Monday, April 17, 2023

Kartun Masa Kecil yang Jarang Ditonton Tapi Berkesan

Catatan 17 April 2023

Inget deh jaman umur empat tahunan pernah punya VCD kartun Joseph The King of Dreams, kisah tentang Nabi Yusuf. Nggak tau kenapa hampir nggak pernah muter VCD itu, kalo gak salah karena cepet rusak. Maklum, bukan yang asli tapi bajakan, soalnya gambar di atasnya itu nggak full color tapi monokrom. Terkait gambar yang jadi kelihatan kurang jelas di atas VCD ini, ada sedikit cerita nih.

Aku udah ngeh bajunya tokoh Joseph ini rada aneh meskipun gambarnya di atas kepingan VCD itu nggak berwarna. Itu kayaknya kebantu sama gambar versi aslinya di cover VCD nya deh yang full color, meskipun memorinya samar-samar. Soalnya cepet ilang sih covernya, kayaknya ada yang buang, hiks. Jadi, aku liat gambar ini lagi udah dua dekade lebih dari saat pertama kali liat, ternyata feeling aneh sama bajunya Joseph ini terbukti!

"Mah, ini tuh pake baju gak, sih?" tanya aku pas umur empat sambil nunjuk gambar Joseph (yang di tengah) di atas kepingan VCD, yang tadi kata aku gambarnya nggak berwarna itu.

"Pake, ah. Masa gak pake?" jawab Mamah.

Di situ aku udah sangsi, karena ada vague memory waktu liat covernya. Emang sih masih ada bajunya, tapi sejak saat itu udah ada perasaan "itu baju kayaknya nggak terlalu nutup, deh". Sampe beberapa kali nanya ke Mamah karena masih ragu-ragu. Jawabannya tetep sama aja dan aku masih mikirnya dia gak pake baju lengkap.

Ternyata eh ternyata, bener aja dugaanku jaman umur empat itu!

Soal cewek yang di sebelah kiri Joseph, yang bawa kucing kurus, juga ada ceritanya sendiri dari masa kecilku. Padahal aku nggak demen sama ceweknya (biasa aja), tapi entah kenapa pengen terus niruin ikat kepalanya. Waktu itu di rumah nggak ada lagi ikat kepala dari karet selain bekas aku bayi dulu, adanya bando dari plastik keras mungkin ya. Dulu aku mikir gini, "Apa ya yang ada karetnya tapi bukan celana?", soalnya aku bukan Shinchan!

Entah kenapa refleksnya itu malah ambil kebawahan mukena buat ditaruh di kepalaku! Lupa lagi mukena punya siapa, punya aku atau Mamah ya. Sering banget aku gagayaan begini sampai Papah aku motoin momen itu! Hihihi kayaknya nggak ada yang tau itu inspired dari cover art film kartun Joseph itu.

Padahal si cewek Mesir itu, seperti yang bisa dilihat dari gambar, nggak pake kain di kepalanya, lho. Itu kepaksa karena nggak ada lagi yang fungsinya kayak ikat kepala gitu. Eh, jatuhnya malah jadi mirip dengan karakter pria tua di sebelah kanannya Joseph. Ini kasus yang mungkin memorable, aku ngerasa agak aneh sama gambar itu karena ini yang dulu muncul di pikiran aku waktu umur empat :

"Ini laki-laki atau perempuan sih yang di tengah? Diliat dari pakaiannya sih laki-laki tapi mukanya kayak perempuan cuman rambutnya pendek. Eh, bajunya juga aneh, itu pasti bukan jaket! Dia juga kayak pake rok, bukan celana!" 

Karena terus kepikiran sama tokoh Joseph itu, aku anehnya malah jadi tertarik untuk cosplaying jadi cewek Mesir yang bawa kucing itu.

Saturday, April 8, 2023

Berhasil Juga Curhat Sama Nenek Tentang Insiden Kelinci!

Catatan 9 April 2023

Kemarin, aku berhasil mengunjungi rumah Nenek lagi, setelah malam tarawih pertama waktu itu. Hal yang lebih melegakan, akhirnya aku berhasil juga menceritakan kisah Insiden Kelinci kepada beliau. Tapi, nggak aku spill secara rinci, alias udah "disensor" dikit. Di sini aku nanya, "Wajar gak sih kalo saya udah kelas lima masih nanyain 'Kenapa orang semuanya sedih kalo orang yang meninggal, tapi kalo hewan peliharaan cuma saya yang sedih'? Karena kata Mamah itu lebih cocok ditanyain sama anak lima tahun."

Aku belum terlalu berani untuk menyebutkan kalimatnya secara terperinci. Poin dari pertanyaan itu kan emang meninggalnya orang secara umum. Sayangnya, kesalahanku pada Insiden Kelinci itu malah menyebutkan meninggalnya adikku, karena itulah yang muncul pertama di pikiranku sebagai contoh dari orang yang meninggal. Di sini aku sengaja menyebutkan pertanyaan itu menggunakan kata "orang" secara umum.

Nenek menjawab, "Wajar, karena semua pertanyaan anak itu wajar dan karakter setiap anak itu nggak sama. Ada anak yang datar aja kalo cuma binatang yang mati, ada juga anak yang justru sangat sedih ketika hewannya mati."

Alhamdulillah, rasanya lega banget denger jawaban beliau itu. Kebanyakan orang yang aku share kisah itu juga anggap wajar. Yang anggap aku di luar akal sehat atau logika cuma kedua ortu dan temen-temen dari organisasi keagamaan di kampus. Malah yang terang-terangan ngejek dan ngetawain cuma satu doang, temen pondok my ex-BFF (buat yang belum tahu, artinya "mantan sahabatku").

