau itu anggota keluarga sendiri maupun hewan peliharaanku. Oleh karena itu, bagi pikiranku yang saat itu baru akan menginjak umur sebelas tahun, perbedaan semacam itu memancing rasa penasaranku.

Seperti yang telah banyak disebut dalam catatan-catatan sebelumnya, sebaiknya aku memilih untuk menyebutkan kasus meninggalnya manusia secara umum saja. Bukan berupa hanya satu kasus saja, yaitu saat satu adikku wafat. Penyelesaian dari insiden tokoh politik agama itu adalah memilih pembanding yang lebih aman daripada gonggongan anjing, maka penyelesaianku adalah memilih pembanding yang kurang menyinggung daripada menyebutkan suatu peristiwa kehilangan salah satu anggota keluargaku. 

Mungkinkah terjadi "keceplosan" ketika membuat perbandingan yang kurang etis?

Apakah pembanding itu dipilih secara spontan, tidak disengaja? Untuk kasusku, jawabannya adalah "ya". Namun, aku tidak tahu pasti untuk kasusnya suara adzan ini. Barangkali tokoh politik sekaligus agama tersebut banyak mendengar suara anjing menggonggong dalam kesehariannya, sehingga jenis suara tersebut menjadi top of his mind, sama sepertiku yang pada saat itu masih terus teringat akan adikku, yang "keceplosan", terucap begitu saja ketika menemui peristiwa kematian yang skalanya lebih kecil. 

Meskipun niatannya belum tentu buruk, alangkah baiknya bila tetap meminta maaf 

Begitu peristiwa itu tone-nya kontras berbeda dengan percakapan antara aku dan Papah pada berbagai kesempatan lainnya, segera aku meminta maaf kepada beliau. Padahal saat itu aku belum sepenuhnya memahami di mana letak dari kesalahanku, malahan baru kupahami itu pada tiga tahun setelahnya. Walaupun demikian, permintaan maaf tetap kusebutkan. Hal yang sama berlaku untuk tokoh politik yang disebutkan sebelumnya, meskipun beliau tidak bermaksud buruk alangkah baiknya tetap meminta maaf kepada masyarakat. 

"Jadi saya berharap pak menteri dan orang sekitarnya pak menteri tidak usah berargumen lah ya, tidak usah klarifikasi a-i-u, ndak usah, langsung mohon maaf, itu yes banget, prestise, dan martabat menteri langsung jadi tinggi ketika langsung mohon maaf, daripada stafnya mbulet-mbulet buat alasan ini-itu," kata Prof Zahro dikutip VIVA dari Channel Youtube Zahrowy TV, Selasa, 1 Maret 2022.

Ia menyarankan sebaiknya Menag dan para pembantunya tidak sibuk beralibi atau memberikan klarifikasi yang justru akan semakin membuat persepsi miring terhadap Menag Yaqut. Pihak Kemenag juga tak bisa memaksakan persepsi masyarakat soal azan dan gonggongan anjing. "Kalau salah ya akui salah itu bagus banget, orang minta maaf itu enggak jatuh. Minta maaf bagus sudah, setelah minta maaf kemudian dijelaskan. Wong sudah salah stafnya jelaskan makin tidak jelas, wong salah kok keakehan polah," tegasnya

Friday, July 29, 2022

Sebutan "Danny Phantom" Untuk yang Seksi-seksi

Catatan 29 Juli 2022

Entah sudah yang keberapa kalinya aku menuliskan ini (bisa saja belum pernah jika kutuliskan untuk publik, baru ditulis di buku harian pribadi saja) : jika melihat orang-orang berpakaian terbuka, saat aku SD dulu biasa menyebut mereka sebagai "Danny Phantom". Tidak peduli apakah mereka itu orang real/3 dimensi atau fiktif/2 dimensi, kusebutkan saja semuanya yang tidak tutup aurat itu dengan nama si tokoh idolaku itu. Padahal, kan, Danny Phantom itu laki-laki dan pakaiannya justru tertutup sekali, terutama jika sedang dalam wujud superhero-nya berupa hantu. Contoh yang paling memorable dari orang yang dibilang DANNY PHANTOM itu adalah salah satu bintang dari iklan es krim Spongebob Squarepants, yang mengenakan pakaian renang warna pink.

Alasannya, masih sama seperti yang tadi disebutkan : si pink ini pakaiannya paling terbuka di antara total tiga anak yang terlibat dalam iklan es krim dari tokoh kartun populer itu. Karena setting iklan tersebut di pantai, makanya mereka mengenakan pakaian renang. Si pink ini choice of swimsuit-nya memperlihatkan perutnya, sedangkan kedua temannya tidak. Oleh karena itu, dialah yang kejatuhan nickname Danny Phantom dariku.

Dua temannya, satu lelaki dan satu perempuan, masing-masing mengenakan pakaian renang biru dan hijau. Untuk yang cowok malah justru berpakaian lengkap, jadi otomatis perutnya tertutup. Gadis lainnya yang mengenakan pakaian renang berwarna hijau, dia memilih pakaian yang lebih sopan. Jadinya mereka bukan orang yang menyandang nickname Danny Phantom dariku (sebuah alasan yang absurd, irasional, dan tidak logis dariku).

Inilah sosok Danny Phantom yang sebenarnya, sang penyandang nama asli dan bukan sekadar nickname! Pakaiannya malah tertutup sangat rapat justru dan hanya kelihatan kulit wajah dan lehernya saja!

Sebenarnya aku ini sensian jika menemukan orang yang tidak menutup aurat, makanya dengan disebut sebagai Danny itu agar perasaan itu mereda. Karena dia tokoh kartun yang dulunya bikin aku mleyot, makanya dijadikan moodbooster kalo ketemu orang-orang semacam itu, mau itu yang bernapas dan bernyawa atau cuma 'ayang gepeng' alias karakter animasi dua dimensi. "Pink Girl" dari iklan es krim Spongebob itu adalah contoh dari jenis orang nyata. Lalu, siapakah yang menjadi contoh dari jenis orang fiktif atau tidak benaran ada?

Kayaknya sih lebih banyak contohnya untuk kategori yang kedua daripada kategori yang pertama, secara tokoh animasi biasanya berpakaian lebih "bebas". Apalagi kalo tokoh anime! Karena saking banyaknya tokoh fiksi yang kuberi julukan Danny Phantom karena pakaian mereka seksi, sampai-sampai aku udah nggak inget lagi siapa aja mereka. Namun, tetap ada satu contoh yang kuingat dan ini obscure banget, alias susah banget-banget-banget orang yang tau.

Pada pertengahan tahun 2008, ketika aku akan naik ke kelas V, aku, Papah dan adikku yang besar pergi ke sebuah toko busana. Tujuannya adalah untuk membeli sandal jepit untuk berwudhu di sekolah, karena saat itu kaki kami cepat membesar di masa pertumbuhan. Di sana kutemukan sebuah sandal jepit yang bukan merek terkenal, bergambar seorang gadis cantik yang mengenakan backless tanktop. Gadis tersebut sepertinya bukan berasal dari kartun atau anime apapun, jadinya dia cuma karakter perempuan generic.

Papah yang melihatku memegang sandal tersebut, jelas tidak mengizinkan uang beliau ditukar dengan benda itu. Alasannya jelas, karena gambarnya terlalu banyak memperlihatkan kulitnya. Karena gambar itu hanya kulihat sekali seumur hidupku, setidaknya hingga detik ini, jadinya tidak banyak yang kuingat penampilan dari gambar karakter gadis itu. Kurleb gaya gambarnya mirip-mirip anime gitulah.

