Tahun sudah berganti, tetapi Insiden Kelinci masih juga bercokol di dalam hati. Kesekian kalinya sudah kukatakan, aku bukannya sakit hati atau dendam. Rupanya ini adalah kasus khusus di mana ini adalah sebuah kesedihan yang tidak cukup dihapus hanya dengan melakukan hiburan-hiburan kecil atau bahkan juga yang besar. Aku membutuhkan penanganan khusus supaya bisa melupakan kesedihan ini!
Ingat deh ketika usiaku masih sebelas tahun pada tahun 2008, aku pernah menyadari bahwa teman curhat itu sangat penting. Saat itu, Insiden Kelinci sudah berlalu agak lama, kurleb dua bulanan. Kusadari bahwa sudah terlalu lama untuk merasakan sedih atas insiden itu dan hal yang paling membuatku sedih bukanlah kematian sang kelinci piaraan. Butuh sekali aku untuk curhat, sayangnya belum tahu kepada siapa karena insiden ini menyangkut adikku yang khawatirnya mereka akan juga tersinggung seperti Papah.
Di saat dulu itu aku sedang bingung akan curhat kepada siapa, aku teringat seorang saudara di keluarga besar Eyang Putri. Mundur sekitar tiga tahun sebelum insiden itu yaitu hingga pada awal tahun 2005, Eyang Putri memiliki seorang adik perempuan yang biasa menemaniku ketika di rumah. Berarti beliau adalah tantenya Mamah, sang Tante Mamahku ini mengisi kelas Kursus menjahit yang diselenggarakan di garasi rumah tempatku tinggal. Aku biasa curhat banyak hal kepada beliau, sayangnya takdir memaksaku dan juga seluruh keluarga besarku, untuk berpisah dengan beliau pada pertengahan tahun yang sama (beliau bahkan tidak sempat mengasuh almarhum adikku yang tengah).
Setelah tantenya Mamah itu wafat karena sakit, tidak ada lagi orang yang dapat kuajak curhat. Tidak ada pula orang lainnya di sekitar yang dapat menggantikan beliau terkait kedekatannya denganku. Kelas kursus menjahit itu untungnya masih memiliki pengajar yang lainnya, sehingga orang-orang yang ingin belajar menjahit dengan kami masih ada. Ketika sedang sedih-sedihnya akibat miskomunikasi dengan Papah dalam Insiden Kelinci itu, aku dilanda kebingungan harus curhat kepada siapa lagi.
Dahulunya, aku hanya mengobrol dengan tantenya Mamah itu seputar topik-topik ringan seperti tokoh-tokoh komik. Kalaupun aku saat itu sedang ada masalah dan butuh curhat dengan beliau, palingan karena berantem dengan adikku yang besar. Usiaku masih tujuh tahun setengah saat "eyang dari pinggir" wafat , sehingga belum pernah kami melakukan deep talk. Begitu usiaku sudah melebihi sepuluh tahun dan pengalaman yang cukup pelik ini terjadi, barulah aku merasakan kehilangan yang teramat sangat.
Ketika usiaku sudah mencapai remaja hingga dewasa awal, barulah aku berani untuk membuka diriku berbagi kisah Insiden Kelinci ini dengan banyak orang. Jika di dunia nyata insiden tersebut masih dianggap sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan akal sehat, ternyata ada pula para netizen yang memiliki kisah hidup serupa mengenai hewan peliharaan. Pertemuanku dengan para peserta terapi crafting tiga tahun yang lalu, terutama dengan Mbak Icha dan Mas Daniel, benar-benar banyak membantuku mencapai mental health yang lebih baik. Tujuanku curhat mengenai insiden ini supaya orang lain memahami bahwa niatku itu tidak buruk ketika membandingkan reaksi orang lain antara dua peristiwa kematiannya makhluk hidup yang berbeda, walaupun ternyata terdapat kesalahanku dalam membuat kalimat tanya.
Pengalaman ini mengajarkanku, support System haruslah berasal dari diriku sendiri. Terkadang kita membutuhkan seseorang, tapi ternyata dia tidak ada untuk kita. Arti dari "tidak ada" ini bukan selalu karena orang yang kita butuhkan tidak mau men-support kita. Bisa jadi juga artinya orang yang selama ini memberikan dukungan untuk kita, ternyata takdir mengharuskannya berpisah dengan kita.