Gimana kalo ada yang ngetawain di belakang? Apapun yang kita lakukan, pasti ada aja yang kontra, jadi orang yang ngomongin di belakang itu nggak terhindarkan. Tapi aku yakin, orang-orang yang kasih respon positif untuk kisah itu nggak mungkin nusuk dari belakang. Alasannya kenapa, aku juga gak tahu dan feeling aku berkata demikian. 

"Semestinya ketika Mamah dan Papah nggak tahu jawabannya, bilang saja 'tidak tahu', karena bukan berarti mereka tidak mau menjawab tapi memang tidak tahu," Nenek melanjutkan perkataannya.

"Mereka bukannya nggak tahu jawabannya sih, karena mereka lebih ke tersinggung, mereka anggap aku nyamain manusia dengan hewan," terangku.

"Ya, meskipun dalam agama Islam kita harus menyayangi binatang, tentu saja kita akan lebih bersedih dengan orang, karena sesama manusia. Kalau binatang kan bagaimana pun derajatnya di bawah manusia. Orang tuamu itu pekerjaannya mirip ilmuwan, sehingga mereka tidak terlalu menaruh perasaan," urai Nenek.

"Tapi, Papah dan Mamah anggap aku nggak empati karena disangkanya mereka aku lebih sedih sama binatang daripada sesama orang," tambahku. 

Padahal, aku nggak pernah berpikir demikian. Justru karena pernah merasakan kehilangan sesama manusia, bahkan anggota keluarga sendiri, aku bisa bersedih akan kematiannya kelinciku. Emang mungkin agak aneh kedengarannya, tapi emang itulah yang terjadi. Jadi, gimana tanggapan Nenek mengenai kalimatku yang tadi itu?

"Pada saat itu, nggak ada orang yang baru meninggal, kan?" tanya Nenek.

Ketika akan menjawab pertanyaan tersebut, aku agak ragu menjawabnya. Iya sih, waktu nanyain itu, memang tidak ada orang yang kukenal baru-baru saja wafat. Namun, "orang" yang jadi pertanyaan aku dalam insiden itu 'kan adikku sendiri yang kedua, saat itu belum dua tahun dari kejadiannya meninggalnya dia. Walaupun kejadian meninggal adikku itu belum ada dua tahun, tetep aja bukan termasuk yang recently.

"Nggak ada orang waktu itu yang baru aja meninggal, kok, Nek," jawabku setelah berpikir sejenak.

"Kata Mamah, aku ini kecerdasan emosionalnya banyak ketinggalan makanya masih nanyain itu di usia anak kelas lima."

"Kamu itu justru sangat pintar, makanya nanyain itu, yang nggak banyak kepikiran sama orang. Di pikiran kamu itu sebenarnya udah ada jawabannya, tapi masih ragu-ragu makanya bertanya kepada orang tuamu yang kamu anggap lebih pintar. Justru karena kamu merasa masih belum pintar, makanya masih bertanya. Betul, kan?" papar Nenek. 

"Betul, Nek," tangkasku.

Seperti kata sopir angkot yang mengantarkan aku saat perjalanan pergi ke rumah beliau, "Malu bertanya sesat di jalan". Karena, aku masih belum hapal jalan untuk ke rumah beliau jika menggunakan kendaraan umum selain ojek atau taksi online. Makanya, kemarin itu adalah pertama kalinya aku naik angkot ke rumah Nenek. Jadi, ada dua kelegaan pada hari kemarin: berhasil curhat tentang Insiden Kelinci dan juga berhasil ke rumah Nenek dengan angkot.

Alhamdulillah jika ada anggota keluarga terdekatku yang menganggap itu wajar. Tahu gini sih aku curhat tentang ini dari dulu. Sebenarnya udah lamaaaaa banget pengen bahas ini sama Nenek, tapi belum kepikiran caranya karena ini topik yang sensitif, menyangkut adikku yang jelas juga cucunya. Dengan menyebut peristiwa kematian manusia secara umum, ternyata cukup aman.

Sebenarnya aku pribadi nggak terlalu setuju jika binatang itu terlalu direndahkan derajatnya. Tetapi, untuk konteks nyawa manusia dengan hewan, aku mulai membenarkannya. Ini bukan karena kuanggap hewan itu hina, tetapi karena peliharaan itu cenderung unlimited, bisa beli lagi. Lain halnya dengan anggota keluarga sendiri, nggak ada gantinya!

Ini pernah dijelasin sama seorang stranger di Twitter, untungnya dia juga pet lover makanya bisa jelasin dengan sabar.

"Nyawa manusia itu nggak ada gantinya, makanya manusia lebih sedih ke sesamanya. Kalo hewan kan bisa ganti lagi yang baru," jelasnya melalui ketikan berupa cuitan di Twitter.

Walaupun kuanggap manusia dengan hewan itu egaliter, tetap saja nggak akan bisa sama persis. Ini mirip dengan batuan atau logam mulia, jelas lebih berharga daripada batu atau besi biasa karena jarang/langka. Batu di jalanan atau besi yang biasa kita jumpai itu jauh lebih banyak tersedia di alam, makanya harganya nggak setinggi langit kayak berlian atau emas. Ya, begitu juga dengan nyawa manusia yang sekalinya hilang tidak tergantikan, berbeda dengan hewan yang bisa beli lagi atau menemukan lagi yang baru.

Untuk konteks ini, hewan dianggap lebih rendah bukan karena mereka hina, tetapi karena mereka tersedia melimpah.

Thursday, March 30, 2023

Danny Phantom vs Ace Bunny? Apakah Ini Sebuah "Premonition"?