Lagi-lagi, dia dilabeli Danny Phantom olehku! Jaman aku SD itu memang puncak-puncaknya pemikiran absurd. Bukan hanya memberi label seperti itu saja, tetapi juga menggambarkan ulang semua orang yang diberi label "Danny Phantom". Mereka bukanlah digambar sesuai dengan sosok mereka yang sesungguhnya, melainkan Danny Phantom "cosplay" sebagai mereka semua, maksudnya tokoh Danny itu mengenakan pakaian dari orang-orang yang diberi sebutan itu.

Masih lieur alias pusing ya? Aku ambil satu contoh. Setelah si anak perempuan dengan pakaian pink yang satu-satunya memperlihatkan perut dalam iklan es krim itu kubilang "Danny Phantom", aku segera menggambar Danny Phantom yang sesungguhnya sedang mengenakan pakaian pink itu. Atau, Danny Phantom mengenakan tank top yang hampir sama persis dengan gambar di atas sandal jepit yang kulihat di toko itu.

Eits, bukan hanya satu macam sandal saja lho yang memuat gambar karakter dengan julukan Danny Phantom dariku! Kebalikannya dari sandal jepit yang tadi, ini justru berasal dari merek terkenal dan juga premium! Ini adalah merek sandal jepit dari Jepang, Konnichiwa, yang artinya adalah "selamat siang". Satu varian dari merek tersebut bergambar gadis yang sedang senam dengan berbagai gerakan dan dia ini tak luput dari jenis outfit yang midriff baring!


Pertama kali aku melihat sandal varian tersebut adalah ketika temanku dari kelas sebelah saat kelas V memakainya. Itu adalah sandal miliknya, tetapi YBS malah gak ngeh dengan gambar di atas sandalnya sendiri sebelum aku menyebutkan itu "sandal Danny Phantom". Si teman yang empunya sandal malah terheran-heran dengan sebutan dari aku itu, secara gambarnya kan itu cewek buanget lho. Entah mengapa ya, refleksnya aku itu dulu kalo tiap ketemu tokoh cewek seksi koq nyebutnya Danny Phantom terus.







Saturday, July 23, 2022

Kesulitanku Untuk Menerima Diriku Sendiri

Catatan 22 Juli 2022

Papahku almarhum biasa memiliki jawaban yang ilmiah jika aku atau adik-adik bertanya kepada beliau. Pertanyaan seremeh apapun, pastinya dapat beliau jawab dengan logis, selama kami masih cukup umur untuk mencernanya. Misalnya saja ketika aku merasa insecure dengan artstyle karyaku. Aku khawatir rupa orang-orang yang kugambar malah jelek tampilannya, padahal inginnya sih semenawan mungkin.

"Pah, apakah gambaran saya ini orang-orangnya jelek-jelek?" tanyaku ketika kelas VIII SMP.

"Gambar kartun sih bebas, tidak harus selalu good-looking. Lihat saja itu kartun Phineas, memangnya cakep? Tetapi tetap saja banyak orang yang menonton kartun itu, kan?" jawab beliau yang membawakannya dengan canda tawa, tetapi sedapat mungkin isi jawabannya adalah serius. 

Percakapan kami tadi terjadi pada sekitar tahun 2011-2012, ketika Phineas and Ferb sedang nge-hits di televisi nasional. Benar saja kata beliau, acara kartun tersebut masih saja laris manis hingga sepuluh tahun ke depannya. Sampai detik ini saja masih bermunculan bahasan apapun tentang kartun itu. Bahkan, itu adalah kartun dari produksi dan saluran televisi Disney yang paling populer, padahal rupa karakternya saja aneh-aneh, tokoh utamanya berkepala segitiga dan persegi panjang!

Pada kurun waktu yang hampir bersamaan, adik terbesarku Irsyad pernah bertanya soal acara kegemarannya kepada Papah. 

"Mengapa acara Walking With Dinosaurs tidak banyak merchandise seperti Spongebob atau acara kartun lainnya?" tanyanya. Walking With Dinosaurs adalah sebuah acara dokumenter tentang dinosaurus dalam format CGI.

"Walking With Dinosaurs adalah acara edukasi, tujuan utamanya adalah mendidik penontonnya. Jadi, tidak terlalu bertujuan untuk mendapatkan uang. Sedangkan acara-acara kartun adalah untuk bisnis, sehingga mereka membuat merchandise supaya mereka mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari acara yang mereka buat," terang Papah. 

Jawaban beliau selalu mendalam, itulah yang membuat kami betah bertanya kepada beliau.

Topik yang kubawakan bisa sangat receh, tetapi bisa juga sangat dark, seperti yang pernah kutanyakan pada Nenek, ibunya Papah, soal jenazah manusia dan bangkai hewan. Pada saat aku kelas tiga SD, pernah kutanyakan mengapa kita bersedih ketika kehilangan sesama manusia, tetapi kita lebih mudah untuk melupakan kehilangan barang. Pada hakikatnya, semua itu bukanlah mutlak kepemilikan kita. Akan tetapi, mengapa bisa terjadi perbedaan seperti itu?

"Pada saat kita kehilangan benda, itu dapat dengan mudah tergantikan. Kita hanya menggunakan benda untuk menunjang aktivitas kita. Lain halnya dengan manusia, kita telah menjalin kasih sayang kepada mereka dan tidak akan ada gantinya, sehingga kita akan jauh lebih kehilangan mereka," jawab Papah. 

Apapun jenis pertanyaan yang kulontarkan, bahkan yang orang biasa akan anggap paling konyol sekalipun, beliau selalu mengusahakan untuk menjawabnya. Kecuali, untuk hal-hal yang masih lampu merah untuk kami karena saat itu masih di bawah umur. Kemudian, pada saat aku kelas V, aku heran dengan orang-orang yang berbeda sikap denganku ketika kelinciku mati, hanya ketika wafatnya sesama anggota keluarga saja kami semuanya sedih, aku bertanya sebabnya kepada beliau. Hal itu kutanyakan karena kepada hewan peliharaan pun kita sama seperti kepada sesama manusia, kita telah menyayangi mereka, bukan sekadar sebagai alat penunjang kegiatan kita seperti barang-barang.

Jika hewan yang dipelihara adalah untuk diambil dagingnya seperti sapi, kambing, dan ayam, atau dijadikan kendaraan seperti kuda, barulah mereka hadir seperti alat untuk menunjang kehidupan kita. Untuk hewan peliharaan, itu lain soal, karena kita sudah menyayangi mereka seperti teman atau anggota keluarga saja. Oleh karena itu, dulu malah heran aku, mengapa semua orang di rumahku tidak merasakan apa-apa sepertiku, hanya kehilangan terbatas dengan kepada anggota keluarga saja. Sebagai orang dengan sudut pandang yang berbeda, atau neurodivergent, hal seperti ini menjadi pertanyaan besar bagiku.

Sebelum bertanya secara RL kepada Papah yang kebetulan sedang duduk di dekat aku dan adik-adikku, kubayangkan dahulu jawaban beliau. Dalam bayanganku itu, beliau menjawab, "Kelinci itu kan hewan, tidak punya akal. Sedangkan adiknya Teteh itu manusia." Akan tetapi, jawaban seperti itu dirasa masih kurang tepat. Meski hewan tidak berakal, tapinya kan kita sudah menjalin kasih sayang untuknya seperti kepada sesama manusia, mengapa tetap tidak semua orang sedih karena kelinci itu mati? pikirku semenit sebelum bertanya.

Bagiku, reaksi beliau yang marah dengan pertanyaan pada insiden itu membuatku syok, karena sangat tidak seperti beliau yang biasanya ketika menjawab pertanyaanku pada momen-momen lainnya. Dengan peristiwa seperti ini, aku memikirkan kembali kebiasaanku bertanya kepada beliau. Kupikir kurang tepat jika menanyakan semua hal kepada Papah. Menurut kerabatku, memang sebaiknya hal yang berkenaan dengan anggota keluarga inti itu lebih tepat jika ditanyakan kepada Eyang Kakung, kakek dari Mamah, karena itu topik yang terlalu sensitif jika dibicarakan dengan sesama keluarga inti.