Catatan 30 Maret 2023


Ace Bunny dari Loonatic Unleashed. Sumber gambar: https://lul.fandom.com/wiki/Ace_Bunny?file=Ace_standing.jpg


Danny Phantom pakai jubah putih. Sumber gambar: https://www.fanpop.com/clubs/danny-phantom/images/18237378/title/over-heroic-danny-photo

Hanya melihat dua tokoh kartun yang sama aku dianggap satu "vibes", bagi aku udah kek sebuah "premonition". Premonition ini artinya bisa "firasat", "pertanda", atau "prekognisi = dugaan peristiwa yang akan terjadi di masa mendatang". Kenapa harus ditulis dalam Bahasa Inggris jika ada padanannya dalam Bahasa Indonesia, bahasa persatuan kita? Kata "premonition" ini maknanya bisa lebih luas daripada "firasat", atau "pertanda", untuk dua padanannya dalam Bahasa Indonesia tadi, lebih cocok buat kejadian yang besar-besar kayak bencana alam atau musibah kehilangan, baik itu nyawa (manusia) atau benda yang berharga.

Arti dari "premonition" ini bisa juga untuk tanda-tanda dari kejadian yang sepele, makanya aku lebih sreg pake kata ini daripada artinya dalam Bahasa Indonesia. Terus, apa nih yang aku anggap sebagai "premonition"? Pada akhir bulan Juni 2008, pas adik aku Irsyad dan dua kakak sepupuku (anak-anak lelakinya Wa Aden, abangnya Papah) khitanan di Cirebon, di sinilah aku melihat yang aku sebut "premonition" tadi. Hanya menemukan sebuah acara kartun aja, yang bagiku boleh dibilang prediksi dari suatu kejadian yang dampaknya dalam sekali hanya bagiku seorang meskipun itu bukan kejadian yang besar untuk orang-orang.

Di bank kantornya Wa Rini, istrinya Wa Aden, kami yang terdiri dari aku, Irsyad, dan ketiga anaknya mereka, kami nonton sebuah kartun yang judulnya "Loonatic Unleashed" di teve kantor tersebut. Inilah yang kucurigai sebagai "premonition"!

Kartun Loonatic Unleashed ini buat yang belum tau (kayaknya emang jarang deh orang Indo yang tau acara kartun ini), sebenarnya versi "badass" dan superhero dari main casts kartun Looney Tunes. Tokoh utamanya, Ace Bunny, itu versi lainnya Bugs Bunny sebagai pahlawan super. Entah kenapa, aku sejak pandangan pertama udah ngerasa Ace ini ada seiris kemiripan dengan Danny Phantom. Mungkin karena pakaiannya hitam-hitam, pake sepatu bot serta sabuk berwarna sama, dan rambutnya berantakan?

Beberapa hari sebelumnya, Teh Alma (anak sulungnya Wa Aden) pernah nyebutin kartun Loonatic ini pas aku ngayal AC nyampe angka minus, terus bisa bikin beku ruangan jadi es. 

"Kalo ruangan beku jadi es karena AC, jadi kayak Loonatic, dong!" seru Teh Alma, "Kamu tau kartun Loonatic nggak?"

"Nggak tuh," jawabku saat itu. Malahan baru denger judulnya.

Waktu itu aku belum liat sama sekali kartunnya. Untung akhirnya nonton juga itu kartun walaupun cuma satu kali. Langsung deh aku jatuh cinta sama Ace Bunny pada pandangan yang pertama, padahal udah duluan suka sama Danny Phantom! Menurut adikku Irsyad, Ace itu gak mirip sama sekali dengan Danny Phantom tapi bagiku ada satu vibe untuk desain karakternya.

Namun, kisah cintaku sama Ace Bunny ini malah kerasanya kayak premonition itu tadi untuk kejadian tiga bulan ke depannya. Premonition akan sebuah insiden yang bagi orang lain itu sepele, tetapi bagiku sebaliknya, malah memberikan dampak yang sangat serius. Danny Phantom yang tokoh bentuk orang (tepatnya dia setengah hantu) diasosiasikan dengan Ace Bunny yang merupakan tokoh kelinci yang dipersonifikasikan, ini jadinya malah kayak ada benang merahnya dengan Insiden Kelinci! Aku sebenarnya udah kepikiran hal ini sejak kelas lima dulu, tapinya tahunan terlupakan dan baru keingetan lagi waktu kepikiran pengen ngobrol sama si sulung dari abangnya Papah itu waktu bulan puasa tahun ini.

Simpelnya begini: aku ngerasa pas aku ngemiripin Ace Bunny sama Danny Phantom, itu kayak semacam "ramalan" buat terjadinya Insiden Kelinci, yang nggak nyampe tiga bulan dari sejak mulai suka sama tokoh dari Loonatic itu! Aku terus cari-cari persamaan dan perbedaan antara Danny dan Ace itu. Danny yang tokoh manusia dan Ace yang tokoh kelinci dipersonifikasikan. Ya, kayak Insiden Kelinci yang sejatinya adalah untuk mencari tahu lebih banyak tentang persamaan dan perbedaan antara manusia dengan hewan!

Pada sekitar tanggal 21-27 Juni 2008 itu, saat aku liburan kenaikan kelas ke kelas lima, aku mengasosiasikan antara Danny Phantom yang tokoh manusia dengan Ace Bunny yang tokoh kelinci. Walaupun Ace Bunny ini bukan karakter manusia tulen, tapi perasaan kagumku sama dengan kepada karakter yang memang manusia. Lalu, kurang dari tiga bulan kemudian yaitu tanggal 1 September 2008, Insiden Kelinci itu terjadi. Insiden itu terjadi ketika aku memberikan perasaan sayang, kehilangan, dan sedih yang sama dalamnya antara kelinci peliharaan dengan anggota keluarga sendiri.

Ingin Berbagi Kisah Insiden Kelinci dengan Orang-orang yang Terlibat Peristiwanya Secara Tidak Langsung

Catatan 30 Maret 2023


Sumber gambar: https://www.pngwing.com/id/free-png-pnlbn/download

Selama ini, aku membagikan kisah nyata Insiden Kelinci kepada orang-orang yang tidak berkaitan sama sekali dengan peristiwanya, meskipun itu masih ada hubungan kekeluargaan. Bahkan, Mamah aja kayaknya lumayan telat buat tahu kisah tersebut dan beliau bukan saksi mata. Satu-satunya saksi mata yang valid dari kisah ini cuma adik aku Irsyad, karena waktu itu Fariz masih umurnya satu tahun lebih (hari ini Fariz ultah yang ke-16!). Namun, hari ini aku ada ide: gimana kalo aku spill kisah ini buat orang-orang yang masih signifikan terhadap peristiwa itu, tetapi bukan yang terlibat langsung atau saksinya?

Orang-orang yang aku maksud "signifikan" di sini adalah yang "sepengalaman" tetapi nggak terlibat sama insidennya. Duh, agak ribet ya? Jadi gini, kelinci yang mati itu, kayak yang udah aku sering tulis, pemberian dari Wa Aden, abangnya Papah almarhum. Uwa ini waktu seminggu sebelum bulan puasa 2008 dateng ke Bandung dari rumahnya beliau di Cirebon bareng sekeluarganya.

Jelas dong, sang Abang juga beliin kelinci buat masing-masing dari ketiga anaknya! Udah bisa ditebak, kelinci peliharaan mereka juga nggak berumur panjang. Apalagi dibawa dari Bandung ke Cirebon yang ngabisin berjam-jam di perjalanan, kelinci aku aja nggak lama hidupnya. Pas Tahun Baru 2009, keluarga aku 'kan gantian ke rumahnya mereka dan beneran aja kelinci milik tiga sepupu kami itu udah pada mati, itu hewan yang rapuh sih!

Sayangnya, tiap kali aku ke Cirebon buat ketemu mereka, nggak pernah sempet buat ngobrol mendalam tentang pengalaman piara kelinci ini. Terutamanya sih aku pengen ngobrolin ini sama Teh Alma, si sulung yang sama kayak aku, satu-satunya cewek di keluarga inti! Ide ini baru kepikiran pas bulan puasa di tahun 2023 ini, sekitar 14 tahun lebih dari terjadinya Insiden Kelinci itu! Aku dengan si Teteh ini kayak Miiko ketemu Kiyomi untuk relasi kekeluargaannya, yaitu sepupu dari pihak Papah. 

Emangnya apa sih yang pengen dibahas sama Teh Alma soal kelinci itu? Aku penasaran, gimana perasaannya waktu kelinci yang dia kasih nama "Upik" itu mati. Pastinya sih ada aja rasa sedih ketika piaraan mati, tapi seberapa dalamnya? Aku tahu dia masih waras dalam menyikapi kematian kelinci itu (pastinya nggak kayak aku yang malah ngehalu lebay dan sampai bikin pertanyaan absurd), tapi boleh dicoba untuk diminta kisah pengalamannya terkait Upik yang bulunya abu-abu itu.

Kayaknya menarik juga untuk ditanyakan seberapa lama kelinci milik ketiga sepupuku itu hidup. Jika bisa dan akunya nggak canggung sih pengennya ngobrolin ini bukan sama Teh Alma aja, tapi juga sama dua adik cowoknya. Sebagai cowok, gimana sih mereka berdua yang dirasakan waktu kelinci mereka mati? Ini biar nggak kaku kalo nanti suatu saat ketemu mereka, mungkin bakalan ketemu pas lebaran tahun ini nanti di rumah Nenek.

Soalnya udah lama banget nggak ketemu keluarga Uwa Aden itu setelah Papah wafat. Biasanya sih kalo ada reuni, yang dibahas itu nostalgia masa-masa pas masih sering barengan. Habisnya, nggak banyak sih cerita yang kami habiskan bareng-bareng selain pergi ke BSM (sekarang udah jadi TSM) bareng-bareng dulu. Aku juga penasaran dengan apa tanggapan Teh Alma dan dua adiknya tentang Insiden Kelinci ini, setelah mereka sharing kisah pengalaman mereka dengan kelinci-kelincinya.

Kenapa ketiga sepupuku dari Wa Aden ini aku sebut "orang-orang yang signifikan"? Karena mereka juga terlibat dengan serentetan hal yang mengawali Insiden Kelinci, meskipun hanya di awalnya banget. Mereka juga jelas nggak mungkin jadi saksi, karena mereka lagi di Cirebon, kami di Bandung. Nenekku dari pihak Papah pun hampir sama, beliau datang ke rumah tempat keluargaku tinggal (rumahnya Eyang Putri, nenek dari Mamah) saat satu dari dua kelinci pemberian Wa Aden itu mati.

Insiden Kelinci terjadi ketika kelinci yang kedua dan terakhir itu juga akhirnya mati, hanya tiga hari setelah matinya kelinci yang pertama tadi...

Diharapkan setelah aku sharing kisah ini kepada tiga sepupu dan Nenek kami, rasa bersalah akibat Insiden Kelinci itu dapat terobati...

Friday, March 24, 2023

Nggak Sempet Jujur-jujuran Sama Nenek? Tenang, Masih Banyak Hari Lainnya!

Catatan 24 Maret 2023

Hari ini memasuki bulan Ramadan hari kedua, teringat akan pengalamanku mulai nulis kisah Insiden Kelinci dengan tema kisah inspiratif. Pertama aku nulis cerita ini dua tahun yang lalu, tepatnya pada Ramadan 2021. Karena pada saat itu kesedihanku akan insiden tersebut belum aja ketemu titik terang, alhasil aku kehilangan ide di tengah jalan dan tulisannya jadi mandeg. Alhamdulillah pada tahun yang sama, ada rejekinya datang ke psikolog untuk konsultasi, salah satunya agar bisa melupakan insiden itu.