Kesulitanku yang sangat untuk lepas dari rasa sedih akibat insiden kelinci itu sebenarnya adalah penyesalanku yang tiada habis-habisnya. Penyesalan yang timbul antara lain karena aku menanyakan hal sensitif seperti itu kepada orang yang kurang tepat dan juga karena malah timbul pikiran yang absurd sehingga bertanya seperti itu. Untuk pertanyaan semacam itu, rupanya Papah bukan orang yang tepat, berbeda dengan pertanyaanku yang lainnya. Hal ini baru kusadari pada tahun-tahunku sebagai remaja ketika SMA. 

Kalimat yang sering muncul dalam pikiranku ketika sedang flashback insiden itu adalah, "Seharusnya aku membiarkan saja diriku tidak tahu jawabannya dari pertanyaan itu dan kemudian jawaban itu ditemukan oleh diriku sendiri". Dari kalimat tersebut jelas bahwa memang bukan karena aku sakit hati kepada Papah yang membuatku sangat kesulitan melupakan insiden itu. Lebih ke diriku sendiri. Selama lebih dari sepuluh tahun lamanya, aku terus diliputi perasaan malu karena pernah bertanya hal seaneh itu, perasaan rendah diri karena bisa senaif itu sehingga terlambat menyadari bahwa pertanyaan seperti itu adalah tidak etis, dan perasaan bersalah karena telah menyinggung salah satu orang tuaku dengan suatu kepo yang tidak ada obatnya.

Lewat insiden ini, kudapatkan banyak sekali pelajaran. Salah satunya adalah memaafkan diri sendiri itu lebih sulit ketimbang memaafkan orang lain. Tahun demi tahun kuhabiskan untuk menghujat diriku akibat peristiwa itu. Pada kenyataannya, pertanyaan itu tidak seburuk yang selama ini kupikir.

Wednesday, July 20, 2022

Ucapan Itu Doa

Catatan 16 Juli 2022

Almarhum Papah selalu melarangku untuk menyebut diri sendiri ini bodoh. Mengapa? Karena ucapan setiap Muslim adalah doa, oleh karena itu kita (aku yakin hal ini tidak hanya berlaku untuk orang Islam saja) harus berkata-kata yang baik, minimal untuk diri sendiri. Bahkan di saat beliau sedang tersinggung dengan perkataanku ketika Insiden Kelinci, beliau masih menyuruhku untuk beristigfar karena aku menyebut diriku sendiri adalah bodoh.

Sebenarnya ada banyak momentum beliau mengingatkanku untuk menjauhi perkataan seperti itu, hanya saja insiden inilah yang paling berbekas. Karena, mood beliau yang sedang tersinggung itu tetap menjagaku agar jangan sampai merendahkan diri sendiri. Bagiku, itu kontras antara perasaan beliau dengan apa yang beliau utarakan kepadaku. Walaupun udah dilarang bilang "bodoh", tetep aja rasanya susah biar nggak ngatain diri sendiri kayak gitu gegara insiden tersebut.

"Teteh ini pinter gak sih?" ujar Papah setelah aku bertanya "kalimat itu" ketika insiden tersebut.

"Pinter," jawabku lirih.

Sebenarnya aku di situ nggak haqqul Yaqin bahwa aku memang demikian, hanya karena masih teringat saja dengan larangan beliau mengatakan hal buruk untuk diri sendiri.

"Naha atuh? (Bahasa Sunda : 'Lantas, mengapa bertanya/berbicara begitu', maksudnya 'mengapa mengeluarkan pertanyaan tadi?')" kejar beliau.

Aku terdiam sejenak sebelum merespon lagi perkataan beliau. Itu untuk merenung kembali. Ragu rasanya tadi untuk mengatakan bahwa aku ini pintar, nilaiku di sekolah saja banyak yang rendah. Lalu ter-trigger untuk 'trabas' larangan Papah yang tadinya kujaga untuk tidak kulanggar itu, karena kurasa itu memang lebih mendekati kenyataannya.

"Saya memang bodoh, Pah," ratapku kemudian. 

"Istighfar, Teh. Ucapan setiap orang Muslim adalah doa." nada bicara Papah mulai melembut. Beliau segera memelukku.

Jaman sekarang orang mudah sekali untuk insecure karena berbagai pencapaian manusia terpampang nyata di media sosial, apalagi untukku yang memang nyaris tidak pernah pede seumur hidupku. Setiap saat perasaan insecure menghampiri, haruslah kuingat percakapanku dengan almarhum Papah itu. Bagaimanapun kondisinya, pantanglah untuk menyebutkan hal-hal negatif untukku sendiri. Karena, biasanya orang yang tidak dapat menghargai orang lain, sebenarnya mereka memandang diri atau self-esteem mereka rendah sekali.

Itu sudah terbukti oleh pengalamanku sendiri. Ketika sedang insecure berkepanjangan akibat Insiden Kelinci tersebut, aku mudah sekali untuk ngomong bahasa kasar atau buruk kepada orang lain di sekitarku. Sebab, pada saat itu perasaanku sedang dilanda kepercayaan diri yang terlalu rendah, sehingga mood hampir selalu buruk. Berawal dari mood yang hancur itu, udah nggak ada lagi kemampuan untuk menyaring ucapan karena pikiran tak lagi bekerja dengan jernih. 

Pada kenyataannya, seperti yang sudah kusebutkan dalam kisah-kisahku yang lainnya, tidak perlu aku terlalu merendahkan diri ini. Dengan tenggelam dalam insecurity, tahun-tahun terakhirku di bangku Sekolah Dasar malah terkunci oleh obsesiku akan Danny Phantom untuk mengusir kesedihanku. Obsesi seperti itu malah menjadi mental block yang menghambat ide-ide baru untuk berkarya. 

"Gambarnya yang lain, dong, jangan Danny Phantom terus! Bosan!" seru teman sekelasku Vita waktu kelas lima. Waktu itu dia lagi lewat meja aku, aku lagi menggambar Danny Phantom di buku corat-coret.

"Aku nggak ada lagi ide lain," keluhku.

"Cari ide lagi dong biar nggak bosan," usul Nabila, teman sekelas yang lagi berdiri sebelah Vita di depan mejaku.

Dengan obsesi yang seperti itu, bukannya menyelesaikan masalah. Justru insecurity aku yang malah bertambah. Skill menggambar tidak begitu berkembang, karena karyaku cuma itu-itu saja, padahal banyak ngeliat kartun/komik lain juga udah. Dalam pelajaran juga, semisal Matematika apalagi Olahraga ketika mukul bola bisbol pake bat juga payah.

Andaikata aku dulu berfokus buat belajar lebih banyak rumus Matematika atau latihan mukul bola bisbol di rumah, pastinya taraf hidupku akan meningkat. Bukannya berkutat di tokoh kartun kalo mau move on dari suatu peristiwa!

Pertanyaanku dalam insiden itu ternyata bukan berasal dari kebodohan, melainkan hanya disebabkan oleh "sebuah perbedaan pola berpikir" saja. Kata adik bungsuku Fariz, istilah Bahasa Inggrisnya adalah "neurodivergent". 

Thursday, July 14, 2022

Proses Menyamakan Sudut Pandangku yang Berbeda dengan yang Umum

Catatan 14 Juli 2022

Sebagai seseorang yang memiliki cara pandang tersendiri yang berbeda dengan orang pada umumnya, untuk beberapa topik tertentu aku butuh waktu untuk memahaminya. Contoh yang paling besar dan paling kontroversial adalah insiden kelinci. Padahal bagi orang lain, topik-topik yang kuanggap sulit itu justru no effort untuk mengerti! Walaupun demikian keadaannya, setidaknya masih ada proses menemukan pemahaman.