Kemaren di hari pertama bulan puasa, aku nggak sempet ngobrol sama Nenek tentang kisah ini. Itu karena cuma Fariz adik aku yang bungsu aja yang nginep, aku nggak ikut nginep di rumah Nenek. Mau video call, eh hape Fariz lagi nggak ada kuotanya. Yah, masih banyak hari-hari lainnya di bulan puasa ini, rasanya kurang afdol jika di bulan "anti bohong" ini nggak jujur-jujuran.

Ketika menulis surat imajiner untuk almarhum Papah adalah cara terbaik untuk melupakan kesedihan dan penyesalan akibat Insiden Kelinci itu, kenapa nggak coba ngobrolin itu sama keluarganya beliau yang masih hidup? Berhubung kisah ini termasuk topik yang lumayan sensitif, seperti yang udah aku bilang di catatan kemaren, pertanyaan yang kontroversial dari insiden tersebut jangan disebut secara spesifik. Aku pengen minta pendapatnya Nenek, masih wajarkah aku di kelas lima kalo masih heran sama perbedaan orang memperlakukan antara kematian manusia dan hewan? Ini udah kepikiran sejak kurleb tiga bulan yang lalu, sejak terakhir kalinya ketemu beliau sebelum tahun 2023 ini.

Kunjunganku yang terakhir ke rumah beliau adalah sekitar Desember 2022 lalu. Saat itu beliau menceritakan kematian kelinci peliharaannya saat beliau masih muda dan Kakek (ayahnya Papah) masih hidup. Matinya kelinci itu gegara tetangga sebelah yang main tembak aja itu kelinci, padahal kelincinya ada yang pelihara. Padahal kejadiannya jelas udah puluhan tahun yang lalu, tapi masih membekas di hati Nenek dan beliau masih aja pengen nangis rasanya jika keingetan lagi dan air matanya beliau udah dikit keluar waktu menceritakan ini.

Kalo dipikir-pikir, reaksinya beliau akan pengalaman tersebut emang hampir sama kayak kedukaan buat sesama manusia, ya?

Dari kisah tersebut, aku juga ingin meminta pendapat Nenek, wajarkah dan seberapa tidak etisnya bila kita merasakan kesedihan yang sama dalamnya atau besarnya kayak ke orang untuk matinya hewan peliharaan? Semoga dari pembicaraanku dengan Nenek nanti bisa lanjutin lagi kisah inspiratif dari Insiden Kelinci ini. Ada satu warganet di Twitter yang bilang, bahwa semua ketikanku seputar insiden tersebut di blog pribadi aku udah kayak makalah psikiatris aja. Bahasa lebih gampangnya, tulisan-tulisan di blog itu tentang kisah tersebut katanya kayak ditulis sama psikiater, alih-alih orang awam kayak aku ini.

Padahal aku hampir sama sekali nggak ada background psikologi! Belajar psikologi secara khusus juga jarang banget. Pernahnya juga belajar mata kuliah "Psikologi Persepsi", itu juga lebih disesuaikan untuk topik desain karena aku ambil jurusan DKV. Semoga tulisanku ini bermanfaat buat para psikolog atau calon psikolog, meskipun aku nggak berkecimpung dalam bidang studi tersebut.

Satu hal yang harus digarisbawahi, aku nggak sakit hati sama almarhum Papah sama sekali. Aku bukannya nyalahin beliau karena marah sama pertanyaan dalam insiden itu. Hal yang bikin aku terus-menerus sedih itu jujur aja, masih sering kaget karena saking nggak nyangkanya bakalan dimarahin. Saking nggak tahu bahwa pertanyaan itu ternyata adalah sebuah kesalahan yang menyinggung, makanya makin tambah umur makin sedih kerasanya, karena tambah ngerti juga letak kesalahannya dan masih terus menyesal, meskipun udah nulis surat imajiner buat almarhum Papah.

Meskipun udah nyadar di mana letak salahnya aku pada kejadian itu, harus diakui bahwa rasa sedih, menyesal, dan kaget sebab itu juga memang hadir. Sedihnya juga bukan lagi karena kematian kelincinya itu sendiri, melainkan lebih ke "Ada apa dengan diriku sampai kepikiran pertanyaan aneh kayak gitu? Apakah aku ini gila?" Miturut buku pengembangan diri yang banyak aku baca, katanya kita harus memvalidasi semua perasaan yang timbul dalam diri kita dan janganlah kita menghakimi perasaan itu sendiri. Maksudnya, kita akui setiap dari perasaan yang muncul dalam hati kita, mau itu positif atau negatif dan jangan merasa seperti ini, "Aku nggak pantes marah atau sedih! Aku tidak boleh menghadirkan perasaan yang negatif ini! Jika aku merasakan itu, aku adalah orang yang lemah dan tidak tahan mental!"

Perasaan yang tidak enak itu mestilah dihilangkan, tetapi langkah paling pertamanya adalah mengakuinya seperti, "Aku merasakan marah atau sedih. Aku menerima perasaan ini hadir dalam diriku." Kemudian, barulah kita berusaha mengobati perasaan-perasaan itu.


Wednesday, March 22, 2023

Munculnya Berbagai Halu Ambigu

Catatan 23 Maret 2023

Beberapa bulan setelah Insiden Kelinci itu, yaitu mulai dari akhir 2008 hingga awal 2009 entah kenapa jadi banyak halu akan adegan-adegan yang entah apa maksudnya. Ini bukan flashback momen-momen yang pernah kulewati, hanya adegan-adegan random yang sering berkelebat di kepalaku di saat lagi terdiam sendirian. Biasanya berisi orang-orang yang aku nggak pernah kenal dan tempat yang aku nggak pernah kunjungi. Namun, ada pula yang "tokoh utamanya" adalah versi lain dari diriku sendiri.