Ketika aku masih berusia empat tahun, suatu pagi sebuah bola kaca berisi bunga plastik di kantor Eyang Putri pecah! Pasalnya, seekor kucing terkurung dalam ruangan kantornya nenek dari Mamah dan memecahkan bola kaca tersebut pada tadi malamnya. Bagi orang biasa, jelas tidak sulit untuk memahami mengapa bola kaca tersebut dapat dipecahkan oleh seekor kucing yang terkurung. Saat itu, konsepku malah sangat berbeda dengan yang seharusnya, sehingga malah bingung dengan keterangan seperti itu.

"Mengapa kucing dapat terkurung dan memecahkan bola kaca?" itu pertanyaan yang timbul dalam kepalaku saat umurku masih dalam kategori balita itu.

Dalam pikiranku, entah mengapa malah tercerna menjadi sangat aneh seperti ini : seekor kucing terkurung dalam bola kaca yang berisi bunga plastik, sehingga dia membebaskan dirinya dari bola kaca tersebut, sehingga bola itu pecah bersamaan dengan keluarnya kucing tersebut darinya. Seekor kucing tidak mungkin dapat masuk ke dalam bola kaca yang ukurannya kecil dan juga benda itu tidak memiliki lubang untuk dimasuki oleh hewan apapun selain semut, karena bagian bawah bola kaca itu adalah mesin untuk memutarkan musik! Makanya aku ketika itu malah bingung, bagaimana hewan yang biasa lewat di sekitar kita itu dapat masuk ke dalam bola kaca yang tidak memiliki akses untuk dimasuki hewan mamalia? Kira-kira sepuluh tahun kemudian, barulah aku dapat memahami konsep yang sesungguhnya : kucing tersebut terkunci di dalam ruangan kantornya Eyang Putri, karena dia panik jadinya dia berlarian di dalamnya dan menyenggol bola kaca itu hingga jatuh dan pecah. 

Dengan keadaan mentalitas seperti ini, tidak jarang aku merasakan insecure. Untuk mengatasi perasaan tersebut, aku mestilah merasa bangga dengan prosesku memahami banyak hal. Selama tiga tahun pertama setelah insiden kelinci, hanya bagiku lumayan sulit untuk memahami sebab Papah yang tersinggung, karena bagiku sendiri hal seperti itu tidaklah berdampak demikian. Meski dibilang terlambat, akhirnya aku mengerti juga sudut pandang orang lain (dalam kasus ini, Papah) akan insiden tersebut. 

Perasaan rendah diri dan anggapan miring dari banyak orang yang merendahkanku, kuakui cukup membuatku sedih, tetapi aku harus yakin keadaanku yang seperti ini suatu saat akan dapat berdampak positif. 

Friday, July 8, 2022

Kapoknya Aku Menjadi Hater

Catatan 8 Juli 2022

Pada tanggal 7 kemarin, warga Twitter (dan juga TikTok, yang aku udah lama gak main) dihebohkan oleh sebuah video tentang seorang lelaki muda yang berpura-pura berkurban dengan memotong kepala standee seorang idol dari Korea Selatan. Awalnya aku merasa hanya heran dengan sebuah keisengan yang dilakukan oleh pemuda tersebut. Setelah banyak membaca komentar balasan dari videonya, seketika isi pikiranku melesat menuju memori tentang satu fase dalam kehidupanku sebagai pra-remaja dulu. Jika menemukan topik tentang orang yang melecehkan sesuatu, misalnya artis atau seleb yang dia tidak nge-fan, saat itu juga pernah kulakukan hal yang serupa.

Ketika permulaan tahun ajaran baru sebagai kelas V SD, aku pernah menjadi hater bagi Cosmo, si peri hijau. Buat yang tahu kartun tentang peri-peri berjudul "The Fairly Odd Parents", pastinya sudah tidak asing lagi dengan satu dari dua peri sebagai tokoh utamanya. Masing-masing dari mereka adalah peri hijau bernama Cosmo tadi dan peri pink bernama Wanda. Hal yang menjadi penyebab kebencianku kepada tokoh yang pertama kusebutkan karena sifatnya itu bego gak ada obat, tapinya kok lebih populer daripada Danny Phantom yang jelas-jelas gagah berani?

Cosmo si peri bertema warna hijau yang sering bersikap konyol dan blo'on


Orang-orang di sekitar aku (entah kalau di LN), biasanya lebih familiar dengan kartun peri itu ketimbang Danny Phantom! Bahkan ada satu teman cewekku di kelas saat itu yang mengiraku salah menyebut nama acara kartunnya. Padahal, Danny ini berasal dari acara kartun yang terpisah, maklum artstyle-nya hampir sama karena penciptanya juga orang yang sama! Fakta ini menyebabkanku bertambah benci kepada Cosmo, karena (aku benci mengakuinya) dia boleh dibilang mirip versi Chibi dari Danny Phantom, hanya saja rambutnya hijau dan bukannya putih.

Sebagai anak yang hobinya menorehkan isi pikiran di buku, saat itu mulai berusia pra-remaja, kutulis sebanyak-banyaknya umpatan kepada Cosmo. Aku banyak menulis lettering yang mengatakannya sebagai "bodoh", "jelek", "geuleuh" (Bahasa Sunda, artinya 'menjijikkan'), "gila", dan sebagainya. Gaya lettering tersebut mengikuti aneka grafitti yang sering kulihat di perjalanan, terutama di sekitar gedung Danareksa, Bandung. Anehnya, banyak saja pasang mata di kelasku yang kepo, terutama dari kalangan anak Ikhwan, dengan buku corat-coretku itu! 

Untungnya, mereka berinisiatif untuk melaporkan isi buku itu kepada wali kelas kami yang masih baru, meski jujur perasaanku sedih ketika buku corat-coret tersebut disita oleh beliau karena banyak perkataan yang kasar di dalamnya. Dengan kejadian seperti itu, aku bersyukur karena pengalaman ini mengajariku untuk menge-rem tulisanku, meskipun ditujukan untuk sebuah karakter kartun yang tidak nyata dan juga tidak hidup. Peristiwa itu terjadi pada pertengahan tahun 2008, sekali lagi syukur ini kuucapkan karena tahun tersebut internet dan media sosial belum terlalu merakyat. Sehingga, kebencianku terhadap sang peri mungil hijau yang pada-kenyataannya-memang-konyol itu tidak sampai meluas ke ranah publik. 

Hanya sebatas coretan-coretan di buku tulis bekas tahun ajaran sebelumnya saja sudah memancing banyak cemoohan dari kaum lelaki di kelasku, apalagi jika sampai terlontar di dunia maya alias dumay? Sering aku miris membaca banyak ketikan jahat haters di media sosial yang tanpa beban menghujat berbagai artis atau idol dengan brutal, yang sebenarnya tokoh-tokoh itu tidak bersalah. Nah, peristiwa pemotongan standee seorang idol dari Korsel tadi itu bisa jadi dilakukan oleh seseorang yang tidak puas lagi hanya dengan melempar hujatan kepada sang idol. Terbongkarnya isi buku corat-coret milikku pada tahun kelima Sekolah Dasar itu menyelamatkanku dari melakukan perbuatan-perbuatan seperti contoh barusan yang menebarkan kebencian, malah akan lebih bahaya jika sasarannya adalah para idol yang nyata!

Akhirnya aku berhenti membenci Cosmo dan memilih untuk menerima bahwa doi ini memang faktanya lebih digemari oleh masyarakat daripada Danny Phantom yang heroik.


Tuesday, July 5, 2022

Jangan Terburu-buru Menyimpulkan!