Kisah Halu yang Pertama

Contoh yang paling aku inget (karena ini contoh halu yang paling sering muncul di kepala) adalah adegan banyak anak-anak berlarian di sekitar air mancur di taman sambil tertawa-tawa riang dan lari-larian lincah. Gak ada info yang jelas banget tentang adegan itu, siapa aja mereka aku nggak tau samsek. Pastinya mereka bukan aku, sodara, dan teman-teman, intinya dari sekumpulan anak-anak itu nggak ada yang aku kenal satupun dan entah apa maknanya. Waktu itu aku usianya sebelas tahun, kira-kira anak-anak itu usianya banyak yang seumuran denganku saat itu, tapi banyak pula yang beberapa tahun di bawahku, bahkan ada pula yang anak TK.


Adegan anak-anak yang main di sekitar air mancur itu selalu dari sudut pandang orang ketiga. Simpelnya, aku nggak pernah terlibat dalam permainan mereka dan hanya sebagai pengamat. Ibaratnya, aku cuma orang yang duduk di kursi taman ngeliat mereka dari jauh. Jadi, itu jelas bukan flashback momen-momen aku lagi main, bukan potongan adegan film, dan bukan juga memori ngeliat anak-anak di suatu tempat, karena taman yang ada dalam halu tersebut nggak pernah liat secara IRL.

Keceriaan anak-anak tadi itu entah kenapa selalu bikin aku mewek. Nggak pernah sampai sesenggukan sih, cuma ngalir dikit air matanya aja. Entahlah ini perasaan terharu, sedih, rindu, atau apa. Penting untuk diingat, perasaan melankolis kayak gini nggak ada kalo ngeliat adegan yang serupa di dunyat.

Kisah Halu yang Kedua

Selain halu tentang banyak anak-anak main sambil lari-lari di sekitar air mancur taman tadi, ada pula halu lainnya yang agak aneh. Ini seinget aku muncul pas lagi di perjalanan family gathering ke Dufan pada tahun 2008, tapi mungkin pernah muncul juga pada waktu-waktu lainnya. Buat orang yang baru denger atau baca mungkin banget bakalan ketawa ngakak : yang ini halu jadi nenek-nenek pengemis! Jika pada halu yang pertama tadi aku nggak terlibat dan hanya jadi orang yang mengamati dari jauh, sebaliknya buat halu yang ini, di sini aku berubah jadi nenek-nenek pengemis itu alias pake POV "orang pertama", aku sendirilah pelaku dari cerita halu ini.

Aku yang pada saat itu masih berumur sebelas tahun, langsung berubah jadi orang yang usianya bahkan jauh lebih tua daripada ortuku saat itu. Kayaknya udah ngalahin dua nenek aku juga! Sebuah rumah besar aku datangi, ingetnya itu rumah catnya putih jadi sama sekali bukan rumahku. Pintu rumah itu terbuka, berdiri seorang bapak yang usianya sepantaran dengan Papah (akhir 30 tahunan), dia sama sekali tidak kukenal, nggak pernah ketemu orangnya di dunia nyata. 

Bapak itu bentak dan ngusir aku, karena aku mengemis kepadanya. Tapi apa tepatnya kata-kata yang dia katakan, sama sekali nggak ada yang inget. Halu ini bikin aku sedih, meskipun kalo ngeliat pengemis beneran malah curiga mereka nggak semiskin kelihatannya. Malahan agak takut uang yang mereka terima itu sebenarnya buat keperluan yang haram.

Setelah si bapak itu membentakku dalam wujud wanita pengemis tua, nggak pernah ada kelanjutannya dari adegan tersebut.

Di jalan tol menuju Dufan itu, aku menangis tanpa suara. Tiada seorangpun yang tau aku mewek, termasuk adik aku Irsyad yang sering berdua sama aku. Kalo gak salah waktu itu aku duduk sendirian di bus. Mungkinkah ini efek dari gabut di perjalanan, karena jalan tol itu jujur aja ngebosenin, pemandangannya monoton walaupun mulus tanpa lampu merah dan indah pepohonannya.

Yap, masih sama dengan skenario "anak-anak air mancur" tadi, makna dari skenario "nenek pengemis" juga beneran nggak jelas. Semuanya terasa ambigu. Bukan bunga tidur juga, karena itu semua terjadi di saat aku bangun, bukan tidur. Ternyata eh ternyata, kisah random yang singkat-singkat begini itu nggak hanya dua, tapi masih ada lagi.

Kisah Halu yang Ketiga

Buset, nggak nyangka ternyata masih ada satu lagi contoh kisah halu yang lainnya! Mulai dari kisah yang ketiga ini, munculnya nggak sesering kisah "anak-anak air mancur" dan "nenek pengemis". Ini adalah saat di mana aku mendadak punya clone, alias "kembaran yang bukan biologis". Saat aku duduk di ruang tengah rumah, clone dari aku ini lagi dimarahin Papah sambil terduduk dan menangis di ruang tamu, yang terletak di sebelah ruang tengah tempat aku yang "asli" berada dalam kisah halusinasi ini.

Aku yang "asli" dan clone ini pake baju yang berbeda. Kalo gak salah, aku yang asli dalam halu pake blus batik gambar wayang warna magenta (baju ini beneran aku punya dan suka dipake sekitar aku kelas IV hingga V), sedangkan clone tadi mengenakan t-shirt kuning pucat (ini nggak tahu aku pernah punya baju ini atau nggak). Entah apa kesalahan yang diperbuatnya sampai tiruan dari diriku itu dimarahin sama Papah, aku nggak ngikutin dari awal dan tahu-tahu udah gitu kejadiannya. Sampai-sampai, sang tiruan itu sebelum terduduk sambil menangis itu sempat dihempaskan ke lantai sambil Papah memarahinya, lengannya sang clone aku dilepaskannya dengan kuat hingga dia terduduk di atas ubin!