Catatan 5 Juli 2022

Berhubung perbedaan sudut pandangnya aku ini agak lain atau malah kadang beda jauh dengan orang-orang, jadinya seringkali butuh waktu lama buat paham letak kesalahanku pada banyak kasus. Aku sudah sangsi sejak berhari-hari yang lalu jika menuliskan tentang Insiden Kelinci itu, khawatir orang yang membacanya malah bosan. Kuakui sih, aku memang memiliki semacam obsesi non-kesukaan akan peristiwa itu. Namun, hal yang menyebabkan obsesi itu tumbuh adalah karena banyak sekali hal luar biasa yang terjadi dalam hidupku setelahnya.

Insiden Kelinci itu sendiri memang kejadian yang luar biasa, dalam artian "terlalu tidak umum". Oleh karena itu, selama bertahun-tahun lumayan sulit untuk memahami apa yang menjadi kesalahanku jika bertanya seperti pada kejadian itu. Pada salah satu hasil screenshot di atas, tertulis banyak cara untuk "self-reward". Cara yang menurutku paling "ngena" adalah kalimat yang terakhir, yaitu "Don't trust your first conclusion".

Kalimat terakhir tadi itu jika diartikan kata perkata adalah "Jangan memercayai kesimpulanmu yang pertama." Tetapi, terjemahan yang lebih terasa enakan kira-kira adalah "Jangan langsung percaya dengan kesimpulan yang pertama muncul di kepalamu" atau lebih singkatnya, "Jangan terburu-buru mengambil kesimpulan". Dalam memahami Insiden Kelinci ini, aku memang sempat beberapa kali salah menyimpulkan arti dari kemarahan Papah pada saat kejadian itu. Sampai akhirnya ketika aku rebahan pada suatu siang yang membosankan ketika liburan Lebaran tahun 2011, kurang lebih tiga tahun sejak insiden itu terjadi. 

Ini adalah salah satu kisah ketika aku salah mengambil kesimpulan dari insiden tersebut. Ketika adikku yang bungsu Fariz masih kecil, umurnya saat itu kira-kira empat tahunan, dia pernah menempelkan berbagai gambar pasel hewan di sebuah buku tulis kosong. Paselnya teramat sederhana sesuai dengan umurnya, menjodohkan bagian depan dengan belakangnya dari berbagai macam jenis hewan. Saat hampir semua pasel hewan tersebut terselesaikan, ada satu hewan yang belum ditemukan bagian belakangnya!

Hewan yang baru ditempelkan gambar bagian depannya saja itu adalah kelinci! Seingatku, pasel itu adalah semacam hadiah dari suatu sereal atau makanan ringan, bukan guntingan dari sebuah majalah anak-anak. Gambar kelinci itu entah mengapa bisa kehilangan bagian belakangnya. Jadinya adikku Fariz itu hanya dapat menempelkan gambar bagian depannya saja yang terdiri dari kepala dan kaki depan.

Di situ aku diam-diam malah berburuk sangka kepada Papah, dengan mengira beliau menyembunyikan gambar bagian tubuh belakang pasel itu karena tidak suka dengan itu hewan. Sebelumnya, aku memang sempat salah paham dengan menyangka beliau membenci kelinci. Syukurlah sangkaanku itu ternyata tidaklah benar, karena ayah kami melengkapi pasel kelinci itu dengan digambar oleh beliau sendiri sebelum bagian belakang itu ditemukan. Skill menggambar beliau memang sangat bagus, terbukti dari hasil gambar beliau yang mampu menyesuaikan dengan artstyle pasel tersebut. 

Setelah pasel kelinci itu dilengkapi dengan gambaran tangan Papah, tak lama kemudian bagian tubuh belakang paselnya baru ditemukan oleh beliau sendiri! Hasil gambar Papah memang sangat mirip dengan gambar pasel aslinya. Di satu sisi aku ikut merasakan lega karena pasel itu berhasil menjadi gambar yang seutuhnya, tetapi juga menyayangkan hasil karya Papah itu akhirnya tertutupi oleh bagian pasel yang sempat hilang itu. Akan tetapi, masih ada lagi satu sisi lainnya, yaitu perasaan bersalah karena aku telah menyangka beliau yang tidak benar, itu tandanya aku telah mengalami overthinking

Pikiranku itu hanya kuketahui oleh diriku sendiri selama kurang lebih sepuluh tahun, hingga catatan ini diketik. Jadi, saat itu tidak seorangpun yang mengetahui bahwa aku sempat berpikir negatif kepada beliau. Sebelum aku memahami kesalahanku pada insiden itu, kukira beliau marah karena beliau benci banget dengan kelinci, sehingga tidak terima jika aku berkeinginan agar hewan itu mendapatkan kepedulian yang sama seperti sesama manusia. Maafkan Teteh ya, Papah, karena Teteh telah salah sangka. 

Dengan terus mengikuti apa saja yang terjadi ketika bagian belakang pasel itu hilang hingga akhirnya ditemukan kembali, asumsi tanpa dasar yang telah hadir dalam kepalaku akhirnya terpatahkan dengan sendirinya. Peristiwa ini terus mendorongku supaya semakin banyak introspeksi, tidak mudah mencurigai orang lain. Apalagi beliau adalah ayahku sendiri. Juga, meningkatkan kemampuanku untuk menyamakan sudut pandangku dengan bagaimana cara pandang orang lainnya pada umumnya.



Friday, July 1, 2022

Menghibur Diri Janganlah Sampai Membuat Lupa Diri

Catatan 1 Juli 2022

Kata pamanku, adik bungsunya Papa almarhum, aku ini terobsesi dengan insiden kelinci. Ya, beliau memang benar karena aku terus saja mengaitkan banyak hal dengan peristiwa lama tersebut. Sekali saja menemukan kata "meninggal/mati", "membandingkan", "menyamakan", atau "tidak etis", ingatanku segera terpicu akan insiden tersebut. Efek samping dari kisah itu berlangsung lama sekali dan baru terpecahkan cara untuk mengobatinya ketika sudah lewat dari sepuluh tahun kejadiannya.

Mengapa kesedihan itu bisa berlangsung lama, lama, lama sekali? Salah satu faktor yang kuketahui adalah kurang terbukanya aku dengan orang lain untuk mencari solusi untuk mengatasinya ketika kejadian itu masih baru atau agak baru. Ketika aku diam-diam menangisi peristiwa itu di sekolah saat kelas V SD lalu seorang kawan perempuan memergokiku menangis, bukannya menceritakan kisah yang sebenarnya, malah beralasan "kelinciku mati". Padahal waktu itu kami sedang berada di bulan puasa Ramadlan, kok aku malah berbohong?

Baiklah, mungkin pada saat itu aku tidak sepenuhnya berkata bohong. Pada saat kelinci itu mati, aku memang sedih, yang tentunya tidak akan melebihi rasa kehilangan anggota keluarga yang sebenarnya. Akan tetapi, ketika tertangkap basah sedang menangis itu, bukan lagi kematian kelinci peliharaan itu yang menyebabkannya. Seperti yang sudah sering kuceritakan, tangisan itu muncul sebab tingkat insecure diriku ini tinggi sekali, karena mencurigai bahwa aku ini orang bodoh, sebelum akhirnya berkonsultasi dengan psikolog.

Ditambah pengalaman memang sering dikatai "bodoh" oleh banyak teman sekelas karena aku juga banyak tidak mengerti Matematika, aku berusaha menutupi rapat-rapat kisah nyata itu. Oleh karena itu, bukannya jujur menceritakan tentang peristiwa itu, malahan memilih untuk mengada-ada dengan cerita yang lebih mudah untuk diterima oleh orang banyak. Alhasil, kesedihan itu belum juga benar-benar terobati, padahal belum tentu juga si kawan itu akan mencemooh atau merespon dengan buruk jika saja kuceritakan yang sebenarnya. Kesalahanku yang serupa alias "same energy" dengan kejadian di sekolah tadi itu adalah ketika acara halalbihalal bersama keluarga besar plus ART pada saat aku kelas V.