Pada kenyataannya, aku nggak pernah dibanting kuat-kuat ke lantai gitu lho sama ortu sendiri, suwer! Di sana, aku yang asli nggak bisa ngapa-ngapain selain nangis sedih ngeliat "kembaran" sendiri lagi berada dalam situasi begitu. Anehnya, aku kayak nggak bisa bergabung sama mereka, kayak ada semacam sekat tidak kasat mata gitu yang menghalangi ruang tamu dan ruang tengah. Bukan hanya aku aja, semua orang di rumah nggak ada yang bisa intervensi sama adegan tadi itu.

Walaupun kisah yang ini berisi orang-orang dalam kehidupanku sendiri, yaitu aku (meskipun ada tiruannya) dan almarhum Papah, tetep masih ambigu "apa sih pesan yang disampaikannya?" Dari mana tiruan aku itu juga nggak jelas. Apakah seorang ilmuwan diam-diam menggandakan aku dan untuk apa pula kegunaannya aku dikloning? Ini bukan mimpi, melainkan adegan yang dulu sering muncul sendiri di kepala, terutama di saat lagi rebahan atau jalan-jalan, paling banyak muncul kalo perginya pakai bus.

Pada saat halu itu sering muncul, aku belum tahu istilah clone. Namun, aku mendadak ada dua di sini, yang satunya entah siapa dan asalnya entah dari mana.

Kisah Halu yang Keempat

Ini udah separuh termasuk mimpi, karena beneran pernah jadi bunga tidur. Habis pernah jadi mimpi, udahnya terus recalled di dunia nyata meskipun nggak terlalu sering. Kayaknya ini halu kebagusan dech buat aku : di sini aku ketemu diriku versi putri duyung di sebuah pulau! Waktu itu aku udah jadi anak kelas lima, masih aja mimpi begini padahal aslinya sih putri duyung itu nggak pernah jadi top of the mind, alias bukan sesuatu yang bikin aku terobsesi dengannya.

Aku juga nggak pernah ada fase kepengen jadi putri duyung tiap kali ngeliat makhluk itu, bahkan sejak balita juga. Kalo ngehalu pengen jadi apa, kayaknya di umur sebelas jauh lebih pengen jadi cosplayer atau model praremaja. Oh, ya, aku kan dulu suka nyobain pake kostum Danny Phantom ala rumahan dari kaos dan celana panjang hitam! Mungkin ada sih sedikit keinginan jadi putri duyung, buktinya aku hampir kabita waktu ngeliat foto anak perempuan lagi cosplay jadi Ariel di Majalah Disney Princess

Lagi-lagi, ya itu tadi, keinginan itu nggak pernah jadi top of my mind. Hanya terbersit kalo lagi baca itu majalah aja, udah gitu ya banyak lupanya sama keinginan itu tadi.

Walaupun keinginan jadi duyung itu pernah sedikit terbersit dalam benak ini, keinginan itu nggak pernah sampai menguasai kepalaku. Beda banget itu sama keinginan yang kuat buat pake kostum Danny Phantom jaman itu. Oke, balik ke apa saja yang terjadi dalam mimpi tadi itu! Secara ini udah lama banget-banget, yang bisa kuingat cuma sedikit banget juga : aku lagi salam perpisahan sama diriku yang versi putri duyung, sambil ada backsong dari OST adegan (spoiler) para roh yang naik ke langit dari kapal pesiar di film Ghost Ship.

Inilah video yang mengandung bawang karena soundtrack tersebut (tapi harus banyak skip, karena mulainya musik itu agak lama) https://youtube.com/watch?v=cMmi5sRe8wc&si=EnSIkaIECMiOmarE

Meski itu film horor, tapi soundtrack dari adegan itu justru malah mengharukan. Begitu juga dengan perpisahan diriku dengan "aku" si putri duyung, entah kenapa rasanya sedih banget, padahal kalo pisah sama orang real life sih nggak pernah sampai segitunya. Dalam mimpi yang sering keingetan lagi ini, aku pergi dan pulang pake perahu raft, sendirian nggak sama Papah, Mamah, dan dua adik-adikku nggak tau kenapa. Putri duyung ini juga anehnya bukan tinggal di laut atau pantai, tapi di atas lapisan es kutub barengan sama banyak beruang kutub dan penguin (padahal sih kedua hewan itu tinggal di kutub yang berbeda, lho).

Kayaknya ini detail yang perlu deh buat dicatat : langitnya tidak cerah, nggak kayak langit di daerah pantai biasanya. Mungkin karena lokasinya juga memang bukan di pantai atau karena udah masuk waktu sore dalam mimpinya. Entahlah, pokoknya itu langit kayak yang mendung. Jadi kalopun udah sore, nggak ada cahaya matahari terbenam.

Langit dalam mimpi aku emang sering mendung, jarang banget yang cerah.

Kisah Halu yang Kelima

Ah, lagi-lagi Halu begini itu munculnya sehabis insiden itu! Sebenarnya, sebelum mengalami insiden itu pun udah langganan ngehalu, tapi jadi makin intens ketika setelahnya. Kisah halu dengan makna ambigu yang kelima ini adalah kabur dari rumah dengan bawa banyak merchandise Danny Phantom! Aslinya, hampir nggak ada yang jual merch Danny di dalam negeri, bahkan bonekanya juga nggak ada yang jual nggak kayak Heinz Doofenshmirtz!

Sejak kelas satu SD, aku udah suka ngehalu "gimana ya kalo aku punya kampung halaman yang asli, yang aku nggak tau karena aku dulu masih bayi dibawa ke rumah aku yang sekarang?" Aku pikir, itu cuma kebawa-bawa cerita sinetron doang. Ternyata eh ternyata, empat tahun kemudian, pas udah duduk di kelas lima juga malah muncul lagi keinginan untuk keluar rumah. Tapi kali ini bukan lagi didasari oleh pikiran kayak tadi, melainkan karena udah gak tau lagi cara apa buat mengatasi guilt dan insecure akibat insiden di hari pertama bulan Ramadhan 2008 itu.