Ini sudah pernah kubahas pada catatan tahun 2021 lalu. Ketika aku curhat pada seorang ART pada acara halalbihalal tadi, aku hanya menceritakan bahwa aku hanya merasa bodoh saja, tanpa membahasnya lebih jauh. Padahal nasihatnya sangat menyentuh, sayangnya sering terlupakan karena tidak masuk ke inti masalahnya. Hal itu bisa terjadi karena belum adanya keberanian untuk mengisahkan tentang peristiwa itu dengan jujur karena khawatir akan semakin dianggap aneh oleh orang lain. Karena terlalu banyak merasa rendah diri dan bukannya percaya diri, tidak lagi dapat mengingat kelebihan dari diriku sendiri dan lupa dengan perkataan banyak orang yang membesarkan hatiku.

Bukti dari diriku sebagai pengidap OCD adalah terlalu terpaku dengan tokoh yang sudah menjadi tokoh idola sebelum insiden itu terjadi, nama ini sudah tidak asing lagi : Danny Phantom! Sebagai penghilang rasa tertekan akibat rendah diri yang teramat hebatnya, malahan kututupi perasaan tidak menyenangkan itu dengan canda tawa seputar si tokoh dengan inisial DP itu. Tanda yang paling jelas bahwa aku sudah kecanduan Danny Phantom itu adalah sering sekali tertawa kencang ketika memandangi gambarnya. Itu kulakukan dengan banyak mengkhayalkan berbagai skenario lucu agar tidak terus menerus terpikirkan soal insiden kelinci itu. 

Dengan menghindari pemecahan masalah yang sebenarnya, malah memberikan macam-macam dampak buruk dari ketertarikanku kepada Danny Phantom yang tidak sehat. Dari seringnya mengkhayal kisah-kisah gila mengenai DP, malah aku justru yang dikira gila oleh banyak teman karena sering tertawa sendiri tanpa sebab yang jelas. Keluarga dan teman jadi bosan bahkan mungkin muak dengan sang karakter pahlawan super itu karena selalu kubawakan tanpa henti. Malahan tokoh itu menciptakan tekanan batin yang baru karena dia kurang terkenal sehingga sulit untuk ditemukan barang-barangnya, tidak seperti Spongebob. 

Bakat menggambarku jadi tidak dapat berkembang dengan optimal karena terus berputar-putar dalam melukiskan Danny Phantom. Sampai-sampai bapak wali kelasku saat itu berkata, "Jangan menggambar tokoh kartun yang sudah ada terus dong. Sesekali ciptakanlah tokoh buatanmu sendiri." Akupun merindukan saat-saat dahulu ketika ideku masih mengalir lancar, tidak buntu seperti itu. Mendadak otakku berhenti menghasilkan ide untuk menggambar di luar DP saat masih suka dengan dia. 

Karena rasa yang mungkin adalah trauma akibat Insiden Kelinci selama ini tidak segera benar-benar teratasi, kemudian menjadi semakin sulit untuk diobati hingga bertahun-tahun lamanya.

Menghibur diri dengan minat dan hobi memang baik untuk dilakukan, akan tetapi jagalah agar tidak menguasai pikiran kita dan berusahalah untuk jujur dalam mengungkapkan perasaan kita supaya mudah mencari jalan keluar dari masalah dengan jitu.


Wednesday, June 29, 2022

Mengapa Menulis Surat untuk Doof?

Catatan 29 Maret 2022

PERHATIAN : Catatan ini agak berbau 18+!

Rupanya, sama seperti menulis surat imajiner untuk almarhum Papah, untuk Dr. Doofenshmirtz juga harus kutulis sekurang-kurangnya tiga kali. Awalnya, aku sempat bingung, untuk apakah aku menulis surat imajiner untuk tokoh yang jelas-jelas tidak pernah ada? Tujuannya tentu saja berbeda dengan surat imajiner untuk Papah, karena surat untuk beliau adalah untuk menyampaikan apa yang mendasari pertanyaanku pada insiden kelinci yang sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu itu. Kalau untuk Doof, tidak mungkin aku pernah berbuat kesalahan yang terus mengganjal diriku seperti kepada ayahku itu. 

Setelah kutuliskan hampir yang ketiga kalinya, barulah aku paham mengapa surat imajiner untuk Dr. Heinz Doofenshmirtz harus kutuliskan. Dengan menuliskan apa saja yang kurasakan tentang tokoh kartun yang juga imajiner itu, terbukalah latar belakang dari banyak perasaanku yang aneh itu. Ternyata, bukan tokoh itulah yang paling berbahaya, melainkan tokoh ciptaanku sendiri yang seakan "membayangi" Doof, sehingga menyebabkanku selalu merasa "ingin pipis" ketika melihatnya tidak berpakaian lengkap. Konsep ini mungkin agak sulit untuk dicerna banyak orang, karena mungkin nyaris tidak ada orang lain yang menganggap suatu tokoh secara "dobel" seperti tadi itu. 

Dengan menuliskan surat imajiner ini, diharapkan akan mengobati perasaan ingin pipis tadi itu. Sekaligus juga mengobati kegelisahanku sebagai gadis yang masih jomblo, belum menikah. Karena hanya dengan menikah rasa ingin pipis itu dapat tersalurkan secara aman dan berpahala karena dinilai ibadah! Itulah yang membuatku gelisah karena belum menikah, sehingga belum dapat menyalurkan perasaan itu secara halal dan berkah.

Awal dari ketertarikan aku pada Heinz Doofenshmirtz adalah ketika aku menggambar ulang tokoh itu. Dalam satu episode, Heinz pernah hanya mengenakan bathrobe dan celana boxer saja tanpa kaus dalam. Entah mengapa, selepas aku menonton episode tersebut, tanganku tergerak untuk menggambar ulang momen tersebut, hanya saja bukan tokoh tersebut per say yang kugambar. Penampilan tokoh yang biasa dipanggil dengan nama Heinz atau Doof yang demikian itu rupanya mencetuskan sebuah gagasan yang paling "normal", jika dibandingkan dengan sederet keanehan pemikiranku yang lainnya.

Penampilan fanservice dari Doof yang kata aku ter-memorable setelah adegan boxer bercorak Perry The Platypus

Sketsa spontan dari sebuah karakter random yang kubuat begitu selesainya episode Doof dalam handuk seksi berbentuk jubah hijau tadi

Aku menggambarkan tokoh tersebut menjadi sebuah karakter lelaki random yang jauh lebih good looking, tetapi belum bernama, dengan pakaian yang sama seperti yang dikenakan Doof tadi! Kurang lebih dua tahun dari pembuatannya, aku tertarik untuk mencari lebih banyak momen Doofenshmirtz ketika berpakaian yang memamerkan banyak kulitnya, karena doi ini demen umbar tubuh meski termasuk kaum lelaki. Untuk apa sih kucari gambarnya dalam penampilannya yang tidak menutup aurat seperti itu? Dari karakter random tadi, aku terpikir untuk mengembangkan lebih lanjut menjadi sebuah karakter yang proper dan pastinya akan kunamai, jadi aku perlu untuk membuat variasi pakaiannya yang didasarkan momen-momen Doof itu tadi.

Pengembangan dari karakter random yang tadi, di sini dia mulai berinteraksi dengan Davina, karakter yang sudah lebih dahulu kuciptakan. Di sini karakter random tadi itu sudah memiliki nama : Hans. Dulu nama keluarganya itu Mueller, lalu kuganti menjadi Durchdenwald.

Sumber inspirasi pakaian yang dikenakan oleh Hans. Jika pada satu episode, Doof memamerkan kulit tubuh depannya, maka di sini adalah variasinya : dia tidak mengenakan pakaian atasan lagi di balik apron hijaunya, sebagai gantinya dia menunjukkan kulit punggungnya, sehingga terbentuklah "backless apron"!

Bukannya sekali dua kali sahaja dia menampakkan tubuhnya, tetapi cukup sering dari keseluruhan serial dari mana dia berasal! Hal tersebut membuatku kurang nyaman awalnya, ketika aku baru pertama kali melihatnya saat aku masih remaja, karena terus terang saja aku kaget menemukan tokoh lelaki yang terlalu sering terbuka badannya di luar saat berenang atau ke pantai. Sayangnya, hal remeh seperti itu malah membuatku terus kepikiran. Baru kusadari di usia dewasa ini bahwa itulah yang dinamakan "overthinking".

Aku belum pernah menonton episode Doof yang menampilkan fanservice di atas ini, gambar di atas ini hanya kudapat dari IG.

Penampilan tokoh Hans diubah lagi menjadi berambut cokelat, meniru pakaiannya Doof di atas. Jas lab diganti jaket hoodie.

Beberapa pakaian aduhai dari Doof yang ingin aku gambar!

Dalam surat imajiner untuknya, seakan aku bercerita kepada si tokoh akan seluruh isi hatiku secara jujur, apa adanya. Tentu saja tanpa khawatir menyinggung siapa-siapa, karena dia hanya tokoh fiksi. Hasilnya, sudah mulai banyak mengurangi overthinking yang selama ini kurasakan terkait sang tokoh kartun. Dari menulis surat imajiner juga menghadirkan insight, selain mengurangi pikiran dan hasrat seksual yang mengganjal dan mengganggu karena aku belum menikah.

Apa insight yang timbul dengan menulis surat seperti itu? Ketika semua orang menganggap adegan-adegan Doof tanpa pakaian lengkap adalah sesuatu yang lucu atau gila, aku malah gelisah. Itu artinya, lagi-lagi aku di sini memiliki sudut pandang yang berbeda dengan mayoritas populasi manusia! Juga, hasrat ingin pipis itu justru diperparah oleh karakter random yang kuciptakan sendiri, hal itu baru kutemukan setelah menulis surat imajiner untuk sang ilmuwan atau profesor.

Lalu, apa yang dimaksud dengan sebuah tokoh lain yang "membayangi" Heinz Doofenshmirtz? Nah, dari menulis surat imajiner tersebut, baru kusadari hal ini. Tokoh kartun lain yang terasa seperti "memfilter" Heinz atau Doof itu adalah karakter random dengan penampilan lebih "berseni" yang kubahas tadi. Sebelum menciptakan karakter random tadi, kulihat dengan benci setiap momen Doofenshmirtz tanpa menutup aurat secara penuh, sedangkan setelah membuat karakter itu, pandanganku akan adegan-adegan yang sama dari Doof berubah menjadi menggugah.

Edit : catatan ini ditulis TEPAT tiga bulan yang lalu pada 29 Maret dan baru terselesaikan pada tanggal 29 (zona waktu US) atau 30 Juni (zona waktu Indonesia). Blog pribadiku malah menggunakan zona waktu yang pertama. Karena suatu sebab yang entah apa, catatan ini malah tanpa sengaja masuk ke arsip dan lupa untuk kulanjutkan dan kukirim.

Monday, June 27, 2022

Jangan Biarkan Penyesalanmu Menghambat Kemajuanmu

Catatan 27 Juni 2022

Kemarin aku tidak sempat untuk menulis catatan, karena sedang menyelesaikan satu tugas kuliah yang lumayan rumit. Sebenarnya hari ini juga masih ada tugas kuliah, tetapi lebih simpel ketimbang yang kemarin (tetap saja harus dikerjakan, ya!) Juga, tugas yang hari ini adalah lanjutan dari tugas yang kemarin, itulah yang membuatnya tidak serumit tugas kemarin. Begitu juga dengan catatan hari ini yang merupakan lanjutan dari catatan-catatan tahun lalu di blog pribadiku.

Walaupun baru beberapa kali konsultasi dengan psikolog, hasilnya sudah cukup signifikan untuk mengatasi banyak "sampah pikiran" di dalam benakku. Selain dengan menulis surat imajiner, beliau juga memberikan tugas berupa "men-challenge atau counter dari seluruh pikiran negatif atas diriku sendiri". Artinya, aku harus menguji lagi tentang pikiran buruk yang membuatku rendah diri alias insecure, apakah pikiran tersebut tepat atau tidak. Bahasa psikologinya sih, apakah pikiran itu termasuk pikiran yang rasional atau irasional.

Beliau untungnya saja adalah seorang wanita juga, jadi setidaknya memiliki pola pikir yang lebih mendekati kesamaan denganku. Pada pertemuan pertama kami, aku sengaja meminjamkan banyak jurnal harianku supaya beliau lebih mudah untuk mendalami kasusku. Isi catatanku di buku itu adalah catatan-catatan blog yang terdahulu, karena aku sengaja mengetikkan isinya menjadi postingan blog. Beliau seketika sudah banyak mengetahui seluk-beluk Insiden Kelinci, oleh karena itu beliau dapat memberikanku tugas menulis surat imajiner.

Pertemuan kami dimulai sejak akhir November 2021 lalu, sayangnya tanggalnya aku malah lupa. Tak apa, hal yang terpenting adalah intisari dari pertemuan kami yang kuingat.

"Dalam buku-buku jurnalmu itu, kamu menuliskan kisah pertemuanmu dengan teman-teman dalam terapi crafting (membuat buket bunga) sebagai terapi stres. Kamu menceritakan pengalamanku itu kepada mereka. Lalu, mereka bilang penyebabnya kamu bertanya seperti pada Insiden Kelinci itu adalah kamu menganggap semua nyawa itu berharga, kan?" tanya Bu psikolog.

"Iya benar, Bu. Mereka mengatakan itu. Akan tetapi, saya masih menganggap saya ini bodoh karena bisa sebegitu naifnya soal itu. Semestinya anak balita yang pertanyaannya seperti itu, bukannya anak yang saat itu akan berumur sebelas tahun," jawabku.

"Dalam catatan yang lain, kamu juga menuliskan tentang Papamu yang pernah mengatakan bahwa kamu memiliki sudut pandang yang berbeda. Betul?" Bu psikolog mengonfirmasikan apa yang dibacanya.

"Benar, Ibu." Aku mengiyakan.

"Nah, sebenarnya kamu di situ sudah berusaha men-challenge pikiran negatif dan irasionalmu yang mengatakan dirimu itu bodoh. Kamu telah mencari penyebab yang sebenarnya di balik terlontarnya pertanyaan yang menanyakan perbedaan sikap orang-orang di sekitar antara meninggalnya anggota keluarga dengan matinya hewan peliharaan, dengan bercerita kepada teman seperjuangan. Dengan mengingat perkataan Papa tentang keunikanmu, itu juga adalah bentuk challenge dari pikiranmu yang merendahkan dirimu sendiri," terang beliau.

Mendengar itu semua, aku hanya dapat mengiyakan saja tanpa banyak berkata-kata lagi, karena saking kagetnya. Berarti, catatanku selama berbulan-bulan sebelum aku akhirnya konsultasi dengan tenaga ahli itu adalah usahaku yang sebenarnya cukup besar untuk mengatasi banyak kesedihanku. Ibu psikolog tadi itu juga adalah satu dari sedikit orang yang tidak menganggapku menyalahkan Papa (yang kini telah almarhum) atas kejadian itu. Kenyataannya, justru aku sendirilah yang terus menerus kusalahkan dan Ibu psikolog itu dapat menemukan fakta itu.

"Jadi kesimpulannya, anggapan yang mengatakan dirimu itu bodoh itu adalah irasional, atau tidak tepat. Kamu itu kreatif," pungkasnya.