Oleh sebab itu, sering kepikiran kalo lagi sendirian di kamar, aku pengen punya kehidupan sendiri yang baru. Karena nggak pernah liat ada merchandise Danny Phantom di Indo, alhasil seringnya aku ngehalu pergi sambil bawa bantal kesayangan dan boneka Buttercup dari Powerpuff Girls aja. Tentunya bawa baju ganti juga dong! Sayangnya, ada problem lainnya: mau kabur ke mana nih?

Inilah yang terjadi di kepalaku untuk kisah halu yang kelima ini: aku ambil dua barang kesayanganku (bantal kecil dan boneka Buttercup), terus semua merchandise Danny Phantom mulai dari boneka, figurin, komik, novel pendek, majalah (nah, yang ini di Indonesia beneran banyak majalah yang mengulas tentang Danny Phantom) aku masukin ke dalam tas Minmie hadiah ultah aku yang ke-11! Untuk khayalanku yang ini, bagian yang tersulit untuk diwujudkan itu "ngumpulin merch DP". Sebenarnya ngehayal keluar dari rumah sih banyak dialami oleh anak-anak, makanya banyak episode Nobita packing untuk kabur supaya kita saat kecil dulu bahkan sampai sekarang pada relate. Namun, kalo sebab kaburnya gegara sebuah peristiwa yang bikin selalu dihantui guilt dan insecurity, kayaknya nggak banyak karakter yang kisahnya begitu.

Dulu aku pikir, mungkin dengan keluar dari rumah yang selama ini aku tinggali, aku bisa ngelupain Insiden Kelinci itu. Pas aku masuk SMA, kan masuk ponpes dan mau gak mau pastinya masuk asrama tentu pisah dari keluarga juga dong! Anehnya, peristiwa penuh kontroversi dan ber-damage besar dalam masa pra-remaja aku itu masih aja nempel di ingatan, padahal udah suasana baru dengan tinggal di asrama. Dari sinilah aku makin ngeh bahwa memori itu perlu perlakuan khusus, nggak kayak pengalaman yang biasa yang terlupakan begitu saja.

Jujur-jujuran Kepada Nenek di Hari Pertama Bulan Puasa

Catatan 23 Maret 2023

Hari ini adalah hari pertama bulan puasa tahun ini. Untungnya sahur hari ini berjalan lancar, tidak ada emosi negatif apapun karena masih pusing habis bangun tidur. Bangun tidur untuk sahur juga gampang, nggak sambil ngantuk makannya. Inget deh puasa tahun lalu suka bawa selimut ke ruang makan, makan sahur sambil selimutan karena udaranya juga memang dingin.

Tadi malem aku dan keluarga ke rumah Nenek ibunya almarhum Papah. Aku pengen deh suatu saat curhat ke beliau tentang Insiden Kelinci, karena aku penasaran dengan sudut pandang beliau tentang peristiwa tersebut. Selama belasan tahun lamanya, kisah ini belum di-spill ke beliau karena dirasa terlalu sensitif (menyangkut soal adikku yang wafat). Untuk menceritakannya kepada beliau, kisah ini akan dibuat tidak spesifik menyebutkan nama adikku, hanya menyebut peristiwa kematian manusia secara umum saja.

Sebenarnya poin atau inti dari pertanyaan itu 'kan untuk menyebut peristiwa kematian manusia secara umum juga, hanya saja itu jelas peristiwa kematian yang paling berbekas buat aku. Makanya jadi top of my mind pada saat itu, bukan sengaja menargetkan adikku.

Kenapa sih aku penasaran dengan sudut pandangnya Nenek untuk kisah itu? Karena beliau adalah yang dulu terlihat paling gusar ketika aku lagi dalam fase ketergantungan pada Danny Phantom. Lewat kisah nyata Insiden Kelinci, di sini aku pengen menjelaskan bahwa keterikatan aku pada masa kanak-kanak kepada Danny Phantom yang sebenarnya adalah coping mechanism dari kesedihan akibat Insiden Kelinci yang juga tidak kunjung hilang. Meskipun upaya tersebut nggak berhasil jadi obat buat kesedihan tadi, semoga beliau paham bahwa obsesinya diriku di masa pra-remaja untuk Danny Phantom bukannya kisah fangirling biasa.

Fangirls memang dikenal akan sifat obsesifnya, tetapi buat aku ada alasan yang berbeda. Pada awalnya, sebelum insiden tersebut kejadian, aku emang udah ada bibit terobsesi dengan apapun tokoh fiktif kesukaan aku. Bahkan berlaku juga buat tokoh yang nggak good-looking kayak Swiper dari Dora The Explorer sekalipun (ciyusan)! Namun, ketika fase Danny Phantom "menjabat", perasaanku jadi lebih dalam, obsesiku arahnya lebih mirip ketergantungan, dan sikap-sikapku lebih cringey, terkunci, serta lebay, terutama pasca Insiden Kelinci (perubahan sikapnya aku ketika fase D. P. ini dijelaskan pada catatan nanti saja ya).

Ketika banyak orang menganggap hewan peliharaan itu "cuma", Nenek malah pengen nangis ketika kelinci peliharaannya mati di saat beliau masih muda dulu. Beliau menceritakan ini bukan waktu tadi malem aku datang ke rumah beliau, melainkan beberapa bulan yang lalu. Alasanku ke rumah beliau tadi malam itu bukan hanya silaturahmi sebelum bulan puasa, tapi juga rencananya mau bahas pengalamannya beliau tentang kelinci yang mati itu. Ingin denger aku menurut beliau, bener gak sih kalo kita sedihnya sama mendalamnya antara manusia dengan hewan itu bikin manusia setara derajatnya dengan hewan?

Ubahlah Persepsi Atas Diri Sendiri!

Catatan 12 Januari 2024 Setelah aku konsultasi dengan psikiater pada akhir Desember tahun kemarin, hari ini aku akan lanjut ke sesi ketiga t...