"Bagaimana bisa saya ini kreatif, Bu? Kata Mama, jika saya ini benar seperti itu, seharusnya dapat membuat karya yang spektakuler," tanyaku masih ragu.

"Kreativitas itu ditandai oleh kemampuan melihat dari sudut pandang yang berbeda daripada kebanyakan orang lain, seperti kata Papamu itu. Agar kreativitasmu itu dapat berkembang, fokuslah dengan kelebihanmu! Ibu baca, kamu suka sekali menggambar dan menulis, ya?" 

"Iya, benar sekali, Bu!" Semangatku kembali timbul setelah tadinya sedih.

"Pikiran-pikiran irasional yang memenuhi kepalamu itu ibaratnya kamu membawa sebuah tas ransel berat penuh barang. Karena membuatmu keberatan, kamu kelelahan dan langkahmu menjadi lambat. Dengan menuliskan surat imajiner untuk Papa yang saat ini tentu tidak dapat lagi berkomunikasi denganmu, itu menjadi salah satu caramu untuk mengeluarkan satu persatu barang yang menjadi beban berat dalam tas ranselmu."

Seketika aku teringat kembali ketika menginap di rumah Nenek, ibunya Papa ketika masih kelas VI. Nenek bilang, dari napasku saat tidur saja sudah menandakan bahwa aku ini capek sekali. Saat itu tidurku belum terlalu nyenyak, jadinya masih bisa mendengar percakapan antara beliau dengan kedua orangtuaku. Padahal kesibukan saat itu jelas belum sebanyak sekarang ketika aku sudah kuliah, hanya sebatas menghafalkan surat-surat pendek Juz Amma sebagai syarat kelulusan SD!

Mungkin rasa lelahku itu banyak bersumber dari pikiran yang tidak perlu, seperti diibaratkan membawa tas ransel penuh barang yang melelahkan tadi. Ternyata kelelahan itulah yang menghalangiku berkarya. Oleh karena itu, aku diminta untuk berfokus pada hal-hal yang kuminati agar menjadi karya. Bukan lagi sebagai pelarian dari suatu masalah yang malah akan mendatangkan banyak masalah baru.

Saturday, June 25, 2022

Obsesi Adalah Pelarian, Bukannya Penyelesaian dari Masalah

Catatan 25 Juni 2022

Banyak orang yang menggunakan cara yang sama seperti untuk menyelesaikan masalah sebelumnya ketika menghadapi masalah yang baru. Itu termasuk aku sendiri dan catatan ini juga adalah kisahku sendiri, jadi aku di sini hanya akan membahas pengalaman pribadi. Padahal, momentum untuk masalah yang baru ini berbeda dengan masalah sebelumnya, sehingga cara penyelesaiannya juga tidak bisa disamakan. 

Selama empat tahun lebih, aku berkutat dalam dunia Danny Phantom sejak kelas V sebagai obat dari perasaan sedih dan bersalah akibat Insiden Kelinci. Begitu aku masuk SMP, terbersit pikiran bahwa mengikatkan diriku dalam sang karakter bukannya menyelesaikan masalah, malahan menambah masalah baru. Bukannya menghilangkan traumaku, tetapi menjadikan obsesiku itu semakin tidak sehat. Dari pengalamanku sebagai penggemar sangat berat DP selama lebih dari empat tahun tadi itu, kusimpulkan bahwa kesedihan akibat kesalahanku pada insiden tersebut tidak dapat diselesaikan hanya dengan hiburan seperti kasus-kasus lainnya ketika aku sedang bersedih karena dimarahi.

Karena serial Danny Phantom sudah tamat, tidak lagi dibuat episode yang baru, tentu saja aku mudah bosan. Meskipun sudah mulai bosan dengannya, dulu ketika masih SD kelas V hingga VI, aku tetap memaksakan diriku agar tidak berhenti menyukainya. Asumsiku saat itu adalah dengan fokus dalam minat dan hobiku, akan mengobati perasaan negatif. Padahal, tidak semua masalahku solusinya seperti itu.

Apa sih yang membuatku sulit untuk menghilangkan traumaku dari insiden kelinci itu? Pada awalnya, aku kaget dan bingung menghadapi kemarahan Papa pada insiden itu, karena sebelumnya aku tidak paham mengapa pertanyaanku pada insiden itu dianggap salah oleh beliau. Setelah kurang lebih satu tahun dari peristiwa itu, aku membicarakannya dengan Mama dan baru memahami sebab tersinggungnya Papa karena pertanyaan yang kulontarkan secara spontan pada saat itu. Timbullah kekagetan baru, karena antara maksud dari perkataanku dengan anggapan Papa tentang itu sangatlah berbeda.

Semakin bertambahnya usia, aku semakin paham bahwa meninggalnya anak kandung sendiri adalah hal yang jangan diutak-atik. Pemahamanku itu menimbulkan perasaan bersalah yang semakin dalam setiap tahunnya. Bahkan sampai timbul pikiran seperti ini, "Apakah aku ini bodoh, bisa sampai senaif itu, bisa tidak paham jawaban dari hal yang kutanyakan itu dan juga tidak paham bahwa hal tersebut adalah tidak sesuai dengan etika?" Saat itu aku sudah keluar dari Danny Phantom, tetapi juga belum mendapat solusi yang tepat untuk meredakan semua perasaanku yang negatif itu tadi.

Perasaanku yang semula heran, kemudian berubah menjadi insecure. Selama lebih dari sepuluh tahun, bahkan hingga aku kuliah, aku terus merasa bodoh tetapi bukan masalah pelajaran sekolah atau kuliah. Setiap kali ada orang yang memujiku atau menganggapku pintar, aku selalu menyangkalnya dalam hatiku. Kataku adalam batin, "Jika aku ini memang smart, tidak mungkin aku bisa sampai setidakpaham itu ketika Insiden Kelinci! Semua orang pastinya akan langsung memahaminya, meskipun orang yang biasa saja juga!"

Pada akhir 2021 lalu, kuputuskan untuk segera menemui psikolog untuk mencari penyelesaian dari pikiran negatif itu. Meski sudah melakukan journalling berulangkali tentang itu, ternyata belum terlalu membuahkan hasil. Rasa bersalah dan insecure yang membuatku masih selalu menyedihkan insiden itu, belum juga surut setelah kutulis dalam buku harianku selama bertahun-tahun. Jika sudah seperti ini, tandanya aku harus konsultasi dengan tenaga profesional dan tidak bisa lagi mengandalkan cara-cara biasa.

Hasil dari konsultasi itu, ternyata aku harus menuliskan perasaanku itu langsung kepada Papa yang saat ini telah almarhum. Jika selama ini aku menulis jurnal harian sebagai monolog terhadap diri sendiri, kali ini adalah mengatakannya kepada beliau. Di situ kutuliskan apa saja yang membuatku tercetus melontarkan pertanyaan pada saat itu. Benar saja, itu yang seharusnya kulakukan, bukannya memelihara obsesi yang tidak sehat akan sebuah tokoh kartun yang tidak ada artinya. 

Dari situ terbitlah surat imajiner untuk Papa. Surat imajiner itulah yang sebenarnya mengatasi masalahku. Danny Phantom hanyalah pelarian supaya aku lupa dengan masalah itu, bukannya penyelesaian. Sebenarnya, selama ini aku selalu ingin mengungkapkan apa yang kutulis dalam jurnalku kepada Papa lewat mimpiku, tetapi kami tidak pernah sempat untuk bercakap-cakap dan surat imajiner itulah yang berhasil menyampaikannya kepada beliau meskipun jelas beliau tidak akan bisa lagi membaca tulisanku.




Ubahlah Persepsi Atas Diri Sendiri!

Catatan 12 Januari 2024 Setelah aku konsultasi dengan psikiater pada akhir Desember tahun kemarin, hari ini aku akan lanjut ke sesi ketiga t...